Sunday, 21 January 2018

Swedia Persiapkan Perang Sipil

Indonesian Free Press -- Seperti sudah ditulis dalam postingan sebelumnya, akibat liberalisme yang diusung para pengikut dajjal ke Swedia, negara yang adil makmur sejahtera ini mengalami dekadensi sosial hebat. Ketika kriminalitas begitu mengkhawatirkan aparat negara dan pemerintah justru mempersekusi warga dan gereja sibuk berdiskusi tentang jenis kelamin Tuhan dan kemudian menghancurkan keyakinan yang telah bertahan ribuan tahun dan menjadi dasar keyakinan warga Swedia.

Seperti dilaporkan Zero Hedge pada 18 Januari lalu, pemerintah tengah mempertimbangkan untuk menerapkan kondisi darurat militer untuk mengatasi kriminalitas di sejumlah wilayah. Ini setelah sejak tahun lalu para politisi menyerukan hal yang sama.

"Untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II, Swedia kini tengah mempersiapkan untuk mendistribusikan brosur tentang petunjuk menghadapi situasi perang kepada 4,7 juta rumah tangga," tulis laporan itu.


Dalam brosur itu disebutkan beberapa cara untuk bertahan hidup dalam situasi perang, seperti bagaimana mendapatkan air, makanan dan pemanas suhu. Petunjuk juga meliputi bagaimana menghadapi serangan siber, terorisme dan perubahan cuaca.


“Seluruh anggota masyarakat harus siap untuk menghadapi konflik, tidak hanya militer. Kita tidak pernah menggunakan kata-kata seperti 'pertahanan total' atau 'status siaga' selama 25-30 tahun atau bahkan lebih. Maka pengetahuan di antara warga negara sangat rendah,” kata Christina Andersson, kepala proyek badan penanggulangan bencana nasional.


Judul brosur tersebut, menurut laporan itu adalah “Jika Krisis Perang Tiba", akan diterbitkan pemerintah pada akhir musim semi mendatang. Menurut Zero Hedge pemilihan waktu itu adalah untuk menutup-nutupi motif sebenarnya dari kebijakan pemerintah ini, yaitu dengan memberi kesan seolah-olah masalah yang dihadapi adalah ancaman invasi Rusia. Meski demikian, ancaman sebenarnya bagi Swedia tidak bisa lagi ditutup-tutupi, yaitu krisis sosial akibat arus imigran ilegal.


Pada hari Rabu (17 Januari) Perdana Menteri Stefan Lofven mengatakan bahwa pemerintah akan melakukan apapun, termasuk mengirim tentara untuk menghentikan gelombang kriminalitas di sejumlah wilayah di Swedia. 


“Ini bukan langkah pertama saya untuk mengerahkan militer, namun saya siap untuk melakukan tindakan apapun untuk memastikan bahwa kejahatan-kejahatan terorganisir yang serius bisa ditumpas,” kata Lofven setelah pembahasan masalah itu di parlemen.


“Tahun lalu terjadi 300 kali insiden penembakan, 40 orang tewas dibunuh. Tahun baru dimulai dengan aksi-aksi kriminal. Kami melihat para penjahat yang tidak menghormati nilai-nilai kemanusiaan, ini perkembangan yang menyakitkan dimana saya bertekad untuk menghentikannya,” tambah perdana menteri.


Bahkan pemimpin partai Demokrat yang 'welcome' dengan imigran asing, Jimmie Akesson, menyatakan perang terhadap kelompok-kelompok kriminal dan menyarankan pemerintah untuk menggelar militer ke wilayah-wilayah 'larangan keluar rumah'.


“Orang-orang ditembak mati di restoran-restoran pizza, orang-orang dibunuh dengan granat yang ditemukan di jalan-jalan,” kata Akesson dalam pembahasan di parlemen itu.




Krisis Perkosaan di Swedia

Pada 18 Februari 2017 lalu Presiden Amerika Donald Trump membuat pernyataan mengejutkan tentang banyaknya kasus perkosaan Swedia sebagai dampak masuknya imigran gelap ke negara itu. 

"Kita harus menjaga negara kita tetap aman. Apakah kalian melihat apa yang tengah terjadi di Jerman? Apakah kalian tahu apa yang terjadi di Swedia semalam? Swedia? Siapa yang percaya? Swedia? Mereka kini menanggung persoalan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya."


Hanya berselang dua hari, politisi Inggris Nigel Farage mengklaim bahwa kota Malmö di Swedia merupakan 'ibukota perkosaan di Eropa bahkan mungkin di dunia'.


"Secara rata-rata Swedia telah menampung pengungsi muda laki-laki lebih banyak dibanding negara-negara Eropa lainnya, dan akibatnya terjadi peningkatan drastis kejahatan seksual di Swedia, sedemikian supa sehingga Malmö kini telah menjadi ibukota perkosaan di Eropa atau bahkan dunia, dan media-media massa Swedia menutup mata hal ini.(ca)

1 comment:

Kasamago said...

Jika imigran gelap menjadi biang keladi nya, kenapa mereka begitu mudah menerima nya.. ?
Tampaknya memang ada unsur kesengajaan utk menghancurkan sweden dr dlm..