Wednesday, 5 October 2016

Rusia Pasang Rudal Anti-Ballistik dan Kerahkan Ribuan Personil Militer ke Suriah

Indonesian Free Press -- Rusia telah memutuskan untuk memasang sistem pertahanan udara baru, Antey-2500, di Suriah dan mengerahkan ribuan personil militer di Suriah. Ini adalah jawaban yang tegas atas 'ancaman' Amerika kepada Rusia paska kegagalan gencatan senjata yang digagas kedua negara. Sejumlah media internasional memberitakan penggelaran sistem pertahanan udara yang merupakan varian dari S-300 itu.

"Kemenhan Rusia mengumumkan pada hari Selasa bahwa Rusia telah mengirimkan sistem rudal S-300 ke pangkalan lautnya di Tartus, sebuah langkah yang diklaimnya untuk meningkatkan keamanan," tulis Associated Press, Rabu kemarin (5 Oktober).

Hal ini telah dikonfirmasi oleh Kemenhan Rusia melalui jubirnya, Igor Konashenkov.

"Sistem rudal anti-pesawat S-300 telah dikirimkan ke Suriah," kata Igor sebagaimana dikutip Associated Press.

Anatoly Tsyganok dari Center for Military Forecasts, Rusia, mengatakan kepada SputnikNews, bahwa Rusia membutuhkan tambahan sistem pertahanan canggih seperti Antey-2500 atau S-300 untuk melindungi kekuatan udaranya yang kalah jumlah dibandingkan Amerika. Saat ini Rusia hanya memimiliki sekitar 40 pesawat tempur di Suriah, sementara Amerika memiliki 140 pesawat tempur.

Dengan tambahan sistem pertahanan ini, Rusia kini memiliki 3 sistem pertahanan udara canggih di Suriah. Sebelumnya Rusia sudah menempatkan S-400 di pangkalan udaranya di Latakia, serta sebuah S-300 yang berada di geladak kapal perangnya di lepas pantai Suriah.

Antey-2500, menurut sejumlah pakar militer Rusia, memiliki keunggulan tersendiri dari varian-varian S-300 bahkan dari S-400 yang lebih modern. Senjata ini pernah ditawarkan ke Iran sebagai kompensasi pengiriman S-300 yang dibatalkan oleh Rusia, namun ditolak.

Sementara itu situs berita Moon of Alabama kemarin (5 Oktober) melaporkan bahwa Rusia dan Suriah telah sepakat bagi pengiriman ribuan personil militer Rusia ke Suriah bulan ini.

"Kemudian ada ini: 'Damaskus setuju dan Rusia telah siap untuk mengirim beberapa ribu personil pasukan khusus dan unit-unit lainnya bulan ini ke Suriah," demikian tulis laporan tersebut.

Sebagaimana diketahui, Rusia telah menempatkan ribuan personil militer di Suriah. Seperti pernah dilaporkan oleh Robert Fisk di Independent beberapa waktu lalu, ribuan pasukan itu ditempatkan di sejumlah pangkalan militer antara Latakia di utara Suriah hingga Palmyra di timur Suriah. Namun, selain dalam pertempuran merebut Palmyra, pasukan Rusia lebih banyak berperan pasif. Meski demikian kehadiran mereka mampu mengisi kevakuman yang ditinggalkan pasukan Suriah yang telah kehilangan banyak sumber daya sehingga mereka tetap bisa berkonsentrasi menggempur pasukan pemberontak di Aleppo, Deir Azzour dan Hama.

Keputusan pengiriman tambahan pasukan ini dihubung-hubungkan dengan ancaman Amerika kepada Rusia melalui diplomat senior Amerika John Kirby beberapa hari berselang, paska kegagalan gencatan senjata di Suriah. Namun belum ada konfirmasi tentang hal ini dari pihak-pihak yang berwenang di Suriah dan Rusia.

"Konsekuensinya adalah perang sipil akan berlanjut di Suriah dan para ekstremis akan terus memanfaatkan kekosongan di Suriah dengan memperluas operasinya, yang termasuk, tanpa perlu dipertanyakan, menyerang kepentingan Rusia, mungkin bahkan menyerang kota-kota di Rusia, dan Rusia akan terus mengirimkan peti mati ke Rusia (dari Suriah) dan akan terus kehilangan sumber dayanya, bahkan mungkin kehilangan lebih banyak pesawat tempur," kata Kirby kepada media Amerika.

Rusia langsung bereaksi keras atas komenter Kirby tersebut, menganggapnya sebagai ancaman terhadap Rusia. Apalagi setelah pada hari Senin (3 Oktober) kantor Kedubes Rusia di Damaskus mendapat serangan mortir dari wilayah yang dikuasai pemberontak.

"Misi diplomatik Rusia mendapatkan serangan mortir pada tanggal 3 Oktober. Salah satu bom meledak di area Kedubes. Untungnya tidak ada yang terluka meski misi diplomatik mengalami kerusakan material. Dua bom lainnya meledak di luar area Kedubes,” demikian pernyataan Kemenlu Rusia perihal pemboman tersebut.

Menurut keterangan tersebut, pemboman dilancarkan dari wilayah Jobar yang dikuasai kelompok al-Nusra Front dan Faylaq al-Rahman.

“Kami melihat pemboman ini sebagai konsekuensi dari tindakan-tindakan mereka, seperti Amerika dan sekutu-sekutunya, yang memprovokasi konflik di Suriah, bersekutu dengan para militan dan teroris dalam berbagai bentuk,“ tambah keterangan tersebut, merujuk pada Amerika.

Indonesian Free Press (IFP) dan sejumlah media internasional juga telah melaporkan bahwa Rusia secara diam-diam telah meningkatkan kembali kekuatan udaranya di Suriah dengan adanya pesawat-pesawat SU-25 yang sebelumnya telah ditarik dari Suriah setelah adanya perundingan gencatan senjata antara Amerika dan Rusia.

Tentang penggelaran kekuatan militer Rusia di Suriah ini Moon of Alabama menyebut bahwa Rusia tengah meladeni 'permainan keras' Amerika di Suriah.

"Rusia ingin mengingatkan Amerika bahwa Amerika harus berperang dengan Rusia dan sekutu-sekutunya jika ingin memaksakan keinginannya di Suriah. Rusia tidak akan menyerah pada keinginan Amerika tanpa berperang dengan sengit," tulis Moon of Alabama.(ca)

1 comment:

Kasamago said...

Suriah bnr2 ajang battle proven bgi sistem pertahanan udara suriah. Jika mmpu merontokan sluruh supremasi udara AS, mk jd hal luar biasa bg image senjata Russia