Thursday 21 April 2016

Konflik Nagorno-Karabakh, Perang Proksi Iran VS Israel

Indonesian Free Press -- Bulan ini dunia dikejutkan dengan munculnya kembali konflik berdarah di wilayah Nagorno-Karabakh, Azerbaijan, yang menewaskan ratusan orang. Dengan cepat, konflik inipun memicu keterlibatan negara-negara asing yang berkepentingan dengan konflik ini, terutama Rusia, Turki dan Iran.

Baik Rusia, Iran dan Turki berkepentingan karena konflik tersebut karena terjadi di wilayah yang berdekatan sehingga mempengaruhi keamanan mereka. Bagi Turki, Iran dan Rusia, terutama karena wilayah tersebut adalah bekas kekuasaan mereka di masa lalu. Namun, dalam konflik ini ternyata pengaruh Israel tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Dan karena Iran adalah sekutu Rusia dan Turki bersekutu dengan Israel, terutama dalam konflik di Suriah, maka konflik Nagorno-Karabakh praktis menjadi kepanjangan konflik Suriah yang melibatkan kedua blok.

Paska tumbangnya Uni Sovyet di akhir dekade 1980-an, muncul negara pecahan baru Armenia yang mayoritas dihuni etnis Armenia-Kristen dan Azerbaijan yang mayoritas dihuni etnis Azheri-Shiah. Wilayah Nagorno-Karabakh berada di Azerbaijan, namun dihuni mayoritas warga Armenia-Kristen. Pada awalnya Iran mendukung Azerbaijan dengan menjadi negara pertama yang mengakui kedaulatan Azerbaijan, berharap mendapatkan dukungan strategis dari orang-orang Azheri yang masih bersaudara dengan Iran dan satu keyakinan. Di Iran sendiri etnis Azheri cukup dominan dan Iran menjadi negara dengan jumlah etnis Azheri paling besar di dunia mengalahkan Azerbaijan. Namun Iran harus menelan kecewa karena Azerbaijan yang sekuler berkat pengaruh Uni Sovyet, lebih memilih Turki, dan belakangan Israel, daripada Iran.

Iran yang kecewa, sekaligus khawatir bahwa Azerbijan akan tumbuh besar terutama dengan dukungan warga Azheri di Iran, akhirnya memilih bersekutu dengan Armenia, yang seperti Rusia, beragama Kristen. Dalam Perang Nagorno-Kabarakh tahun 1988-1994 Iran dan Rusia mendukung Armenia, sementara Turki mendukung Azerbaijan.


Peran Israel di Azerbaijan
Minggu lalu, mengomentari konflik di Nagorno-Karabakh, mantan Menlu Israel Avigdor Lieberman menuduh Armenia menjadi provokator terjadinya konflik tersebut.

Meski fakta-fakta di lapangan menyebut Azerbaijan-lah yang memulai konflik dengan menyerang Nagorno-Karabakh, Lieberman mengatakan, "Armenia tidak memiliki alasan untuk memulai konflik".

Pernyataan Lieberman itu disahuti oleh mantan Menhan Israel Jendral Ephraim Sneh, yang mengatakan kepada situs Al-Monitor bahwa Azerbaijan adalah 'sekutu strategis Israel' dan saat ini Baku (ibukota Azerbaijan) membutuhkan dukungan diplomatik Israel. Sneh bahkan mengkritik pemerintah Israel sendiri yang dianggapnya tidak tanggap dengan situasi yang dihadapi Azerbaijan. Ia menyebut, Azerbaijan sebagai satu-satunya sahabat sejati Israel di antara negara-negara Islam dan Israel membutuhkan Azerbaijan untuk menjamin suplai energi, dengan 40% kebutuhan minyak Israel diperoleh melalui Azerbaijan.

Sneh bahkan menuduh peran Rusia sebagai penengah konflik telah merugikan Azerbaijan. Dan karena Azerbijan tengah unggul dalam perang, tidak ada perlunya untuk memperpanjang gencatan senjata.

"Kini, dengan Azerbaijan membuktikan keunggulan militernya, tidak ada peluang bagi negosiasi diplomatik yang bisa menghasilkan perundingan damai bagi kedua negara," dengan kata lain, Republik Nagorno-Karabakh harus menyerahkan wilayahnya ke Azerbaijan. Ia menyarankan Azerbaijan meniru Israel dalam perundingan bertema "tanah untuk perdamaian' pada tahun 1970 dengan Mesir. Namun, kali ini Azerbaijan harus melakukannya secara terbalik, yaitu menuntut wilayah Nagorno-Karabakh dengan imbalan ekonomi bagi Armenia.

Peran Israel dalam konflik Nagorno-Karabakh kali ini sudah tampak di awal konflik. Drone-drone 'Harop' yang digunakan Azerbaijan dalam serangannya ke Nagorno-Karabakh adalah buatan Israel. Drone 'bunuh diri' yang menhancurkan sasaran dengan menabrakkan diri itu dibuat oleh Israeli Aerospace Industries (IAI).

Menurut situs inteligen Perancis, Intelligence Online, Israel juga membantu Baku dengan sistm radar canggih, post-post komando dan peralatan-peralatan inteligen lainnya. Israel bahkan menawarkan Azerbaijan dengan satelit seharga $150 juta.

Peran Israel ini tidak bisa disembunyikan lagi setelah politisi Israel dari partai Meretz, Zehava Galon, menulis surat kepada Menhan Moshe Ya'alon, mendesak Israel menghentikan bantuan militer ke Azerbaijan sebelum menghentikan aksinya di Nagorno-Karabakh. Pada saat yang sama pakar inteligen Israel, Yossi Melman mengatakan kepada pers bahwa Israel terlibat secara massif dalam penyediaan peralatan militer kepada Azerbaijan, yang dilakukan secara diam-diam.

Dalam analisis di The Jerusalem Post, Melman menyebutkan bahwa perdagangan Israel-Azerbaijan '$5 miliar lebih besar' dari perdagangan Israel dengan Perancis. Namun 'sebagian besar komoditas yang diperdagangkan tetap dirahasiakan, mencakup penjualan minyak Azerbaijan ke Israel dan penjualan senjata dan peralatan inteligen Israel ke Azerbaijan."

Sejak awal dekade 1990-an, tulis Melman, Azerbaijan menjadi pasar senjata terbesar kedua di Asia setelah India dengan perusahaan-perusahaan Israel menikmati kontrak miliaran dollar.

Terkait keterlibatan peralatan-peralatan militer Israel dalam konflik Nagorno-Karabakh, koran Amerika The Washington Post melaporkan tentang drone Israel yang menabrak dan menghancurkan bus pengangkut pasukan Armenia dan menewaskan tujuh orang. Pemerintah Armenia pun mengajukan protes ke Israel.

"Beberapa hari setelah insiden ini, para jurnalis militer mengunjungi pabrik Israeli Aerospace Industries (IAI) dan mendapat penjelasan tentang berbagai senjata, dari drone-drone hingga satelit yang dijual perusahaan itu. Seorang humas IAI tersenyum ketika ditanya apakah perusahaan itu yang membuat drone seperti yang dilaporkan Washington Post. Kemudian ia mengatakan bahwa laporan seperti itu baik untuk bisnis, karena membuat produk bisa diberi label 'terbukti dalam pertempuran'," tulis Melman.

Selain hubungan militer, Israel juga menjalin kerjasama inteligen dengan Azerbijan dimana Israel diijinkan membangun pusat kendali inteligen di Azerbaijan, memanfaatkan keunggulan geografi Azerbaijan di kawasan Kaukasus. Baik Rusia maupun Iran telah berkali-kali memprotes Azerbaijan karena mengijinkan Mossad beroperasi di wilayahnya. Tahun lalu Iran bahkan mengklaim telah menembak jatuh drone buatan Israel dari Azerbaijan yang masuk ke wilayah Iran.

"Tampaknya Israel dan Azerbaijan adalah pasangan yang aneh. Dengan negara Kaukasus ini yang berseberangan dengan model demokrasi barat, yang dipimpin oleh satu keluarga sejak tahun 1991, yang menghadapi berbagai isyu korupsi dan kebebasan media. Di sisi lainnya, Israel tidak selektif memilih teman selama menguntungkan bisnis penjualan senjata dan keamanan nasional," tulis Melman.

"Jika kita melihat peta, tampak Azerbaijan berbatasan dengan Iran, musuh utama Israel. Ini menjelaskan prioritas Israel."(ca)

1 comment:

Kasamago said...

Jika Suriah gagal jd btu pijakan Israel utk mnyrang Iran, Azerbaijan bs jd alternative nya krn ltakny yg berbatasan lngsng dg Iran.
Ancaman bru bgi Iran jika Azerbaijan mnjdi vessel state Israel. Mau tak mau, kmngkinn Iran akan all out mmperkuat militer Armenia.