Monday 29 June 2015

Zionis, Jangan Remehkan Perlawanan Kaum Druze

Indonesian Free Press -- Politisi Druze Lebanon ketua Partai Tauhid, Wiam Wahhab, dengan berani menerobos blokade yang diterapkan gerombolan teroris Jabat Nusra dan ISIS terhadap desa Hadar di Gunung Hermon, Suriah.

Di tengah warga desa yang mayoritas adalah orang-orang Druze, Wahhab pun berpidato dengan penuh semangat.

"Biarkan semua sponsor terorisme di kawasan ini mengetahui bahwa setiap agresi terhadap Desa Hadar akan meledakkan seluruh Lebanon, Suriah dan Palestina. Setiap serangan terhadap Hadar akan menjadi serangan terhadap Rashaya, Hasbayya, Golan, Lebanon, Suriah dan Palestina."

Wahhab pun memuji warga Druze di Majdal Shams, Golan, yang dengan berani menyerang ambulan Israel yang membawa anggota-anggota Jabat Nusra yang terluka, membunuh seorang anggota Jabat Nusra dan melukai sejumlah tentara Israel yang melindunginya.

Menurut Wahhab semangat Arabisme dan dukungan kepada Presiden Bashar al Assad adalah solusi satu-satunya bagi warga Druze di Golan dan Suriah. Sementara setiap penindasan Israel terhadap warga Druze akan dihadapi dengan perlawanan rakyat. Demikian kata Wahhab.

Ini merupakan perkembangan terbaru dari konflik Suriah yang kini semakin meluas dengan melibatkan warga Druze, yang selama ini terkesan menghindar dari konflik demi keselamatan mereka. Namun, penindasan yang terus mereka alami dari kelompok-kelompok teroris Jabat Nusra dan ISIS yang didukung Israel, negara-negara barat dan sejumlah negara Arab, memaksa mereka untuk mengangkat senjata.

Selama konflik di Suriah, puluhan warga Druze telah dibunuh oleh kelompok-kelompok teroris, sementara ratusan lainnya dipaksa pindah keyakinan.

Pidato Wahhab dan aksi sporadis orang-orang Druze di Golan menyerang ambulan-ambulan Israel pengangkut teroris Jabat Nusra minggu ini, merupakan penanda kemunculan kembali perlawanan orang-orang Druze.

Saturday 27 June 2015

INDONESIA adalah ANGOLA BERIKUTNYA?

Dari status Facebook Rudi Rosidi


Ada puluhan ribu pekerja konstruksi asal Cina di Angola. Ditempat pembangunan sebuah mall saja ada lebih dari 600 orang. Para pekerja Cina dianggap sebagai pekerja keras. Sementara ada ribuan proyek di Angola yang dikerjakan Cina.

Hampir seluruh pekerja proyek didatangkan dari Cina. Alasannya adalah untuk kecepatan kerja dan efisiensi. Gaji pekerja Cina Rp 400.000 sehari dan merupakan sebuah nilai yang besar untuk ukuran para pekerja pribumi Angola. Tapi seluruh gaji pekerja dikirimkan kembali ke Cina.

Banyaknya proyek Cina membuat Luwanda sebagai kota yang maju. Tapi tingkat pengangguran penduduk setempat sangat tinggi.

Mari kita renungkan dan bandingkan dengan keadaan yang terjadi sekarang di Indonesia sejak Jokowi berkuasa. Apakah ada kesamaan? Sepertinya iya. Sebab Jokowi sudah membuat kebijakan yang sangat memberikan ruang pada Cina untuk:

1. Menjadi investor proyek infrstruktur
2. Menjadikan pekerja Cina sebagai pelaksana proyek infrastruktur tersebut
3. Memberikan hak asing untuk memmiliki properti di Indonesia

Di Balik Samaran, Israel Ujicoba Bom Nuklir Mini

Indonesian Free Press -- Dengan dalih ingin mengetahui efek dari bom nuklir mini,  atau biasa disebut 'dirty bomb', Israel melakukan 20 peledakan ujicoba bom sejenis di sebuah padang pasir di selatan negara itu. Demikian media Israel Haaretz melaporkan, 8 Juni lalu.

Menurut Haaretz, penelitian tentang efek 'dirty bom' itu telah berlangsung selama 4 tahun dan darinya disimpulkan bahwa bom jenis ini menghasilkan tingkat radiasi yang rendah. Menurut para peneliti Israel, tingkat radiasi yang ditimbulkan tidak sampai tingkat membahayakan kesehatan manusia.

Perlu dicatat, laporan 'Haaretz' ini mengkonfirmasi sejumlah laporan media-media independen tentang penggunaan bom sejenis dalam sejumlah serangan Israel di negara-negara target, termasuk dalam sebuah serangan udara di Yaman baru-baru ini, serta sejumlah serangan udara Israel di Suriah.

Tentang serangan bom nuklir mini di Yaman silakan klik disini: http://www.veteranstoday.com/2015/05/29/how-israel-was-busted-nuking-yemen/. Tentang serangan serupa di Suriah klik di sini: http://www.presstv.ir/detail/2013/05/10/302772/was-syria-nuked/ 

Tidak hanya itu, mantan kepala BIN Jendral ZA Maulani juga mensinyalir serangan Bom Bali I juga menggunakan bom jenis ini. Apalagi dengan adanya sejumlah laporan mengenai keberadaan kapal perang Amerika di Bali, beberapa saat sebelum serangan tersebut terjadi.

“Hanya mikro nuklir yang memiliki efek ledakan seperti itu, bukan RDX apalagi TNT. Dan mikro nuklir yang ada di dunia ini hanya diproduksi di instalasi nuklir Dimona, milik Israel,” kata ZA Maulani seperti dikutip situs media tanah air.

Di Bulan Ramadhan Ulama Wahabi Lakukan Tindakan Tidak Terpuji

Indonesian Free Press -- Ulama muda kelompok Wahabi-Salafi, Abu Husein Ath Thuwalibi alias Sony, melakukan tindakan tidak terpuji dengan menganiaya Ustad Marhadi, penulis buku “Bukan Fitnah Tapi inilah Faktanya”.
      
Menurut laporan situs nugarislurus.com tanggal 24 Juni lalu, peristiwa itu terjadi di Masjid Raya Bogor tempat berlangsungnya bedah buku tersebut hari Minggu (21 Juni).

Saat itu Ustad Marhadi tengah menyimak pertanyaan seorang peserta, ketika Sony secara diam-diam mendatanginya dari belakang dan memukul bagian belakang kepalanya.

Sebelumnya, saat Ustadz Marhadi memaparkan penjelasan tentang bukunya, Sony marah-marah dan menuding Ustadz Marhadi sebagai pendusta.

Inilah bentuk perilaku kelompok wahabi-salafi yang selalu menolak cara-cara elegan seperti diskusi ilmiah, dan lebih mengedepankan caci maki dan aksi fisik. Bahkan ironisnya tindakan tidak terpuji itu dilakukan di bulan Ramadhan, dimana seharusnya umat Islam menahan diri dari hawa nafsu.

Sony sendiri dikabarkan telah meminta ma'af atas kejadian itu melalui media sosial, namun ia kembali membuat pernyataan tidak simpatik setelah permintaan ma'afnya itu.

Menurut sejumlah informasi dari kalangan Aswaja, langkah hukum tengah dipersiapkan untuk mencegah tindakan serupa terulang lagi.

Monday 22 June 2015

Rencana Amerika Memecah Belah Irak untuk Imbangi Iran

"Nasib Irak telah ditentukan pada saat kita menginvasinya (tahun 2003): mereka tidak memiliki masa depan lagi sebagai sebuah negara. Irak telah ditentukan untuk terpecah-belah menjadi setidaknya 3 negara kecil. Inilah tujuan sebenarnya kelompok pemuja perang yang tidak diumumkan: menghancurkan Irak, dan juga seluruh kawasan Timur Tengah. Tujuan mereka, dalam jangka pendek, adalah kekacauan, dan inilah apa yang benar-benar kita lihat terjadi saat ini," tulis Justin Raimondo, editor situs  Antiwar.com.

Namun, tujuan pecah belah Irak itu sudah tidak lagi tersembunyi. Komisi Senat AS yang membidangi masalah militer, awal bulan Mei lalu telah menyetujui RUU untuk memecah belah Irak menjadi 3 entitas negara. Dan sejak itu, agenda tersebut bukan lagi sebuah 'teori konspirasi'.

Kepala Staff Gabungan (Panglima Militer) Amerika Martin Dempsey, pada hari Rabu (17/6) mengakui di hadapan sidang dewan legislatif Congress bahwa upaya Amerika untuk merekrut milisi Sunni untuk mengusir kelompok ISIS dari kota Ramadi dan Provinsi Anbar, Irak, mengalami kegagalan. Dari 24.000 personil yang ditargetkan, hanya bisa direkrut sebanyak 7.000 personil saja, dan hal itu dianggap tidak cukup.

Sementara itu Menhan Ashley Carter, dalam momen yang sama  mengingatkan kegagalan itu bisa memancing Amerika untuk mengalihkan kebijakannya dengan mempersenjatai dan melatih suku-suku dan kelompok-kelompok sektarian, mengabaikan pemerintah Irak dengan memecah Irak menjadi beberapa 'negara mini' berdasar etnis dan sektarian.

