Wednesday 23 October 2019

Prabowo, Tulsi Gabbard dan 'Oposisi Terkendali'

Indonesian Free Press -- "Cara terbaik untuk mengendalikan oposisi adalah dengan memimpin mereka," demikian perkataan terkenal dari pemimpin komunis Rusia Lenin.

Para 'pembela kebenaran' (truthers) di Amerika saat ini tengah terbuai oleh sosok politisi perempuan dari partai Demokrat yang tengah menapaki jalan untuk menjadi kandidat presiden AS mendatang, bernama Tulsi Gabbard.

Wartawan dan blogger senior Finian Cunningham, misalnya, menulis di blog Strategic Culture 18 Oktober lalu artikel berjudul 'Tulsi Nails it on National TV… US Regime-Change Wars'. Sementara Jonas E. Alexis sehari kemudian menulis di situs Veterans Today artikel serupa berjudul 'Tulsi Gabbard Takes Hillary Clinton'.

Monday 21 October 2019

Jangan Berkhianat

Indonesian Free Press -- Bagi sebagian besar pendukung Prabowo dalam pilpres lalu, pilpres bukan sekedar memilih presiden. Khususnya bagi mereka yang beragama Islam, mendukung Prabowo adalah membela kebenaran dan menentang kejahatan sebagaimana ajaran agamanya. Karena mereka melihat dengan sangat jelas bahwa lawan Prabowo adalah kejahatan. Mereka tidak melihat latar belakang Prabowo, hanya melihat lawan Prabowo. Cukup bagi mereka Prabowo mengaku sebagai seorang Muslim yang sholat dan membayar zakat dan tidak memusuhi Islam.

Maka ketika Prabowo berbalik arah mendukung kubu lawan meski jelas-jelas telah terjadi kecurangan dan kezoliman, pendukung-pendukung Prabowo tersebut pun berbalik arah memusuhinya. Namun ada pendukung Prabowo, juga dari kalangan Muslim, yang selain mendukung karena prinsip kebenaran-kejahatan juga melihat faktor personal. Maka ketika Prabowo berbalik arah, mereka masih mencari apologi untuk tetap mendukungnya.

Saturday 19 October 2019

Trump Ancam Erdogan Melalui Surat


Indonesian Free Press -- Presiden AS Donald Trump mengancam Presiden Turki Erdogan melalui surat untuk mencegah serangan Turki ke Kurdistan Suriah. Namun Presiden Turki membuang surat itu ke tong sampah dan memutuskan menyerang Kurdistan pada hari yang sama. Demikian seperti dilaporkan Press TV, 17 Oktober.

Gedung Putih mengumumkan surat tertanggal 9 Oktober tersebut ke publik pada hari Rabu (16 Oktober) untuk mengurangi kemarahan publik kepada Trump terkait keputusannya menarik pasukan Amerika dari Kurdistan yang memberi jalan kepada Turki untuk melakukan serangan.

Mesin Politik di Belakang Greta Thunberg


Indonesian Free Press -- Beberapa tahun lalu saya melihat berita di teve tentang kunjungan mantan PM Inggris Tony Blair di Indonesia. Dalam sebuah acara ternyata orang yang bertanggungjawab atas Perang Irak yang menelan nyawa ratusan ribu rakyat tak berdosa itu ditemani oleh artis pendatang baru Maudy Ayunda. Saat itu juga saya berkata kepada istri saya bahwa Ayunda bakal menjadi selebritis top Indonesia. Dan benar saja, saat ini tidak ada bintang iklan yang lebih sering muncul di televisi ketimbang Ayunda.

Gambar: Greta Thunberg dan pose mata dajjal

Dan ketika muncul fenomena sosok 'pejuang lingkungan' Greta Thunberg saya langsung bisa merasakan adanya 'kekuatan besar tidak terlihat' di belakangnya. Hanya berbekal aksi protes di depan gedung parlemen Swedia, dalam waktu singkat Greta menjadi sosok fenomenal: muncul di kover muka majalah-majalah utama dunia, menjadi subyek bagi ribuan artikel di media-media massa, berpidato di sidang PBB hingga menjadi nominator pemenang Nobel Perdamaian. Ribuan pejuang lingkungan di dunia yang menghabiskan seluruh hidupnya tidak mendapatkan keberuntungan seperti itu meski hanya seper-seratusnya.

