Saturday 12 November 2016

Trump = Hitler Baru?

 Indonesian Free Press -- Tulisan ini sama sekali tidak untuk membela Hillary Clinton, capres yang dikalahkan Donald Trump dalam pemilu Amerika tanggal 9 November lalu. Ini hanya untuk mengingatkan publik tentang konspirasi jahat di balik konspirasi jahat kemenangan Donald Trump.

Mari kita kembali ke masa sebelum Perang Dunia II, dimana sentimen anti-yahudi dan perasaan keagamaan serta kecintaan pada nilai-nilai tradisional masyarakat Kristen Eropa dan Amerika yang masih kuat. Masa dimana bikini belum dikenal dan bunga bank masih dianggap tabu di Amerika dan dunia, dan rakyat Mexico yang memberontak memenuhi perintah Sri Paus untuk menyerah kepada pemerintah meski mereka tahu bakal dijatuhi hukuman mati sementara mereka baru saja berhasil mengalahkan pasukan pemerintah.

Setelah melihat yang kehancuran yang terjadi di Rusia, Jerman dan seluruh Eropa, dimana raja-raja dan simbol-simbol agama, tatanan sosial, ekonomi dan politik hancur lebur, semua mata tertuju pada kekuasaan terselubung orang-orang yahudi, dan revolusi yang menghancurkan pun telah membayangi. Apalagi setelah terbongkarnya dokumen rahasia Protocol Zion tahun 1905 yang berisi rencana-rencana rahasia orang-orang yahudi menguasai dunia, membuat kebencian publik terhadap mereka semakin kuat.

Maka perhatian publikpun harus dialihkan. Tapi bagaimana? Dan inilah kejeniusan yahudi. Seorang tokoh 'oposisi terkendali' pun diciptakan berdasarkan kondisi sosial-ekonomi-politik yang terjadi, yaitu Adolf Hitler. Ia menjadi simbol-simbol anti-kemapanan yahudi. Dengan cepat ia pun meraih dukungan publik, namun tanpa sadar publik tertipu. Hitler bukannya membawa rakyat Eropa merdeka dari lilitan kekuasaan yahudi, namun justru membuat lilitan itu semakin kuat.

Pun demikian halnya dengan kondisi saat ini. Ketika 'publik awareness' atas konspirasi jahat yahudi meningkat pesat karena peran internet, tokoh 'oposisi terkendali' lain pun diciptakan. Maka muncullah Donald Trump.

Seperti rakyat Eropa yang menyangka Hitler akan membebaskan mereka dari kejahatan yahudi, demikian pula rakyat Amerika menyangka Donald Trump akan membebaskan mereka dari kejahatan orang-orang 'neo conservative' pro-Israel. Merekalah, dengan Hillary Clinton bersamanya, yang telah menerumuskan Amerika ke medan perang di Afghanistan, Irak, Libya, Suriah, Somalia dan negara-negara Islam lainnya, hanya untuk melindungi Israel, serta terlibat ketegangan dengan Rusia dan Cina. Pada saat yang sama, rakyat harus menanggung kebangkrutan ekonomi dengan menalangi bank-bank milik orang-orang yahudi serta menggelontorkan bantuan militer dan ekonomi besar-besaran ke Israel.

Publik menaruh kepercayaan terhadap Trump karena selama ini ia konsisten menentang neo-konservatifme. Lebih jauh ia juga meyakini sejumlah besar teori konspirasi yang dipercaya publik, seperti teori konspirasi Serangan WTC yang dilakukan pemerintah Amerika sendiri. Tidak hanya itu, saat debat kampanye lalu, ia mengancam akan memenjarakan Hillary Clinton karena kejahatan-kejahatannya. Publik Amerika pun bertepuk tangan dan elektabilitas Trump terdongkrak naik.

Namun, alih-alih hal pertama yang dikatakan Trump setelah dinyatakan memenangkan pemilihan presiden adalah memuji-muji Hillary Clinton dan menyampaikan terima kasih kepadanya. Maka, hampir bisa dipastikan Trump tidak akan memerintahkan Jaksa Agung untuk menyidik kejahatan-kejahatan Hillary seperti ia juga tidak akan melakukan penyelidikan ulang atas Serangan WTC. Lebih penting lagi, ia tidak akan mengutak-atik sistem ekonomi-keuangan yang dikuasai orang-orang yahudi, seperti misalnya mencabut kewenangan monopoli bank sentral swasta (Federl Reserve) sebagai pencetak uang. Dan dalam konteks Timur Tengah, Trump pun tidak akan mencabut dukungan Amerika terhadap Israel.

Trump, tidak beda dengan Hitler dan pemimpin Yunani Alexi Tsipas serta beberapa tokoh 'oposisi terkendali' lainnya, hanyalah para penipu besar. Maka, untuk menutup-nutupi penipuan itu aksi-aksi pengalih perhatian lain pun digelar, yaitu berupa aksi-aksi penolakan terhadapnya. Tidak lama lagi Trump akan menuduh bahwa aksi-aksi itu didalangi oleh George Soros, dan simpati kepada Trump pun kembali meningkat pesat.(ca)

1 comment:

Kasamago said...

Dinegara2 ZOG, presiden hanyalah simbol atau pion. Sang raja sesungguhnya tetaplah samar..