“Bagaimana jika sebuah Irak yang multi-sektarian tidak lagi bisa bertahan? Itu adalah bagian penting dari strategi kita yang berjalan di lapangan,” kata Carter.

Sunday 21 June 2015

Dunia di Penghujung Umur, Rusia-AS Terlibat Lomba Senjata

Anda boleh menganggap Gary Moore 'lebay' dengan menulis lagu 'The End of the World', hanya karena patah hati. Namun kali ini anggapan tersebut harus dibuang jauh-jauh. 'The End of the World' kini telah menjadi sebuah keniscayaan, setelah Rusia terlibat 'lomba senjata' dengan Amerika dan NATO di Eropa. Dan apalagi ujung dari suatu persaingan semacam itu, selain perang nuklir?

Dalam pernyataan pers di sebuah fasilitas latihan menembak di Alabino, Moskow minggu lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan bahwa Rusia akan segera menerima lebih dari 40 rudal ballistik antar benua baru yang menurutnya 'sanggup menembus semua sistem pertahanan lawan'.

Pernyataan tersebut sekaligus menjadi peringatan kepada AS dan negara-negara Eropa barat bahwa Rusia memiliki kemampuan nuklir yang harus dipertimbangkan AS dan sekutu-sekutunya itu sebelum melakukan konfrontasi dengan Rusia.

"Tahun ini, kekuatan nuklir kita akan mendapatkan lebih dari 40 rudal ballistik antar benua yang sanggup menembus semua sistem pertahanan yang ada, bahkan yang paling canggih sekalipun," kata Putin.

Putin juga kembali menegaskan bahwa negaranya akan terus melanjutkan program peningkatan kemampuan militernya secara besar-besaran, kendati kondisi ekonomi Rusia kini tengah dalam kesulitan karena merosotnya harga minyak yang menjadi sumber pendapatan negara serta sanksi ekonomi barat.

Sunday 14 June 2015

"Perlawanan" yang Menyerang Balik dan Berkah untuk Iran

"Kampanye AS melawan ISIS mengalami kegagalan, bukan karena kurangnya pasukan, namun karena bekerjasama dengan mereka yang tidak ikut memerangi mereka, seperti Saudi dan Turki," kata Patrick Cockburn, wartawan senior AS.

Atau lebih tepat lagi, AS dan koalisinya mengalami kegagalan dalam memerangi kelompok teroris ISIS karena justru merekalah yang membentuk, melatih, mendanai dan mengarahkan kegiatan ISIS.

Masuk akalkah bagi kita, ketika AS melancarkan kampanye anti-ISIS, kelompok ini justru semakin berkembang kekuatan dan kekuasaannya? Dalam sebulan terakhir mereka berhasil merebut kota Ramadi di Irak serta Idlib, Jisr al-Shugour dan Palmyra di Suriah. Padahal, dalam kasus Libya tahun 2011, militer pendukung penguasa Moammar Khadafi yang jauh lebih kuat dari ISIS menjadi tidak berdaya ketika berhadapan dengan pasukan udara NATO sehingga dengan mudah dikalahkan oleh pemberontak.

Sudah menjadi pengetahuan umum di Irak bahwa pesawat-pesawat pembom Amerika lebih sering membom posisi pasukan Irak dalam pertempuran melawan ISIS. Dan ketika ratusan kendaraan tempur ISIS berkonvoi untuk menyerang kota-kota di Irak dan Suriah, tidak satupun pesawat tempur koalisi Amerika yang mencegahnya.

Dan inilah kesaksian wartawan senior Inggris Robert Fisk dalam tulisan terakhirnya tentang konflik Suriah: 'Syrian civil war: Can Assad’s regime survive the onslaught from Isis and Jabhat al-Nusra?' di media The Independent hari Jumat (13/6).

Friday 12 June 2015

Panglima AU Saudi Tewas karena Serangan Rudal Scud Yaman

Media-media Saudi baru-baru ini mengabarkan panglima Angkatan Udara mereka, Jendral Muhammad bin Ahmed al-Shaalan, tewas akibat serangan jantung. Di sisi lain mereka dan media-media barat juga mengabarkan adanya serangan rudal-rudal Scud Yaman terhadap pangkalan-pangkalan udara Saudi. Mereka menyebutkan, rudal-rudal Scud tersebut berhasil ditembak jatuh oleh rudal-rudal Patriot Saudi yang dikirimkan Amerika.

Media Iran, Fars News Agency hari Kamis (11/6) memberikan laporan yang bertolak belakang atas 2 peristiwa terpisah tersebut. Menurut 'Fars', Jendral Muhammad bin Ahmed al-Shaalan tewas akibat serangan rudal-rudal Scud Yaman.

Laporan Fars News Agency tersebut juga dibenarkan oleh situs-situs terpercaya seperti Debkafile dan IHS Janes yang melaporkan kematian Jendral Muhammad bin Ahmed al-Shaalan oleh serangan rudal Yaman. IHS Jane's menulis laporan berjudul 'Royal Saudi Air Force commander dies - IHS Jane's 360', sedangkan DebkaFile dengan laporannya berjudul 'Saudi air chief killed in Yemeni rebel Scud attack on Khamis Mushayt air base'.

IHS Jane's menjadi media pertama yang melaporkan peristiwa itu, yaitu hari Selasa (9/6).

Mengklaim mendapat informasi terpercaya dari sumber keamanan Saudi -- proporsi besar personil militer Saudi memiliki hubungan keluarga ataupun pernikahan dengan Yaman yang dalam konflik dengan Saudi saat ini dibantu oleh Iran -- Fars melaporkan bahwa Jendral Muhammad bin Ahmed al-Shaalan tewas karena serangan rudal Yaman terhadap pangkalan militer Amir Khalid di kawasan Khamees al-Mushait, hari Jumat (5/6).

Wednesday 10 June 2015

Mengapa Israel Tidak Menyerang Iran Tahun 2010 Lalu?

Isyu tentang adanya rencana Israel menyerang Iran pada tahun 2010 lalu kembali merebak di kalangan pengamat politik internasional pada tanggal 7 Juni lalu.

Adalah konperensi tahunan media zionis Jerussalem Post di New York yang menjadi pemicunya. Kala itu, empat orang yang terlibat langsung dalam 'rencana' serangan itu bertemu sebagai panel: mantan panglima militer Letjend Gabi Ashkenazi, mantan Direktur Mossad Meir Dagan; 2 mantan anggota Dewan Keamanan Nasional Mayjend Giora Eiland dan Mayjend Uzi Dayan, serta kolumnis senior Caroline Glick.

Adapun yang bertindak sebagai moderator dalam diskusi tersebut adalah editor senior Jerusalem Post, Steve Linde.

Pada bagian akhir diskusi, terjadi perdebatan sengit antar anggota panel tentang isyu rencana serangan Israel terhadap Iran, ketika Glick, yang dikenal sebagai pendukung kebijakan garis keras Israel mengklaim bahwa pada tahun 2010 Gabi Ashkenazi dan Meir Dagan mendapat perintah dari Perdana Menteri Netanyahu untuk melakukan serangan militer terhadap fasilitas-fasilitas nuklir Iran, namun mereka menolak, dan karenanya mereka layak disebut sebagai pembangkang.

Glick menyalahkan sikap membangkang Ashkenazi dan Dagan atas batalnya Israel menyerang Iran sehingga menempatkan Israel pada posisi status quo dalam konteks permusuhan dengan Iran.

Mendapat serangan keras itu, Meir Dagan pun menolak keras tudingan itu:

"Anda tidak berada di sana (pemerintahan), dan Anda tidak mengetahui apa yang terjadi."

Tuesday 9 June 2015

Pertempuran yang Sebenarnya di Suriah Baru akan Dimulai

"Dunia akan terkejut dengan apa yang kami dan pemerintah Suriah persiapkan dalam beberapa hari ke depan," kata Jendral Qassem Soleimani usai melakukan inspeksi di wilayah pertempuran di Idlib, Suriah, sebagaimana dikutip kantor-kantor berita Iran awal Juni.

Pernyataan itu disampaikan setelah pasukan Suriah mengalami pukulan-pukulan berat, terutama dengan kehilangan kontrol atas wilayah Jisr al-Shughur di Provinsi Idlib pada tanggal 25 April lalu. Wilayah ini sangat strategis karena menghubungkan Latakia dan kawasan Pantai Mediterania dengan Hama dan wilayah tengah Suriah.

Kekalahan itu menyusul kekalahan pasukan Suriah mempertahankan kota Palmyra yang prestisius. Pada bulan Februari lalu pasukan Suriah juga gagal melakukan upaya untuk memotong jalur suplai pemberontak di utara Aleppo.

Karena kekalahan-kekalahan tersebut, pemerintah Suriah pun berada dalam kondisi kritis dan terpaksa harus mengkonsentrasikan kekuatannya untuk menjaga tempat-tempat strategis dan meninggalkan wilayah yang lebih luas untuk dikuasai pemberontak.

Kondisi itulah yang memaksa sekutu-sekutu Suriah, terutama Iran, untuk mengerahkan kekuatan membantu memulihkan kekuasaan pemerintah Suriah.