Monday 25 December 2017

Kontras dengan Kasus Ustad Somad, Tunisia Tegas Lindungi Warganya

Indonesian Free Press -- Pemerintah Tunisia bersikap tegas dengan melarang pesawat-pesawat Emirates Airlines mendarat di negara itu setelah seorang warganya mendapat perlakuan tidak patut oleh otoritas penerbangan Uni Emirat Arab. Hal ini sangat  kontras dengan pemerintah Indonesia yang tidak berdaya ketika seorang warganya yang terhormat, Ustad Abdul Somad, dideportasi tanpa alasan oleh otoritas Hongkong.

Seperti dilaporkan Al Manar News kemarin (25 Desember), pemerintah Tunisia melarang semua penerbangan maskapai Emirates Airlines mendarat di negara itu, sebagai respon atas perlakuan otoritas penerbangan Uni Emirat Arab terhadap seorang warga Tunisia yang dianggap tidak wajar.

"Pemerintah Tunisia pada hari Minggu (24 Desember) melarang semua penerbangan Emirates Airlines setelah timbulnya kemarahan publik atas tindakan aparat keamanan Uni Emirat Arab terhadap para wanita negara Afrika Utara itu," demikian tulis laporan itu.


Kementrian Transportasi Tunisia mengatakan pihaknya mengambil langkah tersebut sampai maskapai Emirates Airlines 'menemukan cara yang tepat untuk menerbangkan pesawat-pesawatnya sesuai dengan hukum dan perjanjian internasional'.

Jubir Emirates Airlines membenarkan kabar tersebut kepada kantor berita AFP dengan mengatakan: “Emirates Airlines akan menghentikan penerbangan antara Tunis dan Dubai, seperti diperintahkan otoritas Tunisia, terhitung sejak 25 Desember 2017.”

Sebelumnya, sejumlah wanita asal Tunisia mengklaim penerbangan mereka ke Uni Emirat Arab mengalami keterlambatan setelah otoritas setempat melakukan sejumlah langkah pengamanan di luar kewajaran. Hal ini memicu kemarahan publik Tunisia setelah   kabar ini beredar di media sosial.

Sementara otoritas Uni Emirat Arab mengatakan, Minggu (24 Desember), bahwa keterlambatan itu disebabkan adanya 'informasi berkaitan dengan keamanan'.

“Kami telah menginfirmasikan saudara-saudara kami di Tunisia tentang perlunya dilakukan sejumlah prosedur khusus,” kata Menlu Uni Emirat Arab Anwar Gargash di akun resmi Twitter-nya.

“Kami harus menghindarkan upaya-upaya yang tidak patut. Kami sangat menghargai para wanita Tunisia dan menghormati mereka,” tambahnya.

Pemerintah Tunisia pada hari Jumat (22 Desember) telah memanggil Dubes Uni Emirat Arab untuk meminta klarifikasi atas insiden itu dan mendapat penjelasan bahwa langkah yang diambil otoritas penerbangan Uni Emirat Arab hanya berlaku untuk jangka waktu pendek, dan hal itu telah dicabut. Meski adanya klarifikasi ini, para aktifis Tunisia mengutuk pemerintah Uni Emirat Arab dan menyebutnya sebagai 'diskriminatif dan rasis'.

Hubungan antara kedua negara mengalami penurunan tajam setelah revolusi Arab Springs tahun 2011. Setelah mengalami perbaikan, hubungan itu kembali memanas setelah Partai Al-Nahda yang dekat dengan Ikhwanul MUslimin, Turki dan Qatar, memerintah negeri ini.

Setelah tumbangnya pemerintahan Muhammad Mursi yang dekat dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir tahun 2013, negara-negara Arab Timur Tengah seolah terbelah menjadi dua. Satu blok adalah Turki, Qatar dan Tunisia melawan blok Saudi Arabia yang didukung Uni Emirat Arab, Bahrain dan Mesir serta negara-negara Teluk.

Pada bulan Juni lalu, hubungan kedua blok semakin tajam setelah Saudi Arabia, Mesir, dan beberapa negara blok mereka memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar karena tuduhan 'terorisme'.(ca)

No comments: