Friday 13 October 2017

Bingung, Saudi pun Beralih ke Rusia

Indonesian Free Press -- Kalau ada suatu negara yang tengah kebingungan setengah mati, itulah Saudi Arabia.

Setidaknya ada tiga hal yang membuat Saudi Arabia dilanda kebingungan setengah mati: kekalahan perang Suriah dan Yaman yang membuat pengaruhnya di kawasan melorot tajam dibanding Iran, Turki bahkan Qatar, murahnya harga minyak dunia yang menggerogoti pendapatan negara, serta ancaman fundamentalisme hingga perang saudara.

Dengan sikap Amerika yang tidak bisa diduga, Saudi tidak melihat pelindung lain yang bisa dipercaya selain Rusia. Apalagi, Rusia telah menunjukkan kekuatannya dengan menggagalkan proyek Perang Suriah yang digelar Amerika-Israel dan didukung kekuatan-kekuatan regional termasuk Saudi. Selain itu, Saudi juga tidak ingin kehilangan kesempatan mendapatkan gerbong dari kereta proyek Rusia-Cina menguasai kawasan strategis Euroasia, dengan pipa-pipa gas Rusia dan jalan raya dan kereta api cepat Cina menjadi urat nadinya.


Inilah yang mendasari kunjungan Raja Salman ke Rusia baru-baru ini. Kunjungan tersebut menghasilkan kesepakatan kerjasama ekonomi dan keamanan. Hal paling menghebohkan dari semuanya itu adalah penjualan sistem pertahanan udara S-400 Rusia ke Saudi. Tidak hanya itu, Rusia juga akan menjual sistem rudal Kornet-EM, TOS-1A, AGS-30, dan senjata Kalashnikov AK-103.

Kehebatan S-400 telah teruji selama konflik Suriah. Tidak satupun rudal ini ditembakkan Rusia, namun keberadaannya cukup mengubah peta keunggulan udara di atas Suriah. Pesawat-pesawat tempur Turki, Amerika dan NATO yang sebelumnya leluasa mengontrol udara Suriah, terpaksa harus menyingkir dan meminta ijin Rusia hanya untuk melintas.

Itulah sebabnya Turki menginginkan senjata ini, juga Iran. Dan kini, Saudi Arabia.

Takut, Saudi lebih jauh merapat ke Rusia, Amerika pun buru-buru mengumumkan persetujuan untuk menjual 44 peluncur rudal THAAD dan 360 rudalnya ke Saudi. Ini adalah versi pertahanan udara tercanggih Amerika.

Amerika pun mengatakan, "Penjualan ini meningkatkan kerjasama keamanan jangka panjang dengan Saudi dan negara-negara Teluk di hadapan ancaman Iran.”

Kunjungan Raja Saudi tersebut juga untuk menjamin proyek Vision 2030 yang dipimpin Putra Mahkota dan bakal raja Saudi, Pangeran Mohammad bin Salman (MBS). Proyek ini menghendaki harga minyak dunia yang membaik untuk menjamin tercapainya ambisi-ambisi besar Saudi di bawah kepemimpinan Raja Salman dan MBS. Rusia, yang juga terpukul dengan rendahnya harga minyak dunia, tentu saja menyambut inisiatif Saudi.

Dalam even 'Russia Energy Week' di Moscow, Menteri Energi Saudi Arabia, Khalid Al-Falih mengatakan bahwa penjualan saham perdana (IPO) Aramco akan dilakukan pada paruh kedua tahun 2018, maju dari pengumumuman sebelumnya pada tahun 2019. Pada November 2016 Rusia dan Saudi sepakat untuk mengurangi produksi minyak demi meningkatkan harga minyak dunia. Kesepakatan itu akan dibicarakan lagi dalam pertemuan OPEC di Vienna, November mendatang.

Saat harga minyak dunia meningkat ke harga $60-70 per-barrel seperti harapan Rusia-Saudi, IPO Aramco akan sangat menggembirakan Saudi Arabia.

Di antara kesepakatan ekonomi Rusia-Saudi yang tercapai dalam pertemuan Raja Salman dan Vladimir Putin adalah investasi langsung Aramco di Rusia senilai $2 miliar. Sinergi ini mengimplikasikan Saudi Arabia menginginkan jaminan suplai gas Rusia ke industri petrokimia Saudi, meningkatkan efisiensi sektor ini yang tentunya sangat berguna untuk mewujudkan Vision 2030.(ca)

1 comment:

Kasamago said...

Semoga dg merapatnya Saudi ke Russia, kawasan akan lebih sedikit longgar dr cengkeraman pengaruh barat