Sunday 10 February 2013

INI MEDAN BUNG ! (2)

Tulisan tentang Medan beberapa waktu lalu telah menimbulkan beberapa komentar sinis terhadap pribadi blogger, yang intinya mempertanyakan kontribusi blogger terhadap kota tempat tinggalnya sendiri. Untuk itu blogger menyatakan permohonan ma'af kepada pihak-pihak yang tersinggung dengan tulisan tersebut. Namun saya tegaskan, saya tidak akan pernah mencabut tulisan tersebut karena apa yang saya tulis adalah kenyataan yang bagaimana pun pahitnya, harus diterima dengan lapang dada.

Tulisan "Ini Medan Bung !" sebenarnya telah saya rencanakan dalam bentuk 2 tulisan bersambung. Yang pertama bernada "negatif" sebagai bentuk introspeksi diri, dan yang kedua bernada "positif" untuk menarik lebih banyak kunjungan wisata ke kota Medan. Dan ini adalah tulisan kedua tersebut, meski agak terlambat karena kesibukan saya.

Medan, selain memiliki berbagai keunikan seperti banyaknya bangunan-bangunan era kolonialis yang masih utuh dan terjaga serta budaya multi-etnis yang harmonis juga dikenal memiliki kekayaan kuliner yang unik dan menarik dan tentu saja bercita rasa tinggi. Di berbagai sudut kota kita akan banyak menemui makanan-makanan tradisional yang sebagian besar sebenarnya berasal dari daerah lain, namun kemudian mengalami akulturisasi menjadi makanan khas Medan yang menarik untuk dicicipi. Sebut saja soto Medan, bika Ambon, rujak dan mie Aceh, teh Tarik, roti Cane, lemang pulut, es tebak, es Johor dll. Di Medan juga banyak ditemukan nasi Padang, sate Madura, makanan Sunda yang sangat enak. Dan karena banyaknya etnis Cina dan India yang tinggal di Medan, makanan khas kedua etnis itu juga banyak mewarnai kekayaan kuliner kota Medan.

Namun kuliner yang paling menarik di kota Medan tentu saja adalah buah durian. Bersama bika Ambon durian telah dianggap sebagai ikon kota Medan. Menjadi kota besar yang dikelilingi oleh banyak daerah "rural" yang masih banyak ditubuhi oleh tanaman asli Indonesia ini membuat hampir sepanjang tahun kota Medan tidak pernah kehabisan stok buah durian yang dijajakan pedagang di pinggir jalan.

Sentra pedagang durian terbesar adalah di Jalan Pelajar sebelah timur GOR Teladan. Selain itu juga terdapat sentra penjualan durian di Jl. Iskandar Muda dan Jl. Wahid Hasyim. Namun yang paling konsisten menjajakan dagangannya adalah pedagang durian di Jl. Glugur karena hampir sepanjang tahun bisa ditemukan durian di tempat ini. Pada saat puncak musim durian di sekitar bulan Desember-Januari, hampir di semua pajak (istilah untuk pasar di daerah Sumatera Utara) banyak dijumpai buah durian.

Buah durian yang dijajakan di kota Medan umumnya memiliki kualitas yang baik karena berasal dari buah yang masak pohon, bukan peraman. Durian Medan juga memiliki keragaman cita rasa karena berasal dari berbagai daerah di sekeliling Medan yang masa panennya bergiliran. Dan istimewanya, berbeda dengan cara jual beli buah durian di Jawa, pembeli bisa memastikan untuk mendapatkan cita rasa buah durian yang benar-benar memuaskannya. Tidak peduli sudah 10 buah durian yang telah dibuka penjualnya untuk Anda cicipi, jika Anda belum merasa "pas" Anda masih bisa meminta penjual untuk membuka durian lainnya tanpa harus Anda bayar. Paling-paling Anda akan diminta pergi oleh si penjual karena telah membuat sejumlah besar durian turun harga karena telah dibuka tanpa dibeli.

Sekitar 5 tahun lalu sebuah durian super ukuran jumbo masih bisa didapatkan dengan harga Rp 10 ribu saja, sekarang harganya sekitar Rp 40 hingga 50 ribu. Namun bagi yang berkantung cekak, durian seharga Rp 10.000 / 3 buah masih bisa ditemukan di sentra durian Jl. Pelajar pada saat puncak musim durian.

Saya sendiri, jujur saja, lebih menyukai pilihan terakhir ini. Alasan pertama karena saya bukan orang yang "kuat makan" durian meski sangat menyukainya. Satu buah durian ukuran sedang seharga Rp 10.000 sudah cukup mengenyangkan saya. Namun dengan 3 buah durian ukuran kecil, saya bisa mendapatkan 3 cita rasa durian yang berbeda. Yang harus saya perhatikan adalah buah durian yang utuh, tidak busuk ataupun terbuka. Hampir dipastikan kualitas tekstur dan rasanya memuaskan tanpa harus dicicipi terlebih dahulu.

Jadi jika Anda kebetulan sedang berwisata di Kota Medan, sangat disayangkan jika Anda tidak merasakannya.

Oh ya, tentang kontribusi saya terhadap kota tempat saya sekarang tinggal, sebenarnya kurang etis kalau harus saya umbar-umbar keluar. Namun demi menjaga "harga diri" baiklah saya sebutkan satu saja, yaitu peran saya sebagai inisiator dan organiser acara "Syariah Fair dan Bazaar UMK" tahun 2007 yang dibuka oleh Wapres Jusuf Kalla dan dihadiri oleh 4 orang menteri dan pejabat setingkat menteri.

4 comments:

Soe Ann said...

Semangat, Maju terus Om...
Semoga Allah selalu melindungi Om dan keluarga.
Amin

cahyono adi said...

Trims.
Kok namanya mirip nama anak-anak saya ya?

Soe Ann said...

hehehe...kebetulan aja tuh Om...

harjo.surya said...

si Tan Ali mungkin masih bersaudara dengan Tan Malaka klu gak salah he..he..he