Thursday, 16 July 2009
Arafat Dibunuh oleh Orang-orangnya Sendiri?
Kontroversi kematian pemimpin Palestina, Yasser Arafat, telah disadari orang sejak lama. Kini kontroversi ini semakin kuat, terutama di kalangan rakyat Palestina sendiri menyusul munculnya tuduhan oleh Sekjend Partai Fatah Farouq al-Qadoumi baru-baru ini bahwa kematian Arafat adalah akibat pembunuhan konspirasi yang dilakukan oleh Mahmoud Abbas (pemimpin Fatah dan Presiden Palestina pengganti Arafat) dan Mohammad Dahlan (mantan menteri keamanan Palestina).
Menurut Qadoumi Abbas dan Dahlan terlibat langsung dalam pembunuhan Arafat. Tuduhan tersebut didasarkan pada adanya pertemuan rahasia antara Abbas dan Dahlan dengan PM Israel Ariel Sharon, Menhan Israel Shaul Mofaz dan satu delegasi Amerika yang dipimpin oleh William Burns. Pertemuan tersebut diadakan awal Maret 2004 (Arafat meninggal tgl 11 November 2004).
Dalam pertemuan tersebut disepakati untuk dilakukan pembunuhan politik terhadap beberapa tokoh Palestina baik dari kelompok Hamas maupun Islamic Jihad, dua kelompok yang menjadi oposisi Fatah, partai pemerintah Otoritas Palestina yang dipimpin oleh Arafat dan Abbas sebagai tangan kanannya.
Menurut Qadoumi, Arafat secara langsung telah menunjukkan notulen pertemuan tersebut kepadanya. Qadoumi juga menambahkan bahwa Arafat memutuskan untuk melawan konspirasi tersebut dan memberitahukan rencana pembunuhan tersebut kepada para pemimpin Hamas dan Islamic Jihad. Dan karena itulah Arafat kemudian dibunuh.
KEMATIAN ARAFAT
Kematian Arafat sangatlah mencurigakan. Selain mendadak, otoritas yang berwenang memberikan keterangan medis tentang kematian Arafat juga menolak memberikan keterangan resmi penyebab kematian Arafat.
Pada tgl 25 Oktober 2004 Arafat terkena penyakit flu yang diawali dengan muntah-muntah saat mengikuti sebuah rapat. Meski telah mendapat perawatan medis kepresidenan ditambah beberapa tim medis dari Mesir, Yordania dan Tunisia, kondisi Arafat semakin memburuk hingga harus menjalani perawatan intensif di RS militer Perancis di Clamart, Paris. Namun demikian kondisi Arafat tidak juga membaik dan sebaliknya semakin memburuk hingga pada tgl 3 November mengalami coma hingga dinyatakan meninggal pada tgl 11 November 2004.
Berbagai informasi beredar beredar secara simpang siur mengenai penyakit yang menyebabkan Arafat meninggal. Beberapa media barat dan Israel, demi mendeskreditkan Arafat, mengembangkan isu Arafat terkena AIDS atau penyakit lever akibat alkohol, meski kemudian tidak terbukti. Kontroversi juga terjadi saat Suha, istri Arafat menolak kedatangan rombongan pejabat Palestina termasuk Abbas dan Dahlan yang ingin menjenguk Arafat. Suha menuduh para pejabat Palestina tersebut bermaksud "mengubur Arafat hidup-hidup". Sebaliknya para pejabat Palestina justru menuduh Suha menutup-nutupi kondisi Arafat yang sebenarnya.
Hukum Perancis melarang tenaga medis memberikan keterangan seputar kesehatan pasiennya kecuali kepada kerabat terdekat sang pasien. Dalam hal ini adalah Suha Arafat dan Nasser al-Qudwa (keponakan Arafat yang menjadi dubes Palestina di PBB). Hingga kini tidak ada keterangan resmi mengenai penyebab kematian Arafat, kecuali desas-desus belaka.
Media massa barat mengembangkan opini panyakit AIDS dan komplikasi lever karena kecanduan alkohol. Media massa Arab seia sekata menuduh Arafat korban pembunuhan. Koran terbesar Amerika, New York Times menolak kedua pendapat tersebut. Namun koran terbesar Israel, Haaretz dalam satu artikelnya menyatakan dengan "jujur" bahwa kematian Arafat adalah "kasus peracunan yang sangat klasik". Namun secara umum kecurigaan Arafat meninggal karena diracun adalah pendapat yang paling dominan.
Koran Arab Al-Kurdi menuduh Suha Arafat (seorang kristen Palestina, sebagian orang menuduhnya agen Israel yang disusupkan) sengaja menyembunyikan penyebab kematian Arafat dengan menolak autopsi terhadap jenazah Arafat. Al Kurdi menyerukan dibentuknya komisi independen untuk menyidiki kematian Arafat seraya menulis, "Setiap dokter yang menangani panyakit Arafat akan mengatakan kematiannya menunjukkan tanda-tanda keracunan," tulis Al Kurdi.
MASA-MASA AKHIR ARAFAT
Setelah bertahun-tahun memperjuangkan kemerdekaan Palestina dari penjajahan Israel dengan senjata, Arafat akhirnya merasa letih dan menerima alternatif perjuangan melalui perundingan. Perundingan pertama Palestina-Israel berlangsung di Oslo tahun 1993 yang menghasilkan "Perjanjian Oslo" dimana disepakati: secara gradual Palestina diberi hak pemerintahan sendiri di sebagian wilayah Jalur Gaza dan Tepi Barat dalam waktu 5 tahun. Sebagai konsekwensinya Palestina mengakui negara Israel, suatu langkah besar namun sulit yang dilakukan Arafat.
Perundingan kedua berlangsung di Wye River, Amerika, tahun 1988 yang menghasilkan Memorandum Wye River dimana disepakati tahap-tahap proses perdamaian oleh kedua negara.
Pada tahun 2000 diadakan perjanjian di Camp David yang gagal mencapai kesepakatan terutama dalam status kota Yerussalem, meski PM Israel Ehud Barak bersedia memberikan beberapa konsesi untuk Palestina.
Pada bulan Januari 2001 juga diadakan pertemuan antara Arafat dan Ehud Barak atas inisiatif Presiden Bill Clinton, bertempat di Taba. Namun pertemuan ini juga gagal menghasilkan kemajuan karena Barak harus menarik diri dari meja perundingan karena urusan kampanye.
Setelah itu hubungan Israel-Palestina yang membaik berkat upaya diplomasi yang gigih oleh Presiden Bill Clinton sejak Perjanjian Oslo tahun 1993 mulai memburuk setelah Amerika dipimpin oleh George W Bush. Keadaan semakin parah karena Israel kemudian dipimpin oleh tokoh konservatif Ariel Sharon. Puncak dari pertikaian itu adalah ditahannya Arafat di kantornya di Ramallah oleh tentara Israel yang mengepungnya selama berbulan-bulan. Dalam situasi ini George W Bush berdiri di belakang Sharon dengan membuat pernyataan yang menyudutkan Arafat sebagai "penghambat perdamaian".
Namun penyebab memburuknya hubungan Israel-Palestina juga disebabkan oleh kebijakan politik Arafat yang membiarkan faksi-faksi Palestina, termasuk partai pimpinannya, Fatah, melakukan serangan-serangan terhadap Israel. Hal ini disebabkan dua faktor. Pertama karena Arafat merasa kecewa kepada Israel yang terus-menerus menunda-nunda implementasi perjanjian perdamaian yang telah disepakati. Kedua adalah karena Arafat merasa terancam kepopulerannya oleh kekuatan radikal Palestina yang anti-Israel, yaitu Hamas dan Jihad Islam.
Pada tahap ini pemerintahan Israel di bawah pimpinan Ariel Sharon serta patronnya, George W Bush memutuskan untuk mengganti Arafat dengan pemimpin Palestina lain yang lebih moderat dan mudah dikendalikan. Dan Mahmoud Abbas adalah pilihan yang tepat.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment