"Almarhum ayah saya adalah seorang sopir bus Sibualbuali di Sumatera Utara. Beliau kemudian bekerja keras sehingga menjadi pegawai Caltex dan dikirim kuliah ke Cornell University, Amerika Serikat. Meninggalnya almarhum ayah saya tidak ada kaitannya dengan PKI," kata Luhut dalam hak jawab yang disampaikan kepada VIVA.co.id, Kamis (25 Mei).
Luhut menuturkan konteks pernyataannya yang sebenarnya adalah menceritakan tentang seorang temannya yakni Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo. Agus adalah putra Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo, seorang Pahlawan Revolusi yang dibunuh pada peristiwa G30S/PKI.
Dalam jabatannya sebagai Gubernur Lemhannas sejak April 2016, lanjut Luhut, Agus merupakan bagian dari pemerintah dalam penyelenggaraan simposium nasional bertajuk 'Membedah Tragedi 1965 dari Aspek Kesejarahan' tahun lalu di Hotel Arya Duta.
Saat itu, muncul komentar negatif yang mengatakan bahwa simposium sudah dipengaruhi oleh PKI. Padahal simposium ini merupakan upaya akademik untuk menganalisa tragedi '65 dari perspektif sejarah.
"Mendengar komentar negatif tersebut, Pak Agus mengatakan ke saya bahwa orang yang berkomentar tersebut tidak pernah mengalami ayahnya dibunuh di depan matanya. 'Ayah saya ditembak mati di depan mata saya,' demikian kalimat beliau," kata Luhut.
Dengan menceritakan ini, Luhut bermaksud memberikan masukan kepada media dan masyarakat agar tidak gampang terhasut dengan isu yang disampaikan oleh narasumber yang tidak valid. Contohnya adalah isu komunisme.
"Presiden sendiri sudah memerintahkan Polri dan TNI untuk menindak tegas penyebar ideologi lain selain Pancasila. Maka media dan kita semua wajib mendukung upaya ini dengan selalu memastikan kejelasan latar belakang dari narasumber dan tidak ikut menyebarkan berita yang belum pasti kebenarannya," kata Luhut.
Atas kekeliruan dalam menangkap konteks pernyataan Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan dalam forum Rapimnas Golkar di Balikpapan, Kalimantan Timur itu, VIVA.co.id menyampaikan permohonan maaf.(ca/viva)
No comments:
Post a Comment