Wednesday 16 October 2019

George Soros: Teroris Billioner

Indonesian Free Press -- Baru-baru ini saya berdebat tentang pengaruh komunisme Cina di Indonesia dengan seorang analis politik internasional yang cukup dikenal di kalangan netizen. Analis tersebut menertawan saya yang mengatakan bahwa komunisme Cina sudah mati dan gerakan komunisme internasional kini berpusat pada sosok bernama George Soros.

Analis tersebut yang masih berfikir teoritis bahwa politik dunia terbagi ke dalam dua poros, kiri yaitu faham komunisme dan sosialisme dan kanan yaitu faham kapitalisme, menganggap pendapat saya tersebut melenceng jauh karena Soros adalah seorang kapitalis Amerika. Bagaimana mungkin seorang kapitalis menjadi patron gerakan komunisme? Demikian pikirnya.

Tuesday 15 October 2019

Pasukan AS Halang-Halangi Suriah Bantu Kurdi

Indonesian Free Press -- Pasukan AS menghalang-halangi pasukan Suriah yang hendak memasuki wilayah konflik untuk membantu Kurdi. Ini semakin membuktikan adanya kerjasama antara Turki dan AS dalam aksi serangan Turki ke wilayah Kurdistan Suriah.

Seperti dilaporkan The Daily Beast hari ini (14 Oktober) meski pemerintah AS telah mengumumkan penarikan pasukannya di Kurdistan Suriah pasukan AS yang masih tinggal (sekitar 1000 personil) menghalang-halangi pasukan Suriah yang hendak membantu para pejuang Kurdi.

Media-media lokal seperti 'Raqqa Is Being Silently Slaughtered' dan kelompok pemantau krisis Suriah yang berbasis di Inggris Syrian Observatory for Human Rights melaporkan bahwa pada Minggu petang pesawat-pesawat AS membomi pasukan Suriah di dekat Tabqa, Mansour, dan Khasham. Sejumlah pasukan Suriah dan milisi pro-Suriah tewas dan terluka. Demikian tulis laporan itu.

Sunday 13 October 2019

Suriah Hadang Turki di Manbij

Indonesian Free Press -- Pasukan Suriah mengambil alih kota Manbij dari milisi Kurdi untuk mencegahnya jatuh ke tangan Turki. Langkah ini didukung oleh Amerika dan Rusia. Demikian laporan Sputnik News, Sabtu (12 Oktober). Sementara itu invasi Turki ke Suriah terus memakan korban di tengah-tengah kecaman internasional atas Turki. 

Sputnik News menyebutkan bahwa langkah tersebut diambil setelah terjadi kesepakatan antara Rusia dan Suriah di satu pihak dengan Amerika dan kelompok Syrian Democratic Forces (SDF) di pihak lainnya.

"Kesepakatan termasuk penempatan unit-unit militer bersenjata berat Suriah di Manbij, dimana mereka akan mengibarkan bendera nasional Suriah di bangunan-bangunan pemerintah sebagaimana pintu gerbang kota," tulis laporan itu.

Akhirnya Saudi Gelar Perundingan dengan Houthi

Indonesian Free Press -- Seperti sudah diduga oleh banyak pengamat Saudi akhirnya berusaha mengakhiri petualangannya yang gagal di Yaman tanpa harus kehilangan muka lebih banyak. Dan upaya itu adalah dengan mengadakan perundingan dengan pejuang Yaman.

"Saudi tengah menggelar perundingan dengan kelompok Houthi untuk pertama kalinya selama lebih dari dua tahun sebagai tanda keinginan Riyadh untuk meredakan pertikaian setelah serangan mematikan atas kilang minyaknya bulan lalu," demikian tulis Associated Press kemarin (13 Oktober).

Saturday 12 October 2019

Tanker Iran Dirudal di Lepas Pantai Saudi

Indonesian Free Press -- Sebuah kapal tanker dirudal di lepas pantai Jeddah, Saudi Arabia. Iran mengancam akan melakukan tindakan balasan namun belum diketahui siapa pelaku penyerangan tersebut. 

Seperti dilaporkan Associated Press, Jumat (11 Oktober), kapal tanker Iran 'Sabiti' dihantam oleh dua rudal saat berlayar di Laut Merah di lepas pantai Jeddah, Saudi Arabia, Jumat. Rudal menghantam dalam selang waktu setengah jam namun belum diketahui jenis rudal dan siapa yang meluncurkan.

Serangan terjadi sekitar pukul 5 dini-hari, merusak dua ruangan dan menimbulkan kebocoran minyak. Namun kebocoran telah berhasil dihentikan dan kapal kemudian berlayar menuju Iran. Diperkirakan kapal mengangkut 1 juta barrel minyak mentah.

Thursday 10 October 2019

'Deep State' dan Kesamaan Kondisi Indonesia dan Amerika

Indonesian Free Press -- Kami melihat kesamaan kondisi di Indonesia dan Amerika saat ini. Yaitu, ketika dua kekuatan gelap berbenturan dan di atas keduanya berdiri kekuatan gelap yang sebenarnya, yang lebih kuat namun lebih sulit dilihat.

Di Amerika kini terjadi pergumulan antara kubu Presiden Donald Trump melawan kubu Partai Demokrat sebagaimana ditulis dalam postingan sebelum ini. Blogger dan penulis terkemuka Mike Adams dan Israel Shamir menyebut kekuatan di belakang Demokrat sebagai 'Deep State' yang terdiri dari para birokratis Partai Demokrat seperti suami istri Bill dan Hillary Clinton, Barack Obama, dan Joe Biden, media-media massa arus utama seperti Washington Post dan New York Times, inteligen FBI/CIA, bankir-bankir IMF/World Bank, Liberalis/Internasionalis. Sedangkan Donald Trump, seperti ditulis oleh Ian Greenhalgh dari Veterans Today didukung oleh kelompok-kelompok mafia Rusia-Israel, zionis Israel-Amerika seperti Partai Likud Israel, kelompok2 lobi dan buzzer yahudi Anti-Defamation League (ADL), Southern Poverty Law Centre (SPLC) dan American-Israeli Public Affairs Committee (AIPAC).

Tuesday 8 October 2019

MENGAPA TRUMP DI-IMPEACH?

Indonesian Free Press -- "Alih-alih menutupi wajah mereka dan membatalkan pencalonan Biden pada pilpres 2020 mendatang, Demokrat dengan dipimpin oleh Ketua DPR Pelosi memutuskan untuk meng-impeach Presiden karena membongkar kejahatan mereka," tulis pengamat politik senior Ukraina, Israel Shamir, di situs The Unz Review, 30 September. 

Seperti diketahui Presiden AS Donald Trump (Partai Republik) tengah menghadapi impeachment (upaya pemakzulan) yang dilakukan DPR AS yang dikuasai kubu Partai Demokrat dan diketuai politisi Nancy Pelosi. Hal ini terjadi karena Trump diketahui telah menekan pemerintah Ukraina untuk menyelidiki kejahatan Joe Biden (mantan Wapres AS di bawah Barack Obama) di Ukraina. Biden adalah kandidat utama lawan Trump dalam pilpres mendatang.

Saturday 5 October 2019

Saudi Menyerah Saat Spekulasi Kudeta Kekuasaan Merebak

Indonesian Free Press -- "Aliansi anti-Iran antara Amerika, Israel dan Saudi Arabia berantakan," tulis media terkemuka Israel Haaretz, Kamis (3 Oktober) setelah pemimpin de-facto Saudi, Pangeran Mohammad bin Salman (MBS) mengatakan bahwa perang melawan Iran hanya akan membuat kehancuran ekonomi global.

Pernyataan MBS tersebut bertolak belakang dengan retorika-retorika perang yang disampaikannya setelah terjadinya serangan drone terhadap kilang minyak Aramco pertengahan September lalu yang menghancurkan produksi minyak saudi hingga 50% lebih. 

"Tidak saja serangan yang canggih dan mematikan atas pangkalan minyak Saudi yang berlalu tanpa aksi balasan dari Saudi dan Amerika, Saudi Arabia bahkan menyatakan keinginan berdialog dengan Tehran,” tambah Haaretz.