Saturday 8 February 2020

Irak Makin Membara, 2 Komandan Milisi Sadr Tewas Dibunuh

Indonesian Free Press -- Diduga dilakukan oleh intel Amerika sebagai peringatan untuk ulama kharismatik Muqtada al Sadr, dua komandan milisi pendukung Al Sadr tewas dibunuh dalam sehari.

Seperti dilaporkan Press TV, Jumat (7 Feb), Sheikh Hazim al-Hilfi dan Abu-Muqada al-Azirjawi yang merupakan komandan senior milisi pendukung Al Sadr tewas dibunuh dalam serangan terpisah yang hanya berselang kurang 24 jam.

"Dua komandan Muqtada al-Sadr terbunuh dalam serangan terpisah dalam rentang waktu 24 jam dalam apa yang diduga sebagai rencana untuk memecah belah antara kelompok-kelompok di Irak," tulis laporan tersebut.


Salah seorang komandan, Hazim al-Hilfi, yang memimpin kelompok milisi Saraya al-Salam terbunuh hari Kamis ketika kendaraan yang ditumpanginya diserang oleh sekelompok orang tak dikenal di barat Provinsi Basra. Ia meninggal di tempat karena luka yang dialaminya. Sebelumnya Abu-Muqada al-Azirjawi, yang juga komandan kelompok Saraya, tewas oleh serangan yang terjadi Rabu dinihari setelah seorang pengendara motor menembaknya di dekat rumahnya di Distrik Abou Roummaneh, Provinsi Maysan.

"Ada sejumlah spekulasi pembunuhan-pembunuhan itu dilakukan oleh inteligen asing dengan tujuan memicu perang sipil di negara yang genting ini," tambah Press TV.

Muqtada al Sadr adalah sosok yang dikenal sangat anti-Amerika. Terlebih setelah serangan-serangan Amerika terhadap milisi-milisi Irak dan terakhir pembunuhan komandan pasukan khusus Iran Jendral Qassem Soleimani awal bulan lalu yang dianggap telah menginjak-injak kedaulatan Irak. Faksi politiknya di parlemen menjadi motor keputusan parlemen Irak untuk mengusir pasukan Amerika dalam sidang darurat tanggal 5 Januari lalu.

Bulan lalu ia menyerukan pawai akbar menuntut pengusiran pasukan Amerika yang dihadiri jutaan warga Irak dan dianggap tamparan keras bagi Amerika. Sikapnya mendukung Mohammed Allawi, tokoh yang juga didukung Iran, untuk menjadi Perdana Menteri Irak, juga dianggap berseberangan dengan Amerika. Baru-baru ini Al Sadr bahkan menyatakan kesiapannya untuk bekerjasama dengan milisi pro-Iran PMU untuk mengakhiri keberadaan pasukan Amerika di Irak.

Bulan Oktober tahun lalu Provinsi Maysan menjadi saksi pembunuhan Wissam al-Alyawi,pemimpin kelompok Asa’ib Ahl al-Haq yang menjadi rival Al Sadr. Sementara pimpinan Asa’ib, Qais Khazali, mengatakan bahwa AS juga merencanakan pembunuhan terhadap Muqtada al-Sadr untuk memicu perselisihan antara pendukung Asa’ib Ahl al-Haq dengan pendukung Al Sadr.

“Proyek pertama Amerika di Iraq yang ingin diwujudkan adalah membunuh Muqtada al-Sadr dan menuduh Asa’ib sebagai pembunuhnya, sekaligus menciptakan pembantaian besar-besaran di Irak,” kata Khazali dalam wawancara dengan media Irak al-Ahad.

Khazali juga menyinggung soal keberadaan 'sniper misterius' yang telah menyebabkan kematian ratusan demonstran di Irak sejak bulan Oktober tahun lalu. Masalah ini juga sudah diungkap oleh mantan Perdana Menteri Abdul Mahdi bulan Januari di depan sidang parlemen. Mahdi mengungkapkan bahwa Presiden Amerika Trump telah mengancamnya akan mengerahkan sniper untuk memicu kerusuhan besar. Trump kemudian bahkan mengancam akan membunuh Mahdi dan menteri pertahanan Irak dengan menggunakan drone setelah keduanya meninggung-nyinggung soal sniper tersebut di muka publik.

Menurut Khazali pihaknya tengah melakukan penyelidikan tentang keberadaan sniper-sniper Amerika tersebut.

Sementara itu aksi-aksi demonstrasi masih terus berlangsung meski Presiden Barham Salih telah menunjuk Mohammed Allawi sebagai perdana menteri dan didukung oleh mayoritas parlemen pekan lalu. Banyak pihak menuduh Amerika dan Saudi Arabia berada di belakang aksi-aksi tersebut. Pertama, untuk menaikkan nilai tawar politik Amerika dan Saudi di Irak yang merosot ke titik terendah saat pengaruh Iran justru semakin kokoh. Kedua, untuk mengalihkan perhatian publik dari tuntutan atas penarikan pasukan Amerika dari Irak sebagaimana dituntut oleh parlemen Irak.

Anggota parlemen dari faksi Fatah, Abdul Amir Taiban, mengatakan kepada media Al-Maalomah baru-baru ini: "Kepentingan-kepentingan asing mengendalikan aksi-aksi demo di Irak tengah dan selatan. Dengan menyebarkan kerusuhan dan chaos, Amerika berusaha mengalihkan perhatian publik Irak dari isyu penarikan pasukan asing di negara ini.(ca)

No comments: