Wednesday, 5 February 2014

Mau Tak Mau, Israel Merayu Turki

Begitu terpampang foto Erdogan yang sowan ke Teheran dan diterima dengan sangat hangat, sontak seluruh dunia mulai berbisik -bisik. Ada pihak yang kesal karena bertamunya Erdogan ke negeri yang mayoritas penduduknya adalah muslim Syiah seolah  meruntuhkan skenario konflik Sunni – Syiah yang sedang dikampanyekan secara masif.

Selama ini Erdogan, oleh sebagian kaum muslim terutama dari sebagian kelompok Sunni, sosoknya  dianggap sebaga pemimpin ideal. Media Islam mainstrem seperti Voa Isalm dan Suara Islam pun tidak ketinggalan untuk menobatkan Erdogan sebagai pemimpin sejati dunia Islam. Dalam artikelnya  Voa Islam menulis;

Dunia Islam memiliki pemimpin sejati, yaitu Perdana Menteri Turki dan Pemimpin Partai AKP (Partai Keadilan dan Pembangunan), Recep Tayyib Erdogan (Rajab Tayib Erdogan). Bukan Raja Arab Saudi, Abdullah. Erdogan memiliki perhatian yang sangat luar biasa terhadap nasib dan kondisi kaum Muslimin di seluruh dunia. Sekalipun, Turki sebagai negara sekuler, sebagaimana dalam konstitusinya, tetapi Turki dan Erdogan memiliki perhatian dan kepedulian yang sangat luar biasa terhadap kaum Muslimin di seluruh dunia. Bukan seperti para raja, perdana menteri, dan pangeran di negara-negara Arab. Begitu agungnya jiwa Erdogan sebagai pemimpin yang memiliki perhatian dan keprihatinan atas nasib yang dialami oleh saudaranya di Mesir.

Sekarang, Turki menanggung lebih 300.000 pengungsi Suriah. Pemerintah Turki mengeluarkan dana yang tidak sedikit bagi kebutuhan sehari-hari para  pengungsi Suriah diperbatasan Turki-Suriah. Turki ikut terlibat aktif dalam membantu  perjuangan para Mujahidin Suriah yang sekarang  harus berperang melawan kekuatan tentara Suriah yang dibantu milisi Syiah.

Nah, jika pemimpin sejati dunia Islam  itu kemudian bertandang ke rumahnya kaum Syiah dan dengan ringan berkata “Iran adalah rumah kedua bagi saya”, berpelukan mesra dengan Presiden Rouhani, dan menyepakati untuk melawan terorisme bersama, maka segala bentuk propaganda dari media bahwa Syiah memusuhi atau membunuhi Sunni hanyalah khayalan belaka dari para redaksinya,  fitnah- fitnah yang selama ini begitu gencar ditujukan untuk Iran dan Syiah menjadi tidak bernilai.

Namun, tidak sedikit yang meragukan niat tulus Erdogan dalam memperbaiki hubungan dengan Iran. Mereka meyakini bahwa Erdogan hanya sedang berusaha menyelamatkan diri dari kesalahan strategi politiknya di Suriah. Terlepas dari itu semua, melihat kemesraan Erdogan dengan Rouhani, benih- benih harapan akan persatuan Islam pun mulai tumbuh. Tidak sedikit yang berharap bahwa kunjungan Erdogan ini adalah momen berharga – mungkin titik balik sadarnya masyarakat dunia bahwa umat Islam harus bersatu untuk melawan musuh kita yang sebenarnya.

Jika kemudian Israel segera bertindak atas kemesraan Iran dan Turki dengan menawarkan 20 juta dollar sebagai kompensasi bagi keluarga sembilan warga Turki yang tewas dan mereka yang terluka akibat serangan Tentara Israel pada Mari Marvara, mungkin kita akan bertanya, apakah ini kebetulan saja?

Dalam perundingan besarnya kompensasi, Turki mematok senilai 30 juta dollar, namun Israel hanya bersedia membayar setengahnya. Dan kepulangan Erdogan dari Iran berefek pada bertambahnya ‘nilai tawar’ Turki di hadapan Israel. Bahkan, Netanyahu bersedia jika harus bertambah 3 juta dollar lagi untuk menunjang lancarnya perundingan.

Secara resmi, belum ada pernyataan dari pihak Turki terkait tawaran Israel. Namun seperti yang dikabarkan Haaretz, setelah melewati masa perundingan yang panjang, sikap Turki sudah mulai melunak. Sebelumnya, Turki  menuntut agar Israel mencabut blokade di Gaza sebagai syarat untuk normalisasi hubungan,  namun pada 8 November 2013  Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu mengatakan bahwa negaranya merasa puas dengan perubahan  kebijakan Israel  yang memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza. Tawaran Israel kali ini pun sepertinya menunjukkan arah yang positif.

Israel, tentu saja tidak buang – buang uang secara percuma. Dibalik kompensasi yang ditawarkan, Israel mengajukan syarat syarat khusus. Diantaranya:

1. Turki harus membatalkan tuntutan hukum atas tentara IDF yang terlibat dalam penyerangan terhadap kapal Mari Marvara, dan jika di waktu mendatang ada pihak yang ingin mengajukan proses hukum atas tragedi tersebut, Turki harus mencegahnya.

2. Israel menghendaki agar hubungan diplomatik kedua negara dipulihkan kembali. Seperti pertemuan tingkat menteri, saling kunjungan dan langkah-langkah lain.

3. Israel berharap Turki tidak melakukan penyerangan terhadap Israel di forum internasional dan dan juga di media massa.

Turki sepertinya harus cermat memilih kawan. Kegagalannya di Suriah seharusnya bisa menjadi pelajaran berharga bagi kebijakan ke depan.  Memilih menjadi sahabat setia Israel, atau menjadi sahabat setia Iran. Permainan masih belum berakhir dan kita masih harus menunggu, seberapa besarkah uang dapat mempengaruhi langkah yang diambil oleh pemerintah Turki. (liputanislam/haaretz/voaislam/AF)


Keterangan: tulisan asli terdapat di situs LiputanIslam.com tgl 3 Februari 2014

No comments: