Saturday 20 June 2009

Anomali Politik di Lebanon


Pada tanggal 7 Juni lalu rakyat Lebanon melaksanakan pemilihan umum untuk menentukan wakil-wakil mereka di parlemen. Dengan penuh semangat media massa barat, memberitakan kekalahan kubu oposisi yang dipimpin oleh Hizbollah dan kemenangan "gemilang" kubu pemerintah pro-barat yang dipimpin oleh partai Future Movement pimpinan Sa'ad Hariri yang beraliran Sunni. Tidak lupa mereka mengkaitkannya dengan pidato Barack Obama di Mesir sebagai salah satu faktor penentu kemenangan kubu pemerintah.

Fakta yang sebenarnya adalah kubu oposisi memenangkan pemilu dengan suara 55% dibandingkan kubu pemerintah yang hanya memperoleh 45% suara. Namun karena sistem pemilu yang agak rumit dan "aneh" telah menyebabkan oposisi hanya mendapatkan 45% (57) kursi parlemen dan pemerintah mendapat 55% (71 kursi). Dibandingkan pemilu sebelumnya, oposisi mendapatkan tambahan 1 kursi. Dan sebaliknya pemerintah berkurang 1 kursi.

Kubu pemerintah merupakan koalisi pro barat-Saudi Arabia yang terdiri dari partai Future Movement pimpinan Sa'ad Hariri (Islam Sunni), Phalanges dan Lebanon Force (kristen Maronite), serta Progressive Socialist Party (Druze, satu sekte Islam yang hanya ada di Lebanon) ditambah wakil independen. Sementara itu kubu oposisi yang terdiri dari Hizbollah (Shiah), Amal (Shiah), Syrian Socialist Party (Shiah) dan Free Patriotic Movement (Kristen Maronite) cenderung berpihak kepada Iran dan Syria.

Isu politik paling panas di Lebanon adalah tentang persenjataan Hizbollah. Dengan tekanan dari Amerika dan Uni Eropa, pemerintah terus-menerus melakukan upaya politik untuk memberangus senjata Hizbollah yang telah berhasil mengusir Israel dari Lebanon. Isu ini bahkan sempat menimbulkan pertikaian senjata yang berakhir pada kekalahan pemerintah tahun lalu. Menyusul kekalahan tersebut, Perdana Menteri Fuad Siniora (Islam Sunni) menghentikan tekanannya atas isu senjata Hizbullah. Tidak hanya itu, Siniora juga mengabulkan tuntutan oposisi untuk memberikan 11 kursi menteri dalam pemerintahan serta hak veto kepada kubu oposisi.

Sistem politik di Lebanon sangat janggal dibandingkan dengan prinsip-prindip demokrasi yang memberikan hak lebih besar kepada suara terbanyak. Sistem politik Lebanon adalah sistem distrik berdasar sektarianisme. Setiap kelompok agama mendapat jatah kursi di Parlemen, namun tidak berdasar populasi melainkan berdasarkan kesepakatan tahun 1989 yang diadakan untuk mengakhiri perang saudara yang telah berlangsung 15 tahun.

Sebagai contoh dalam pemilu yang baru berakhir, Shiah dan Sunni memiliki jumlah pemilih terdaftar sebanyak 873,000 and 842,000, namun keduanya mendapatkan kursi yang sama, yaitu 27 kursi. Di sisi lain Kristen Maronite dan Druze memiliki suara terdaftara sebanyak 697,000 dan 186,000. Namun mereka masing-masing mendapat jatah 34 dan 8 kursi, jauh dari proporsi pemilih mereka. Di samping itu terdapat 120.000 pemilih dari luar negeri (ekspatriat) yang memberikan suaranya di tanah air (karena konstitusi melarang pemilihan umum dilaksanakan di luar negeri).

Dengan tingkat pertisipasi pemilihan sebesar 52% dari 3 juta pemilih terdaftar kubu oposisi memperolah 840.000 suara (55% pemilih), dan kubu pemerintah hanya mendapat suara 692.000 suara (45%). Namun sistem pembagian kursi yang berlaku membuat oposisi hanya mendapat 57 kursi sementara pemerintah mendapat 71 kursi (termasuk tambahan 3 kursi dari partai-partai independen). Kejanggalan juga dialami partai Free Patriotic Movement (faksi terbesar dari golongan Kristen Maronite yang tergabung dengan kubu oposisi). Meski memenangkan suara dengan perolehan 52%, partai ini memperoleh kursi lebih kecil dibandingkan partai Kristen Maronite rivalnya yang tergabung dalam kubu pemerintah (Phalangis dan Lebanon Force).

Jadi fakta sebenarnya, berdasarkan prinsip demokrasi, kubu oposisilah yang sebenarnya memenangkan pemilu. Apalagi jika sistem pembagian kursi dirubah, atau pemilu benar-benar dilakukan dengan jujur dan adil. Perlu diketahui bahwa menjelang pemilu beberapa manuver politik dilakukan oleh para tokoh yang semestinya bersikap netral. Misalnya saja Presiden dan Patriach (pemimpin tertinggi Kristen Maronite Lebanon), dua orang figur penting yang semestinya bersikap netral, dalam kenyataannya telah melakukan manuver-manuver politik yang menguntungkan kubu pemerintah. Selain itu ada kecurigaan kuat bahwa sebagian besar pemilih ekspatriat yang berjumlah 120.000 orang telah diorganisir untuk memilih kubu pemerintah.

Kubu oposisi secara riel memenangkan perolehan suara dengan selisih hingga 10%, jauh di atas selisih kemenangan Presiden Obama atas John McCain yang hanya 6%. Namun oleh media massa Obama disebut-sebut memenangkan pemilu dengan gemilang, sementara oposisi Lebanon disebut-sebut kalah telak.

Konstalasi politik Lebanon sangatlah sulit ditebak. Jendral (Pur) Michael Aoun, pemimpin Free Patriotic Movement adalah seorang ikon penentang Syria, namun justru bergabung dengan kubu oposisi yang pro Syria. Di lain pihak Walid Jumlatt, pemimpin Druze yang dahulu merupakan sekutu setia Syria, berada di kubu pemerintah yang anti Syria. Akhir-akhir ini Jumlatt sering memberikan sinyal kuat untuk kembali bergabung dengan kubu pro Syria. Jika ini yang terjadi, maka kubu oposisilah yang akan menjadi pemenang dan berhak untuk membentuk pemerintahan karena komposisi kursi menjadi 65-63 untuk kemenangan kubu oposisi.

Hal menarik untuk disimak nantinya adalah apakah pemerintah mendatang akan tetap mempertahankan konsensus yang telah dibangun bersama kubu oposisi dalam pemerintahan terakhir, yaitu memberikan 1/3 kursi kabinet disertai hak veto kepada kubu oposisi serta mengendapkan pembahasan tentang persenjataan Hizbollah. Setiap pelanggaran atas konsensus tersebut, terutama mengenai isu persenjataan Hibollah yang didiktekan oleh barat kepada pemerintah, dapat mengancam Lebanon kembali berkubang dalam perang sipil. Dengan pengalamannya "mengalahkan" Israel dalam Perang Lebanon tahun 2006, ditambah kemenangan moril yang diperoleh dari hasil pemilu, Hizbollah tidak akan segan-segan untuk menggunakan senjatanya untuk melawan pemerintah sebagaimana dilakukan tahun lalu.

No comments: