Monday, 22 June 2009
Kebohongan "Kecurangan Pemilu Iran"
Tidak ada pemilu di dunia dimana Amerika menaruh perhatian demikian besar selain pemilu di Iran yang baru saja dilaksanakan 12 Juni lalu. Bagaikan paduan suara, para pejabat dan media massa Amerika (juga negara-negara barat lainnya) berteriak-teriak keras mengecam hasil pemilu Iran yang dimenangkan oleh Mahmoud Ahmadinejad atas lawannya yang didukung Amerika dan barat, Hossein Mousavi. Mereka juga berteriak-teriak (meski tidak sekeras di Iran) pemilu di Venezuela dan Palestina yang dimenangkan oleh pemimpin yang dibencinya meski pemilu tersebut berjalan demokratis. Sebaliknya mereka bersuka ria menyambut "kemenangan" sekutunya dalam pemilu legislatif di Lebanon meski faktanya dimemenangkan oleh pihak oposisi dengan perolehan suara hingga 55%.
Hasil pemilu Iran merupakan kasus klasik dalam politik dimana tokoh incumbent yang populis (Ahmadinejad) memenangkan pemilu dengan meyakinkan (63,3%), sementara lawannya yang didukung barat (Mousavi) hanya memperoleh suara seadanya (34,2%). Hal ini mirip dengan kemenangan Peron (Argentina), Chavez (Venezuela), Evo Morales (Bolivia) dan Lula da Silva (Brazil).
Pemilu kali ini mencatat rekor kepesertaan rakyat yang mencapai 80% lebih. Kubu oposisi yang dipimpin Mousavi menentang hasil pemilu dengan menggelar aksi-aksi demonstrasi yang berujung pada aksi-aksi kekerasan seperti pembakaran kendaraan dan kantor-kantor serta bentrokan dengan aparat keamanan.
Hampir semua spektrum pembentuk opini masyarakat barat seperti politisi, media massa cetak dan elektronik hingga website internet, secara seragam mencap pemilu Iran sebagai kecurangan. Mereka semua menyerukan apa yang diserukan kubu oposisi Iran dan memuji-muji para demonstran sebagai pembela demokrasi. Mereka secara tersamar mendorong oposisi untuk melakukan revolusi politik demi mengganti regin kekuasaan.
Para politisi demokrat maupun republikan sama-sama mengecam pemerintah Iran dan mendukung para demonstran. The New York Times, CNN, Washington Post, dan media massa Amerika lainnya menyuarakan tuntutan Israel untuk melakukan sangsi keras kepada Iran dan menyebut rencana dialog Presiden Obama dengan pemerintah Iran telah "mati".
Tuduhan-tuduhan Penuh Kebohongan
Tgl 17 Juni lalu situs internet BBC ketahuan melakukan kebohongan publik dengan memuat gambar pendukung Ahmadinejad yang diklaimnya sebagai pendukung Mousavi. Setelah dikritik para pembaca yang kritis, BBC menggantinya dengan gambar yang lain.
Itu adalah salah satu bentuk kampanye besar-besaran yang dilakukan barat untuk mendeskreditkan hasil pemilu Iran demi kepentingan kandidat yang didukungnya, Mousavi. Kampanye tersebut demikian kotornya sehingga BBC, media yang memiliki reputasi terhormat di kalangan media massa internasional "tega" melakukan cara-cara kotor.
Para pemimpin politik dan media massa barat menolak kemenangan Ahmadinejad karena merasa bahwa kandidat pilihannya tidak mungkin kalah. Selama berbulan-bulan mereka memborbardir masyarakat dengan berita-berita dan ulasan-ulasan tentang kegagalan pemerintahan Iran di bawah kepemimpinan Ahmadinejad. Mereka mengutip pernyataan tokoh-tokoh masyarakat, mantan pejabat, pedagang, semuanya dari kalangan menengah atas perkotaan pendukung Mousavi, untuk membuktikan bahwa Mousavi telah memenangkan pemilu. Kemenangan Mousavi dipuji-puji sebagai kemenangan "kehendak rakyat untuk perubahan".
Beberapa waktu sebelum pemilu media massa barat memuji-muji kondisi di Iran sebagai kondisi yang ideal dalam negera demokrasi yang tengah menghadapi pemilu. Namun begitu diketahui bahwa Mousavi kalah, bahkan di kalangan sukunya sendiri etnis Azeris, mereka ramai-ramai menuduh pemilu yang mendapat pengawasan dari dalam dan luar negeri itu berlangsung curang.
Yang mencengangkan adalah, meski para pendukung Mousavi terus gencar melakukan aksi demo anarkis (di beberapa tempat diselingi aksi aksi pengeboman yang diduga dilakukan oleh inteligen barat, termasuk di makam pemimpin Revolusi Iran Imam Khomeini yang menewaskan dua orang), namun mereka tidak pernah mengajukan keberatan secara resmi. Bahkan meski pun otoritas penyelenggara pemilu menyatakan kesediaan melakukan penghitungan ulang, mereka menganggapnya sebagai angin lalu. Mereka justru mengintensifkan aksi-aksi demonstrasi melawan peringatan pihak keamanan yang mengancam akan menindak tegas aksi mereka. Fakta-fakta itu semua semakin membuka kedok adanya kaitan antara kepentingan asing dengan aksi-aksi demonstrasi yang digelar pendukung Mousavi.
Media massa barat hanya melihat satu pihak saja dalam konflik pemilu Iran, yaitu pihak oposisi dan mengabaikan fakta bahwa Ahmadinejad pun memiliki pendukung yang banyak, jauh lebih banyak dibandingkan Mousavi. Ahmadinejad didukung oleh mayoritas rakyat Iran terutama rakyat kebanyakan yang banyak menikmati kemajuan ekonomi di bawah kepemimpinan Ahmadinejad yang populis. Sebaliknya Mousavi hanya mendapat dukungan kuat di kalangan kelas menengah-atas di kota besar yang minoritas.
Beberapa pakar yang menjadi narasumber langganan media massa, seperti Gideon Rachman dari Financial Times, mengklaim bahwa kemenangan Ahmadinejad dengan perolehan suara hingga 63% termasuk di proponsi yang mayoritas dihuni etnis Azeri (etnis asli Mousavi), tidak masuk akal. Menurutnya kemenangan Ahmadinejad, kalau memang ia yang menang, paling realistis adalah 51%. Di atas itu adalah kecurangan dan itu menjadikan wajar aksi-aksi demonstrasi pendukung Mousavi.
Faktanya adalah Ahmadinejad bahkan menang di daerah Azeri berkat kebijakan-kebijakan ekonominya yang memuaskan masyarakat keturunan Azeri seperti kredit murah untuk petani dan pengusaha kecil dan pemutihan kredit macet. Musavi hanya menang di kota-kota besar di daerah Azerbeijan Barat serta di pusat kota Teheran. Sisanya yang jauh lebih besar menjadi miliknya Ahmadinejad.
Penolakan media massa barat terhadap kemenangan Ahmadinejad sebenarnya bertentangan dengan beberapa jajak pendapat yang diadakan di Amerika. Sebuah jajak pendapat yang dilakukan dua orang pakar Iran dan dimuat di Washington Post 15 Juni menunjukkan bahwa Ahmadinejad menang lebih besar daripada hasil pemilu. Di daerah Azeri Ahmadinejad bahkan unggul mutlak atas Mousavi. Pooling itu juga menunjukkan klaim Mousavi didukung oleh kelas atas dan pemilih usia muda terbantahkan. Satu-satunya kelompok yang konsisten mendukung Mousavi adalah para mahasiswa, sarjana, pengusaha dan kelas atas. Mereka terpusat di utara Teheran.
Secara umum Ahmadinejad di propinsi-propinsi kaya minyak dan penghasil produk-produk kimia dimana para pekerja kilang minyak dan pabrik kimia menentang privatisasi perusahaan-perusahaan publik yang diusulkan kalangan "kelas atas". Selain itu sentimen agama yang dipicu oleh kebijakan perang Amerika dan Israel di Timur Tengah (termasuk di dalam negeri Iran melalui aksi-aksi inteligen) membuat sebagian besar rakyat Iran yang beragama Islam Syiah mendukung Ahmadinejad yang "berani" melawan Amerika. Sebaliknya mereka menolak kandidat oposisi yang dianggap lembek terhadap Amerika.
Pendek kata rakyat melihat bahwa Ahmadinejad telah berbuat baik dalam masalah keamanan nasional, integritas bangsa, dan kesejahteraan sosial. Sebagian besar rakyat Iran masih menghargai nilai-nilai sosial dan solidaritas dibanding para pendukung Mousavi yang "individualis".
Dalam konteks liberalisme ekonomi yang saat ini menjadi paham ekonomi dominan di dunia, Ahmadinejad bisa dilihat sebagai ekonom kerakyatan. Sebaliknya Mousavi dan pendukungnya dianggap sebagai ekonom pasar. Dan rakyat Iran sudah memutuskan untuk memilih ekonomi kerakyatan daripada ekonomi pasar yang hanya menguntungkan para pemilik modal dan koruptor.
Kritikan Mousavi terhadap kebijakan luar negeri Ahmadinejad yang anti-barat hanya didengar oleh para mahasiswa, pengusaha dan orang-orang kaya di Teheran Utara dan justru memisahkan mereka dengan suara rakyat kebanyakan. Kekalahan mereka membuktikan jauhnya mereka dari aspirasi rakyat Iran.
Kemenangan Ahmadinejad semestinya menyadarkan Amerika dan barat. Bahkan mendukung kelompok "elit" yang tidak didukung mayoritas rakyatnya, hanya memberikan keamanan semu, yang setiap saat akan dapat meledak dan menghancurkan kepentingan mereka. Sejarah akan melihat bahwa regim-regim diktator korup dukungan mereka seperti presiden Mesir, raja Yordania, raja Saudi, PM Lebanon, Presiden Palestina, Presiden Pakistan, sebentar lagi akan tumbang oleh suara rakyat.
Sampai saat ini sebagian besar pemimpin negara barat (kecuali Menlu Inggris David Milliband dan Presiden Perancis Nicholas Sarkozy, keduanya yahudi) tidak mempermasalahkan hasil pemilu di Iran dan hanya menyerukan pemerintah untuk memperlakuan demonstran dengan lunak. Presiden Barack Obama pun tidak pernah menyatakan untuk menghentikan rencananya melakukan dialog dengan pemerintahan Iran. Namun sayangnya media massa hanya mau menyuarakan kepentingan zionis yahudi yang menginginkan barat dan khususnya Amerika melakukan tekanan lebih keras kepada Iran.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment