Monday 2 December 2019

Nuklir ISIS dan 'Pilihan Samson' Israel

Indonesian Free Press -- Kelompok teroris ISIS nyaris memiliki bom nuklir yang dihasilkan dari pusat penelitian nuklir yang mereka kuasai di kota Mosul, dengan bantuan AS dan Israel. Demikian seperti dilaporkan Veterans Today 28 November lalu melalui artikelnya, 'NEO – America owes its freedom to one man, Bashar al Assad'.

"Adapun tentang nuklir, ini adalah rencana mereka. Ketika Mosul jatuh ke tangan ISIS, fasilitas nuklir di sana mulai mengembakan generasi ketiga bom nuklir, senjata nuklir moderat dengan daya ledak antara 2 sampai 10 kiloton," tulis Veterans Today.

Rancang bangun senjata itu diselundupkan dari AS dalam pemerintahan Bill Clinton, menjelaskan dengan detil cara2 mengubah bahan bakar nuklir menjadi bom nuklir, hal yang sampai sekarang menjadi masalah bagi Iran. Bukan sekedar 'bom kotor' atau “fizzlers” melainkan bom nuklir kompek (kecil, mudah dirakit dan dipindah-pindahkan) namun memiliki kekuatan seperti bom yang menghancurkan Hiroshima-Nagasaki.


Badan atom internasional IAEA melaporkan bahwa pada tahun 2014 ISIS telah menguasai 40 kg uranium 'sudah diperkaya' sebagai bahan dasar bom nuklir yang didapatkan dari  Universitas Mosul. Cina membutuhkan waktu 10 tahun untuk bisa mengubah uranium menjadi bom nuklir dan Pakistan membutuhkan waktu 20 tahun. Namun ketika teknologi tersebut diketahui dan bahan dasarnya tersedia, negara manapun bisa membuat bom nuklir. Teroris hanya perlu 25 kg uranium diperkaya (highly enriched uranium/HEU) untuk membuat bom nuklir jika teknologinya sudah dimiliki, sedang di dunia diperkirakan ada 1,6 juta kg HEU.

Antara tahun 2015 dan 2017, puluhan ton material nuklir illegal yang hendak dikirim ke Mosul ditangkap di Ukraine, Georgia, Rumania dan Turkey. Material-material itu dibawa oleh teroris berkedok NGO-NGO binaan zionis seperti kelompok White Helmets yang bekerja di bawah perlindungan kelompok “Free Syrian Army,” demikian menurut sumber-sumber IAEA.

Dalam masalah ini ISIS gagal mendapatkan bom nuklir karena gagalnya proyek zionis di Suriah. Pelan namun pasti ISIS tidak saja terusir dari Mosul namun juga dari sebagian besar wilayah yang mereka kuasai di Irak dan Suriah. Semuanya berkat bantuan Rusia dan Iran kepada pemerintah Irak dan Suriah. Meski demikian kekhawatiran bahwa teroris suatu saat melakukan serangan nuklir bukanlah bayangan semu belaka.

Kekhawatiran teroris memiliki sendiri bom nuklir sudah lama menjadi kekhawatiran para pemimpin dunia yang masih peduli dengan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam event Nuclear Summit yang digelar di Washington, D.C., tahun 2016, Presiden AS Barack Obama mengatakan bahwa teroris bersenjata bom nuklir adalah 'salah satu ancaman terbesar keamanan dunia'. Di sisi lain kelompok2 teroris seperti ISIS dan al-Qaeda juga tidak malu-malu untuk mengakui keinginan untuk memiliki bom nuklir.

Tahun 2016, setelah serangan terror ISIS di Brussels, dua orang pelakunya Khalid dan Ibrahim el-Bakraoui (seorang di antaranya tewas) mengaku tengah mengincar ilmuwan nuklir Belgia yang bekerja di reaktor nuklir Tihange untuk diculik demi mendapatkan informasi pembuatan bom nuklir.

Meski lembaga-lembaga kajian Barat seperti Chatam House dan Rand Corp menafikan kemungkinan teroris membuat bom nuklir pejabat-pejabat dan media-media Israel seperti Israel Times of Israel atau Haaretz berkali-kali menyerukan ancaman terroris nuklir. Mungkin ini terkait dengan Israel yang diam-diam merencanakan terjadinya serangan nuklir untuk memperkuat posisi tawar mereka.

Wartawan investigatif Seymour Hersh adalah orang yang pertama mengungkapkan adanya 'kebijakan Samson Option' Israel. Yaitu program pembuatan bom nuklir Israel yang dimulai pada dekade 1970-an, yaitu setelah Israel mendapatkan sejumlah bahan dasar nuklir Plutinium dari AS.

Menurut Preston James, Ph.D dari Veterans Today dalam artikelnhya yang ditulis bulan April 2015 "Israel’s addiction to Nuclear Blackmail and Terror", dengan program ini tidak hanya ditujukan untuk pertahanan Israel namun juga untuk menghancurkan negara-negara Barat ketika mereka tidak lagi mendukung Israel dan berbalik memusuhi Israel. Menurut Preston Israel sudah menanamkan bom nuklir di kota-kota besar Amerika dan Eropa yang siap diledakkan sewaktu-waktu. Bom-bom itu digunakan Israel untuk 'memeras' negara-negara Barat.

"Israel’s Samson Option was first disclosed as a final option, Israel’s form of mutually assured destruction and was based on Israel’s ability to plant numerous suitcase and even larger self-contained nukes in the major cities of America and Europe.

According to the Israel Samson Option, any direct and serious attack on Israel which threatened its very existence would be followed by simultaneous detonations of these stored and well-placed devices in the targeted major American and European cities," tulis Preston.

Preston menyebutkan bahwa hal ini sudah diketahui oleh para pemimpin Barat sehingga mereka tidak memiliki pilihan untuk tetap mendukung Israel.(ca)

1 comment:

Kasamago said...

eliminasi kemampuan nuklir Israel.. adalah kunci perdamaian dunia