Friday 11 March 2016

Kalah di Suriah, Saudi dan Turki Buka Medan Perang Baru di Lebanon

Indonesian Free Press -- Seperti sudah beberapa kali saya sampaikan di blog ini, blogger IFP sangat suka mengamati perkembangan politik di Lebanon, meski selama berlangsungnya konflik di Suriah perhatian blogger terhadap Lebanon sangat jauh berkurang.

Lebanon adalah 'buffer zone' antara Israel dan negara-negara Arab yang secar prinsip adalah musuhnya. Lebanon adalah 'melting pot' dari berbagai ras, suku dan agama, dengan dinamika politik yang sangat intens dan 'panas'. Lebanon menjadi 'medang perang' bagi kepentingan pro-Israel/Amerika/Saudi dan anti-Israel/Amerika/Saudi, dan peperangan antara kedua pihak tersebut tidak pernah berhenti sehari-pun.

Ibarat gunung berapi yang aktif, setiap saat terjadi letupan-letupan kecil yang kemudian diikuti dengan letupan-letupan yang agak besar, dan diakhiri dengan ledakan besar.

Ledakan besar terakhir terjadi tahun 2008, ketika kedua pihak terlibat perang jalanan di Beirut, Sidon, Tripoli dan beberapa kota lainnya. Sejak itu letupan-letupan kecil terjadi hampir setiap hari berupa perang kata-kata antara para pemimpin kedua pihak. Pada tahun 2012 terjadi letupan agak keras, berupa boikot oleh pihak anti-Israel/Amerika/Saudi terhadap pemerintahan Sa'ad Hariri yang pro-Israel/Amerika/Saudi hingga berujung pada tumbangnya pemerintahan Hariri.

Letupan-letupan besar juga sempat terjadi setelah terjadinya konflik di Suriah. Pihak-pihak yang terlibat dalam konflik Suriah berusaha menyeret Lebanon ke dalam konflik demi untuk menghancurkan Hizbollah. Bentrokan-bentrokan bersenjata intensif pun terjadi di kota Sidon dan Arsal, ketika tentara Lebanon bersama Hizbollah berusaha mengusir para teroris.

Kini, beberapa letupan besar kembali terjadi, yang bila tidak dihindari bisa memicu terjadinya ledakan besar, yang ukurannya bahkan bisa lebih besar daripada konflik Suriah karena akan melibatkan langsung Israel.

Letupan besar itu diawali dengan pengunduran diri Menteri Hukum Jendral Ashraf Rifi, yang menuduh Hizbollah, pemimpin blok anti-Israel/Amerika/Saudi, menghambat pemerintahan karena pengaruhnya yang terlalu kuat. Pengunduran diri ini seolah menyiramkan minyak ke dalam bara api, setelah sebelumnya pemerintah Saudi Arabia mengumumkan pembatalan bantuan senilai $4 miliar kepada Lebanon. Rifi seolah ingin mengatakan kepada semua orang bahwa Hizbollah-lah yang telah mengakibatkan Saudi Arabia membatalkan bantuan tersebut.

Apalagi kemudian disusul oleh pernyataan negara-negara Teluk Parsi, Gulf Cooperation Council (GCC) yang menetapkan Hizbollah sebagai organisasi teroris. Saudi dan sekutu-sekutunya (GCC) sangat jelas berusaha memojokkan Hizbollah, namun tanpa pertimbangan bijaksan bahwa hal itu bisa menjerumuskan Lebanon kembali ke perang saudara.

Karena sikap itu, publik Lebanon yang secara politik terpecah menjadi dua blok seperti telah disebutkan di atas, akan semakin terpecah belah. Hizbollah adalah kekuatan politik riel yang signifikan dengan menguasai 10% kursi parlemen dan dua kementrian dalam pemerintahan nasional Lebanon. Hizbollah juga menjadi kekuatan militer terbesar di Lebanon dengan reputasi tinggi setelah berhasil mengusir Israel dari Lebanon tahun 2000 dan 2006. Hantaman terhadap Hizbollah akan mengguncangkan seluruh aspek kehidupan di Lebanon.

Lalu, apa tujuan sebenarnya Saudi Arabia dan kawan-kawannya di GCC memprovokasi Hizbollah?

Jurnalis independen Finian Cunningham dalam satu tulisan di situs 'Strategic Culture' berjudul 'Saudis, Turks Bid to Open Lebanon Front' tanggal 7 Maret lalu, menyebut bahwa Saudi Arabia dan Turki bermaksud menyeret Lebanon ke dalam konflik Suriah, sekaligus menggagalkan gencatan senjata di Suriah. Hal ini disebabkan kegagalan keduanya dalam mewujudkan ambisi penggulingan pemerintahan Bashar al Assad.

"Sementara Washington dan partner-partner baratnya tampak tidak lagi berminat dengan tujuan penggulingan regim Suriah (Bashar al Assad) dan memilih jalur lain, Saudi Arabia dan Turki tetap bersikukuh mengandalkan pasukan teroris yang mereka persenjatai dan berusaha menyelamatkannya dari kehancuran oleh kekuatan udara Rusia dan pasukan darat Suriah, Iran dan Hezbollah," tulis Cunningham.

Kemudian, pada saat Saudi dan sekutu-sekutunya melancarkan perang propaganda terhadap Hizbollah dan Lebanon, sebuah kabar mengejutkan terdengar, yaitu penangkapan kapal Turki yang tengah berlayar menuju Lebanon, oleh otoritas Yunani. Di dalam kapal tersebut ternyata ditemukan sejumlah besar senjata.

Ini mengingatkan kembali pada ketegangan-ketegangan politik di Lebanon paska serbuan Israel ke negara itu tahun 2006. Kala itu, atas provokasi Amerika dan Saudi, blok anti-Hizbollah yang dipimpin Perdana Menteri Fuad Siniora terus-menerus memojokkan Hizbollah dengan retorika-retorika hingga tindakan nyata. Puncaknya adalah ketika Siniora memerintahkan penyitaan jaringan telekomunikasi milik Hizbollah. Pada saat yang sama, Saudi dan Amerika menyelundupkan senjata-senjata dan ekstremis-ekstremis wahabi-takfiri ke Lebanon guna menghadapi Hizbollah.

Hizbollah melawan dengan melakukan serangan dadakan ke posisi-posisi pendukung Siniora dan mengepung kediaman Siniora di Beirut. Kalah dalam peperangan jalanan, Siniora pun membatalkan keputusannya atas Hizbollah.

Namun, provokasi terhadap Hizbollah belum berakhir. Selama pemerintahan Saad Hariri tahun 2009 sampai 2011, Hizbollah kembali dipojokkan dengan tuduhan keterlibatan pembunuhan mantan perdana menteri Rafiq Hariri yang tidak lain adalah ayah kandung Saad Hariri. Melalui pengadilan internasional bentukan PBB (Special Tribulan for Lebanon/STL) yang kontroversial dan sangat sarat politik, Hizbollah dituduh terlibat dalam pembunuhan Rafiq Hariri.

Skenarionya adalah, setelah STL menetapkan Hizbollah sebagai penanggungjawab kematian Rafiq Hariri, pemerintahan Saad Hariri yang pro-Amerika/Saudi akan menangkap anggota-anggota Hizbollah yang dituduh bersalah. Hizbollah pasti akan melawan, dan Rafiq 'terpaksa' meminta bantuan PBB. Kemudian, dengan dalih menegakkan keadilan di Lebanon, pasukan Amerika dan koalisinya akan menyerang Hizbollah.

Meski ditolak oleh parlemen sehingga STL menjadi tidak lagi memiliki kredibilitas dan legalitas, namun Saad Hariri bersikukuh mendukung STL dan melakukan kampanye internasional untuk mendukung STL. Tidak lama setelah Saad Hariri bertemu Presiden Amerika Barrack Obama, Hizbollah dan sekutu-sekutunya menarik diri dari pemerintahan dan mengikuti konstitusi, pemerintahan Hariri pun tumbang.

Adanya kemiripan kondisi saat ini di Lebanon dengan kondisi tahun 2006-2011 juga berkaitan dengan pengunduran diri Ashraf Rifi. Ia lah salah satu tokoh Sunni anggota blok pro-Israel/Amerika/Saudi yang terlibat aktif dalam pergulatan politik melawan Hizbollah kala itu. Diangkat menjadi kepala kepolisian nasional paska kematian Rafiq Hariri tahun 2005, Rifi berhasil memberangus politisi dan aparat birokrat yang dianggap bersekutu dengan Hizbollah dan Suriah dan mengantarkan Fuad Siniora dan Saad Hariri menjadi perdana menteri.

Karena permusuhannya dengan Hizbollah, kelompok ini menolak perpanjangan jabatan Rifi sebagai kepala kepolisian tahun 2013. Namun pada tahun 2014 Perdana Menteri Tammam Salam mengangkatnya menjadi Menteri Hukum.


***
Selain memperluas konflik ke Lebanon demi menggagalkan proses gencatan senjata dan perdamaian di Suriah yang menjadi pukulan yang menyakitkan sekaligus memalukan Saudi, tujuan Saudi dan sekutu-sekutunya memojokkan Hizbollah adalah memberikan hukuman kepada organisasi ini.

Hizbollah memegang peran penting dalam mempertahankan regim Bashar al Assad di Suriah, yang dilakukan jauh sebelum Iran dan Rusia melibatkan diri. Pada tahun 2013, misalnya, Hizbollah berhasil mengusir pemberontak Suriah dari posisi strategis di Al Qussayr dan Pegunungan Qalamoun. Dan karena tidak bisa menghukum Rusia atau Iran, Hizbollah menjadi sasaran paling mudah. Apalagi di Lebanon masih terdapat sekelompok warga yang dibutakan oleh kebencian sektarian, tanpa mampu membedakan siapa lawan dan siapa kawan.

Meski demikian, upaya menghancurkan Hizbollah dipastikan tidak akan mendapatkan dukungan mayoritas warga Lebanon, yang tidak saja merasa berhutang budi pada Hizbollah yang telah mengusir Israel dari Lebanon, juga karena mereka menyadari betul bahwa menghancurkan Hizbollah sama dengan menghancurkan diri mereka sendiri.(ca)

3 comments:

Anonymous said...

pintu lubnan ditutup sendiri oleh al saud--pencinta wang saudi menggigit jari--memang sekarang bukan masa dan tiada wang untuk di berikan--rakyat lubnan lebih bijak dari mana mana rakyat raja teluk

kasamago.com said...

Berjuang di jalan kemuliaan memang tidak mudah dan penuh rintangan...


http://kasamago.com/kungfu-panda-3-petualangan-terakhir-po/

Anonymous said...

sejak hizbullah menang di qusayr--takfiris gagal memasuki lubnan--hizbullah menentang plot ini dari awal--bom bom mobil berjaya dihancurkan -- bersyukur ke atas nikmat penentangan--penentang
berputus asa dan menggigit jari