Monday 27 June 2016

Brexit dan Oligarkhi Yahudi

Indonesian Free Press -- Hari Kamis (23 Juni 2016) rakyat Inggris memutuskan keluar dari persekutuan Uni Eropa setelah berpuluh tahun menjadi 'tulang punggung' persekutuan yang dibangun untuk membangun kesejahteraan bersama negara-negara Eropa itu.

Penyebab keluarnya Inggris dari persekutuan itu secara sekilas bisa dianalisa. Mayoritas rakyat Inggris telah muak dengan arus imigrasi yang berujung pada matinya industri dan tersingkirnya tenaga kerja lokal oleh para imigran. Dalam perspektif lebih luas rakyat Inggris telah muak dengan proyek multikulturalisme yang dipaksakan 'orang-orang asing' atas mereka sehingga menggerus nilai-nilai kebanggaan Inggris sebagai bangsa yang pernah menjadi penguasa dunia.

Namun, tanpa menyadari bahwa 'pilar-pilar' bangsa Inggris masih dikuasai oleh 'orang-orang asing yang berkuasa di balik layar', euforia semangat kembali ke jati diri bangsa Inggris itu akan sia-sia belaka.

Terkait dengan fenomena Brexit, atau keluarnya Inggris dari Uni Eropa, Indonesian Free Press (IFP) tertarik pada dua orang pangamat zionisme dan teori konspirasi yang cukup ternama, yaitu Gilad Atzmon dan Lasha Darkmoon. Atzmon yang juga aktifis pembela hak-hak Palestina di blognya yang terkenal pada 24 Juni menulis artikel berjudul "Brexit and Jewish Oligarchy". Sedangkan DR. Lasha Darkmoon pada hari yang sama menulis "Brexit wins! — Brits say ‘NO!’ to United States of Europe" di sebuah situs independen The Truthseeker.

"Brexit merupakan sebuah 'outlet' bagi rasa frustasi yang sangat bisa dimengerti ini. Namun masalah sebenarnya tidak berasal dari Uni Eropa. Akar masalahnya adalah immigrasi dan multikulturalisme, yaitu sebuah idiologi yang didisain untuk menindas setiap bentuk semangat chauvinisme (nasionalisme) yang secara mendasar merupakan bagian dari semangat idiologi marxisme. Inggris, sebagaimana negara-negara barat lainnya, telah menjadi obyek dari sebuah paradigma brutal yang didisain untuk mematikan para pekerja. Membanjiri Inggris dengan imigran adalah tindakan kesadaran politik yang didorongkan oleh orang-orang yahudi. Ini bisa dijelaskan. Orang-orang yahudi memiliki alasan rasional untuk takut pada kelas pekerja. Secara historis para pekerjalah yang telah bangkit melawan orang-orang yahudi. Memecah belah sebuah masyarakat menjadi bagian-bagian yang terfragmentasi dan terpecah belah adalah suatu kepentingan yahudi yang sangat jelas. Ketika sebuah masyarakat terpecah belah menjadi beberapa 'suku' dan 'identitas', yahudi akan menjadi 'suku' yang dominan," tulis Atzmon.

Meninggalkan Uni Eropa merupakan langkah tepat untuk menghindarkan diri dari bencana multikulturalisme dan imigrasi. Namun menjauhkan diri dari semangat tersebut sepenuhnya, nampaknya masih memerlukan waktu.

Semangat itu telah tertanam kuat di antara elit penguasa Inggris oleh orang-orang yang bukan pejabat Uni Eropa, seperti Milton Friedman, yang mengajarkan filosofi 'pasar bebas' kepada Margaret Thatcher. Demikian juga Goldman Sachs, George Soros dan para kapitalis 'pasar bebas' lainnya, mereka bukan orang-orang Uni Eropa.

"Warga Inggris menolak imigrasi, para bankir, ekonomi global, dan sistem dua partai yang telah memfasilitasi bencana ini berpuluh-puluh tahun. Namun rakyat Inggris gagal untuk menghancurkan akar dari permasalahan ini. Meninggalkan Uni Eropa tidak akan menghancurkan mereka. Bagi para oligarkhi yahudi, Brexit adalah lampu merah. Melepaskan cengkeraman akan menjadi strategi yang paling bagus. Namun apakah mereka akan menuruti nasihat sederhana ini? Saya meragukannya," tulis Atzmon lagi.

"Kebanyakan yahudi Inggris tidak ada urusan dengan hal ini. Liam Fox dan Michael Gove yang menjadi pemimpin gerakan Brexit, terkenal sebagai pelayan lobbi yahudi. Media yahudi tidak mendukung Brexit. Dan, secara krusial, jika orang-orang yahudi Inggris telah mengidentifikasikan gerakan meninggalkan Uni Eropa terkait dengan kekuasaan yahudi, perbankan yahudi, dan yahudi kiri pro-imigrasi, maka kita akan melihat formasi cepat dari kamoanye 'Yahudi untuk Brexit'. Ini adalah apa yang dilakukan orang-orang yahudi saat mereka melihat adanya ancaman terhadap kekuasaan mereka, mereka segera membentuk organisasi-organisasi yang bisa mengontrol oposisi," tambah Atzmon.

Sementara itu, DR. Lasha Darkmoon mengendus kepalsuan gerakan Brexit dengan masih bercokolnya elit-elit yahudi non-Inggris dalam struktur kekuasaan di Inggris, termasuk gubernur bank sentral Bank of England.

“Tunggu dulu, apakah tidak ada cukup warga Inggris untuk memegang jabatan ini? Bagaimana mungkin kita harus mengimpor warga Kanada untuk menjalankan ekonomi rakyat Inggris?" Tulis Darkmoon terkait dengan jabatan gubernur Bank of England yang dipegang yahudi Kanada, Mark Carney.

“Memperkuat hegemoni yahudi atas pasar ekonomi dan keuangan Amerika vis-a-vis bank-bank investasi yahudi yang kuat seperti Goldman Sachs dan sekutu-sekutu yahudinya di bank sentral Amerika, Eropa telah tersungkur ke bawah kekuasaan ekonomi dan keuangan yahudi. Para pejabat yang dipilih maupun tidak dipilih kini memerintah Eropa. Dan resep-resep mereka adalah “Goldman Sachs”," tulis Darkmoon.(ca)

1 comment:

Kasamago said...

Brexit ataupun tidak, sepertinya tdk ad pengaruh bagi UE. Kecuali separuh lebih anggotanya mengikuti langkah inggris. Tp apakah "mereka" akan membiarkan UE bubar ?? saya rasa tidak akan mungkin, klo toh negara2 eropa nekad, bencana baru akan dirancang utk benua eropa..