Saturday 15 February 2020

Buntut Krisis Suriah, Dubes Rusia Terancam

Indonesian Free Press -- Dubes Rusia untuk Turki mengaku telah diancam oleh seseorang yang tidak disebutkan identitasnya terkait dengan posisi Rusia dalam konflik di Suriah yang tengah memanas di wilayah Idlib dan Aleppo.

Dalam wawancara dengan Sputnik News, Jumat (14 Feb) Dubes Rusia Turki Aleksei Erkhov, mengaku telah mendapatkan ancaman. Hal ini mengingatkannya pada pembunuhan Dubes Rusia tahun 2015 oleh seorang anggota polisi Turki simpatisan partai pendukung Presiden Turki Erdogan. Kala itu, Mevlut Mert Altinas, mengaku membunuh Dubes Andrey Karlov sebagai balasan atas intervensi militer Rusia di Suriah.


“Omong-omong, semua ini [sentimen anti-Rusia] juga terjadi lima tahun lalu, di media-media massa dan sosial media Turki, hanya kala itu terkait situasi di Aleppo, bukan Idlib. Bagaimana akhirnya? Terjadi insiden pesawat (SU-25 Rusia yang ditembak Turki) dan pembunuhan keji atas Dubes Andrey Karlov. Saya juga telah mendapat ancaman langsung," kata Erkhov.

Menurut Erkhov, media-media sosial Turki dipenuhi dengan ungkapan-ungkapan kemarahan dan kebencian kepada Rusia yang membuat orang untuk berfikir logis dan memahami posisi Rusia dan Turki yang seharusnya.

Terkait situasi di Idlib, Suriah, Erkhov menyebut bahwa pemerintah Suriah tengah menjalankan hak-haknya untuk menegakkan kedaulatan negara. Dan dalam perkembangan saat ini tidak ada yang bisa menghalangi Suriah untuk membebaskan wilayahnya dari pendudukan teroris dan pendukung-pendukungnya.

“THE SYRIAN ARMY IS FIGHTING ON ITS OWN SOVEREIGN TERRITORY FOR THE RIGHTS OF ITS PEOPLE, INCLUDING THE RIGHT TO LIVE THE WAY THEIR FATHERS AND GRANDFATHERS USED TO LIVE, AND NOT BY RULES IMPOSED BY SOME BEARDED OUTLANDERS. SO IT HAS LIBERATED DOZENS OF VILLAGES FROM THE ILLEGAL ARMED GROUPS, AS WELL AS THE STRATEGIC M5 HIGHWAY, IN RECENT DAYS, AND IT IS UNLIKELY FOR SOMEONE TO BE CAPABLE OF TURNING BACK THE ADVANCING ARMY,” kata Erkhov.

Saat ini pasukan Suriah yang didukung Rusia, Iran, Hizbollah dan kelompok-kelompok pendukung lainnya telah merebut jalan raya M4 dab M5 yang strategis dan mengepung setidaknya 3 pos penjagaan Turki di Idlib. Untuk mencegah hal itu Turki mengirim ribuan tentara dan kendaraan perang ke Idlib, membantu para pemberontak teroris. Pasukan Turki bahkan telah terlibat konfrontasi langsung dengan Suriah dan Rusia.

Erkhov juga mengecam keberadaana pos-pos penjagaan Turki di Idlib yang dianggapnya sebagai kebohongan Turki. Sesuai kesepakatan antara Turki dengan Rusia dan Iran, Turki diijinkan membangun beberapa pos penjagaan untuk mengawasi pergerakan para teroris di Idlib. Namun, alih-alih Turki tetap membiarkan para teroris melakukan aksinya, termasuk terhadap pasukan Rusia.

“WHEN WE AGREED IN SOCHI ON THEIR CONTINUED EXISTENCE WE MEANT THAT THEY WOULD MONITOR THE IMPLEMENTATION OF THE CEASEFIRE AND THE AGREEMENTS, COMMITTED TO THE MEMORANDUM. BUT THE AGREEMENTS ARE NOT FULFILLED, COMBAT IS STILL GOING ON, AND THUS A QUESTION EMERGES: WHY DO WE CONDUCT THIS SO-CALLED MONITORING? WHAT FUNCTIONS DO THESE INSTALLATIONS, WHICH ARE ESSENTIALLY WHAT IS CALLED ‘DEFENDED POSITIONS’ IN THE MILITARY PARLANCE, PERFORM?” tambah Erkhov.(ca)
.

No comments: