Monday 28 July 2008

IRONI AMERIKA


Pada akhir tahun 1995, saat masih kuliah, aku pernah menulis opini di Harian Kompas berjudul “Independensi Kehakiman di Indonesia”. Dalam tulisan itu aku mengungkapkan kekagumanku terhadap sistem hukum yang berjalan dengan baik di negara-negara maju seperti Amerika karena kesadaran hukum masyarakatnya yang tinggi. Karena sistem yang baik itu prinsip hukum, seperti keadilan, dapat ditegakkan. Aku mencontohkan, karena sistem hukum yang ideal tersebut Presiden Nixon harus rela melepaskan jabatan karena melanggar konstitusi Amerika dengan melakukan tindakan illegal berupa kegiatan mata-mata. Aku juga mengagumi rasa keadilan para pembuat hukum di Amerika yang sangat peduli dengan aspirasi masyarakat. Contohnya, Kongres Amerika mengeluarkan undang-undang yang memungkinkan masyarakat korban penyakit akibat merokok untuk menuntut produsen rokok, meskipun produsen rokok telah menuliskan peringatan bahaya merokok di kemasan rokoknya.
Namun kini persepsiku tentang sistem hukum di Amerika berubah 180 derajat dan aku menyesal mengapa telah begitu memuja Amerika bila ternyata kenyataannya bertolak belakang.
Menurut penulis Amerika, Michael Collins Piper yang terkenal dengan dua bukunya, The New Jerusalem dan Final Judgment, Amerika dikendalikan oleh keturunan Yahudi yang saat ini telah berhasil menjadikan Amerika sebagai kuda tunggangan untuk menguasai dunia dengan cara-cara paling kotor yang pernah tercatat dalam sejarah manusia. Dalam bukunya tersebut Piper mengungkapkan dua contoh skandal hukum yang paling mengguncangkan prinsip hukum sekaligus mencoreng wajah bangsa Amerika dengan corengan yang tak terhapuskan akibat dominasi tersebut: Skandal INSLAW dan Pembunuhan John F. Kennedy.
Skandal INSLAW dimulai bulan Maret tahun 1982 saat perusahaan software komputer Inslaw milik Bill dan Nancy Hamilton yang berbasis di Washington memenangkan tender senilai 10 juta dollar yang diadakan Departemen Kehakiman Amerika. Tender tersebut mewajibkan Inslaw dalam jangka waktu tiga tahun harus menyediakan program suatu program canggih Promise di 22 kantor Departemen Kehakiman, ditambah penyediaan program word processor di 72 kantor kecil lainnya di seluruh negara bagian Amerika. Program Promise adalah program sangat canggih yang memungkinkan penelusuran cepat melalui sarana komunikasi terhadap target individu-individu tertentu.
Sementara itu seorang kroni Jaksa Agung Edwin Messe, Dr Earl Brian, yang bekerja untuk CIA, tergiur dengan nilai kontrak tersebut berusaha mengambil alih kontrak dengan membeli saham Inslaw, namun ditolak oleh suami istri Hamilton.
Pada tahun 1983 Departemen Kehakiman mengatur pertemuan antara Hamilton dengan seorang yang mangaku pejabat Departemen Kehakiman Israel bernama Dr Ben Orr. Ben Orr mangaku sangat terkesan dengan Promise, namun Hamilton harus menelan kekecewaan karena ternyata Ben Orr tidak berniat untuk membeli. Beberapa waktu kemudian, melalui sumber informan di Departemen Kehakiman, Hamilton tahu bahwa Earl Brian berusaha mencuri teknologi Promise dan menjualnya ke LEKEM, unit inteligen Angkatan Bersenjata Israel yang dipimpin oleh Rafael Eitan untuk melacak orang-orang Palestina maupun politikus yang kritis terhadap Israel. Eitan sendiri tidak lain tidak bukan adalah Ben Orr yang telah bertemu dengan Hamilton. Dan Brian ternyata tidak hanya menjual software bajakan ke LEKEM, namun juga ke beberapa dinas rahasia asing lainnya.
Kisahnya semakin panjang karena Eitan adalah pejabat dinas rahasia Israel Mossad yang membimbing Jonathan Pollard, mata-mata Israel yang menggemparkan Amerika karena tertangkap saat mencuri teknologi canggih militer Amerika untuk dijual ke Israel. Operasional LEKEM dan Mossad di Amerika dibiayai oleh beberapa perusahaan di Bahama yang dikelolah firma hukum Burn & Summit yang dimiliki tidak lain oleh Deputi Jaksa Agung Arnold Burns.
Di tengah-tengah kenyataan produknya dibajak habis-habisan, Hamilton harus menelan pil pahit, Departemen Kehakiman menunggak pembayaran sisa nilai kontrak senilai 7 juta dolar. Tidak hanya itu, pada tahun 1984 Departemen Kehakiman secara sepihak membatalkan kontrak. Seakan tidak pernah lepas dari “penderitaan”, suami-istri Hamilton masih harus menghadapi “serangan” Earl Brian yang tidak pernah patah semangat mangambil-alih saham INSLAW dengan dukungan koneksi-koneksinya, termasuk perusahaan pialang Charles Allen & Co.
Pada bulan Pebruari 1985 Hamilton mengajukan perlindungan kebangkrutan ke Pengadilan Federal di Washington seraya mengajukan tuntutan kepada Departemen Kehakiman atas kerugian yang dideritanya. Untuk urusan itu ia menyerahkannya ke pengacara Leigh Ratiner dari kantor pengacara Dickstein, Shapiro and Morin. Meski Departemen Kehakiman, melalui Eitan berupaya keras mengalahkan Hamilton, termasuk dengan suap senilai 600.000 dolar yang diberikan kepada Ratiner, hakim federal yang menangani perkara tersebut, George Bason Jr. memenangkan Hamilton tahun 1988.
Namun itu semua baru permulaan dari masalah yang lebih besar. Ketika keputusannya belum dapat dieksekusi, George Bason diganti secara mendadak, penggantinya hakim Martil Tell yang sebenarnya tidak memiliki kualifikasi seperti Bason. (Dalam kesaksiannya kemudian kepada Kongress saat kasus tersebut akhirnya diperiksa oleh Kongress, Bason menyatakan dengan tegas bahwa penggantiannya disebabkan oleh keputusannya yang melawan kepentingan Departemen Kehakiman).
Siapa di balik penggantian Bason, ternyata tidak lain adalah Deputi Jaksa Agung Arnold Burns, jaksa berpengaruh yang lama terkait dengan kegiatan organisasi Yahudi garis keras Anti Demafation League (ADL) sekaligus pendiri “Nesher”, organisasi rahasia berpengaruh yang beranggotakan sekitar 300 pejabat pemerintahan Amerika yang misinya mendukung kepentingan Israel.
Meski sebagian besar media massa Amerika dikuasai orang Yahudi dan menyembunyikan kasus ini, beberapa media massa independen, terutama The Spotlight dan The Napa Sentinel, mengeksposnya dengan gencar dan masalah ini menjadi kasus yang menarik perhatian banyak pihak sehingga Elliot Richardson, mantan Jaksa Agung Amerika yang prihatin dengan kebobrokan institusi yang pernah dipimpinnya, menawarkan diri menjadi pembela Hamilton. Selain itu Hamilton juga mendapat dukungan anggota Kongres Jack Brooks yang mengadakan penyidikan terhadap kasus ini. Namun kekuasaan musuh-musuh Hamilton terlalu kuat meski ia telah mendapatkan dukungan beberapa figur terkenal.
Sementara itu Departemen Kehakiman mengajukan banding atas keputusan yang telah dibuat hakim Bason, dan pada tahun 1990 pengadilan banding menetapkan pengadilan tidak berhak mengadili perkaran yang diajukan Hamilton. Pengadilan juga menetapkan apabila Hamilton masih menginginkan perkaranya disidangkan ia harus mengajukan penuntutan dari awal lagi.
Pada tahun 1991, di bawah tekanan publik, Jaksa Agung William Barr yang juga mantan pejabat CIA membentuk membentuk tim khusus di bawah pimpinan mantan hakim federal Nicholas Bua untuk menyelidiki kasus ini. Hasil penyidikan yang diumumkan tahun 1993, seperti sudah diduga, memenangkan Departemen Kehakiman atas Hamilton. Sementara pada tahun 1992 Hamilton mengajukan banding ke Mahkamah Agung hanya untuk mendapatkan kekecewaan karena Mahkamah Agung dalam keputusannya tahun 1997 tetap memenangkan Departemen Kehakiman.
Sementara itu seiring dengan terbukanya kasus ini, satu demi satu orang-orang yang mengetahui kasus ini meninggal secara misterius.
• Agustus 1991, jurnalis independen Danny Casolaro yang bekerja untuk Hamilton dan banyak berhubungan dengan CIA, meninggal di kamar hotel. Polisi menyatakan ia meninggal bunuh diri.
• Tahun 1992, pengusaha dan detektif swasta Ian Stuart Spiro bersama istri dan ketiga anaknya meninggal secara misterius. Seorang tetangga Spiro juga ditemukan tewas terbunuh (diduga turut dibunuh karena melihat aksi pembunuhan keluarga Spiro). Namun polisi menyatakan Spiro bunuh diri setelah membunuh anak istrinya.
• Juli 1991, reporter Anson Ng yang bekerja untuk surat kabar Inggris, Financial Times, dan tengah menyelidiki kasus INSLAW serta kaitan Israel dengan skandal Iran-Contra, meninggal karena tembakan. Lagi-lagi polisi menyatakan penyebab kematian adalah bunuh diri.
• Dennis Eisman, seorang pengacara bagi pengekspos kasus INSLAW Michael Riconosciuto, meninggal dengan luka tembakan di dada. Sekali lagi polisi menyatakan penyebab kematian adalah bunuh diri.
• Maret 1990, jurnalis Inggris Jonathan Moyle yang juga menyelidiki kasus INSLAW meninggal tergantung di sebuah hotel.
• Analis pertahanan Alan D. Standorf, tubuhnya ditemukan meninggal dalam sebuah mobil di Bandara Nasional Washington.
• Michael Allen May, teman mantan presiden Nixon, meninggal empat hari setelah surat kabar independen The Napa Sentinel menulis laporan tentang keterkaitannya dengan kasus INSLAW. Polisi menyatakan penyebab kematian karena overdosis obat-obatan.
• Insinyur Barry Kumnick, salah satu pengembang teknologi PROMIS, juga ditemukan meninggal dunia.

Penyelidikan yang di mantan Jaksa Agung Richardson menemukan bukti-bukti yang berbeda dengan keterangan polisi. Menurutnya kematian-kematian misterius tersebut di atas disebabkan oleh aksi OSI (Office of Special Investigation), unit khusus dalam Departemen Kehakiman yang awalnya didirikan untuk memburu mantan anggota NAZI Jerman dengan bekerja sama dengan dinas rahasia Israel Mossad. Dalam laporannya tanggal 14 Februari 1994 Richardson mengatakan bahwa Departemen Kehakiman, melalui OSI, mempekerjakan agen-agen rahasia yang berasal dari berbagai instansi pemerintah termasuk angkatan bersenjata, juga agen-agen rahasia dari negara asing. Departemen Kehakiman juga terlibat dalam kegiatan-kegiatan bisnis gelap dengan beberapa perusahaan dan individu.
Michael Collins Piper, menemukan bahwa Deputi Sherif Tim Carroll yang menyidik kematian Ian Stuart Spiro merupakan antek Mossad melalui aktifitasnya di Anti-Demafation League (ADL). Carroll juga terlibat dalam aksi penyerangan sekelompok polisi terhadap rumah Willis A. Carto, penerbit The Spotlight yang mengekspos kasus INSLAW. Sedangkan hakim Martin Teel adalah individu yang bertanggungjawab atas dibreidelnya The Spotlight tahun 2001.
Adapun pembunuhan John F Kennedy, menurut Piper, dilatarbelakangi oleh penentangan Kennedy terhadap program nuklir Israel. Selain itu Kennedy juga berencana mengurangi kewenangan CIA serta menarik pasukan Amerika dari Vietnam. Sejak kematian Kennedy, orientasi kebijakan luar negeri secara drastis berubah menjadi sangat pro-Israel. Selain itu dengan kematian Kennedy, ambisi Israel untuk memiliki senjata nuklir kini telah terpenuhi.
Lalu mengapa Amerika yang berpenduduk 300 juta itu bisa “diperbudak” oleh 3 juta orang Yahudi? Michael Moorer dalam bukunya Stupid White Men mengungkapkan bahwa Amerika tidaklah seperti yang digambarkan dalam film-film Hollywood. Di balik dunia glamour dan kekayaan yang melimpah, kenyataannya adalah sebanyak 20 juta warga Amerika adalah buta huruf, dan lebih dari 100 juta penduduk yang bebas buta huruf tidak pernah membaca buku, koran atau majalah. Dengan fakta seperti itu kita tidak heran jika orang-orang Amerika bisa dikangkangi Yahudi.
Pada tahun 2005 Amerika, negara yang digembar-gemborkan mempunyai sistem penanganan bencana alam yang hebat, dilanda bencana topan Katrina. Kota New Orleans hancur dan ribuan warga Amerika tewas dalam bencana itu meskipun tidak pernah diekspos media massa negeri itu. Malu karena pemerintahannya dianggap gagal mencegah bencana itu, Presiden Bush pun berjanji untuk membangun kembali kota New Orleans dan menyatakan “Amerika tidak ada artinya tanpa New Orleans”. Namun kenyataannya kota tersebut tidak pernah pulih sepenuhnya dari kehancuran. Dengan alasan kekurangan uang, Bush menunda-nunda pembangunan kembali New Orleans. Padahal Amerika rela mengeluarkan ratusan miliar dolar untuk membiayai Perang Irak.
Melihat fakta-fakta tersebut, aku sadar kini bahwa Amerika bukanlah “negeri impian” sebagaimana digambarkan pentolan Jaringan Islam Liberal (JIL) Ulil Absar Abdhala dalam editorial situs resmi JIL: Bush, Israel dan Hezbullah yang menganggap Amerika sebagai sebuah bangsa dan kebudayaan yang mengagumkan karena menomor-satukan prinsip kebebasan.

No comments: