Thursday 17 August 2017

Kanker Bukan Penyakit? (2)

Indonesian Free Press -- Salah satu kasus salah persepsi yang membuat vatal terjadi pada tahun 1940-an di Australia. Beberapa kali terjadi kasus kematian domba setelah domba-domba tersebut memakan tanaman 'fuschia' liar yang mengandung banyak enzim beta-glucosidase. Tanpa mengetahui penyebab sebenarnya dan menyangka penyebab kematian-kematian ternak itu adalah racun sianida dalam Vitamin B-17, para ahli botani kemudian mengembangkan varietas pakan ternak yang sama sekali tidak mengandung Vitamin B-17. Akibatnya, terjadi kekurangan vitamin B-17 besar-besaran dalam makanan kita.

Sebagai gambaran pentingnya Vitamin B-17 di dalam makanan bisa dijelaskan dengan kesehatan orang-orang eskimo di kutub utara. Meski makanan utama mereka adalah daging dan relatif jarang mengkonsumsi makanan dari tumbuh-tumbuhan, mereka hampir tidak mengenal penyakit kanker dan jantung. Ternyata penyebabnya adalah daging yang mereka konsumsi, umumnya daging rusa kutub, ternyata banyak mengandung Vitamin B-17 yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang dimakan rusa. Orang eskimo juga mengkonsumsi buah cherry yang banyak mengandung Vitamin B-17, meski hanya tumbuh dalam musim tertentu dalam setahun.


Saat ini makanan 'modern' yang dikonsumsi orang-orang Eropa, Amerika dan Australia rata-rata hanya mengandung 2 miligram Vitamin B-17, sementara orang-orang Eskimo mengkonsumsi 250 hingga 3.000 miligram Vitamin B-17 setiap hari. Inilah yang menjelaskan mengapa penderita angka penyakit kanker orang-orang Eskimo sangat kecil, sementara angkanya di dunia 'modern' justru tinggi.

Di masa lalu, dan ketika penyakit kanker hampir belum dikenal, orang-orang Barat mengkonsumsi roti yang terbuat dari gandum yang kaya dengan Vitamin B-17. Mereka juga mengkonsumsi buah-buahan plum, greengages, cherri, apel, aprikot dan buah-buahan lain dari keluarga Rosaceae yang kaya Vitamin B-17. Ibu-ibu menghancurkan biji-bijian dari buah-buahan itu dan mencampurkannya dengan selai dan menyimpannya sebagai makanan cadangan. Semuanya itu kaya dengan Vitamin B-17. Sedangkan di daerah Tropis seperti Indonesia, vitamin B-17 banyak terkandung di ubi kayu (cassava atau tropical manioc). Penelitian membuktikan bahwa suku-suku Indian di Amerika Selatan atau suku-suku pedalaman di Filipina yang menjadikan ubi kayu sebagai sumber makanan utamanya, hampir tidak mengenal penyakit kanker dan jantung.

Sehubungan dengan Vitamin B-17 dan kaitannya dengan penyakit kanker, Dr. Krebs berpendapat lebih jauh lagi. Ia berpendapat bahwa keberadaan vitamin B-17 yang cukup di dalam tubuh, sudah cukup untuk membuat tubuh kebal terhadap ancaman kanker. Bahkan ketika lingkungan dan makanan sudah dipenuhi dengan faktor-faktor penyebab kanker sekalipun.

Menurut Dr. Krebs apa yang disebut dengan 'carcinogens' hanyalah bentuk kekurangan Vitamin B-17 dengan dampak yang membahayakan. Hal itu sama dengan kekurangan Vitamin C yang menimbulkan sariawan dan kurap. Dalam waktu singkat, bahkan dalam hitungan waktu jam, penyakit sariawan pun sembuh setelah sejumlah besar vitamin C dimasukkan ke dalam tubuh.

Namun karena kampanye negatif tentang Vitamin B-17 Laetrile dan sulitnya mendapatkan Vitamin B-17 alami membuat banyak penderita kanker menjadikan substansi ini sebagai cadangan terakhir, jauh setelah penyakit telah sangat parah akibat pembakaran radiasi atau setelah racun 'chemotherapy' merusak sel-sel tubuh yang sehat.(ca)

1 comment:

Kasamago said...

Singkong ternyata begitu dashyat kasiatnya..