Sunday, 20 July 2008

Kontradiksi Bangsa Inggris


Bangsa Inggris adalah satu bangsa dengan identitas diri yang sangat kuat sehingga membentuk rasa nasionalisme yang sangat kuat pada diri setiap orang Inggris. Itulah sebabnya mengapa Inggris paling “susah” untuk bergabung dengan Uni Eropa karena menganggap diri “lebih unggul” dibandingkan negara-negara lainnya di Eropa. Itu pula sebabnya mereka “ngotot” mempertahankan mata uangnya poundsterling meskipun Uni Eropa sudah memiliki matang uang sendiri Euro. Bagi mereka poundsterling adalah representasi paling utama terhadap eksistensi bangsa Inggris. Bila pounds hilang, maka berarti hilang pula eksistensi bangsa Inggris dan itu sangat ditentang oleh sebagian besar warga Inggris.

Romo Mangun, dalam sebuah tulisannya di Harian Kompas sebelum meninggal menggambarkan bagaimana kebanggaan orang Inggris terhadap bangsanya. Mereka yang tinggal di negara-negara jajahan lebih memilih melahirkan anak di kapal Inggris yang tengah berlabuh di pelabuhan daripada di rumah sakit. Karena anak yang lahir di kapal Inggris dianggap lebih memiliki darah Inggris daripada yang lahir di tanah jajahan.

Padahal sebenarnya Inggris memiliki banyak hal yang sangat kontradiktif terhadap “rasa kebanggaan nasionalis” yang berlebihan tersebut. Sebagai contoh, kesebelasan Inggris masih dipimpin oleh pelatih asal Italia, Fabio Capello. Kebijaksanaan luar negerinya yang “membebek” pada Amerika juga membuat eksistensi bangsa Inggris patut dipertanyakan. Dan kalau kita belajar sejarah, maka kontradiksi itu tampak jauh lebih besar lagi, termasuk pada “legalitas” raja-raja Inggris sendiri, simbol paling kuat sekaligus sakral bagi bangsa Inggris yang membuat mereka lebih memilih negara konstitusi monarki daripada negara republik atau bentuk negara yang lebih demokratis lainnya. Konon karena alasan menodai kesucian raja Inggris Putri Diana yang putranya bakal menjadi raja, dibunuh karena berencana kawin dengan keturunan imigran muslim asal Mesir, Dody el Fayed.

Pertama marilah kita mempelajari asal-usul bangsa Inggris. Bangsa Inggris sebenarnya terbentuk dari percampuran dari berbagai bangsa yang berasal dari luar Inggris. Bangsa pertama yang datang ke Inggris sekitar tahun 700 SM adalah Celtic yang berasal dari Eropa Tengah. Selama ratusan tahun bangsa-bangsa Celtic berbondong-bondong. Sebelum bangsa Romawi menguasai Inggris beberapa tahun sebelum masehi, terakhir adalah bangsa Belgic bermigrasi ke Inggris dan menempati wilayah tenggara Inggris sementara bangsa Celtic bergerak ke barat dan utara. Romawi menguasai sebagian besar Inggris kecuali wilayah Caledonia di sebelah utara yang tidak pernah tertaklukkan, sehingga Kaisar Hadrian (117-138) membangun Tembok Hadrian untuk mengisolasi Caledonia. Selama ratusan tahun kebudayaan Romawi turut membentuk budaya Inggris hingga Romawi hengkang dari Inggris pada tahun 410.

Sampai saat itu penguasa Inggris adalah bangsa Celtic hingga datangnya suku bangsa Angles dan Saxon dari Jerman yang kemudian menguasai seluruh wilayah selatan dan timur Inggris. Mereka mengklaim wilayah mereka sebagai England (Angel-land) dan menjuluki wilayah lainnya yang dikuasai suku Celtic di barat sebagai Weallas (sekarang menjadi Wales) yang artinya tanah orang asing. Sedangkan wilayah utara Tembok Hadrian dan sebagian Irlandia tetap dikuasai suku Celtic yang juga dianggap orang asing oleh orang-orang Anglo-Saxon. Sejak saat itu sejarah dan budaya Inggris terbentuk melalui dialektika politik dan kekuasaan antara suku bangsa Celtic dan Anglo-Saxon yang masing-masing mengklaim sebagai penguasa Inggris. Dialektika itu terkadang berlangsung damai, namun lebih sering diwarnai peperangan dan pertentangan hebat. Di antara dialektika perang tersebut adalah Perang Bannockburn dan Perang Culloden Moor. Gambaran Perang Bannockburn dapat dilihat dalam film Braveheart yang dibintangi Mel Gibson. Sedangkan perang Culloden Moor berlangsung sangat dramatis. Saat itu pasukan Celtic yang dipimpin “Bonnie Prince” Charles Edward Stuart hampir menguasai seluruh Inggris termasuk ibukota London, dan King George II sudah bersiap mengungsi ke Jerman. Hanya karena keteledoran strategi saja maka Bonnie Prince gagal merebut London.

Antara dialektika kekuasaan Celtic-Anglo-Saxon yang intens tersebut diselingi dengan kedatangan bangsa Normandia Perancis di bawah pimpinan Williams Penakluk yang datang ke Inggris dan merebut kekuasaan pada abad XI. Selanjutnya tanpa reservse bangsa Normandia turut membentuk jatidiri bangsa Inggris hingga sekarang sementara wajah perseteruan Celtic-Anglo-Saxons masih nampak sampai sekarang. Sebagai buktinya bangsa Skotlandia, Wales dan Irlandia Utara (Celtic) masih mempertahankan tim sepakbolanya sendiri dan tidak mau menyatu dengan tim sepakbola Inggris (Anglo-Saxon). Sedangkan Irlandia setelah melalui perjuangan ratusan tahun akhirnya memperolah kemerdekaannya dari Inggris pada awal abad 21.

Tidak dapat dibantah, kejayaan Inggris di masa lalu dengan semboyannya The Sun Never Set in the British Empire telah membuat nasionalisme bangsa Inggris sangat kuat. Namun melihat kenyataan bahwa asal mula bangsa Inggris sendiri yang berasal dari berbagai suku di Eropa daratan membuat hal itu patut dipertanyakan. Terlebih lagi bila melihat fakta bahwa integrasi Inggris sebagai sebuah bangsa yang solid masih belum terwujud sampai sekarang.

Sekarang masih kita lihat legalitas raja-raja Inggris yang begitu dibanggakan bangsa Inggris. Selain pernah diperintah oleh orang Perancis (Williams Penakluk), Inggris pernah diperintah oleh orang Belanda (King Williams of Orange) tahun 1688, dan Jerman (King George of Hanover) tahun 1714. Keturunan King George I, raja asal Jerman yang tidak bisa berbahasa Inggris itu sampai saat ini masih memerintah Inggris. Selama ratusan tahun Inggris juga diperintah oleh para “pencuri” (Tory) dan “perusuh” (Whig).

Ada kasus menarik mengenai orang Jerman yang menjadi raja Inggris. Pada waktu Perang Dunia I ketika sentimen anti-Jerman sangat kuat di Inggris keluarga kerajaan Inggris mengubah nama keluarganya yang berbau Jerman, Saxe-Coburg-Gotha, dan menggantinya dengan nama Windsor.

Saat ini pun bangsa Inggris masih menghadapi dilema tentang siapakah calon pengganti Ratu Elizabeth II yang sudah memasuki 80 tahun. Putra mahkota Pangeran Charles dianggap cacat karena status perkawinannya Putri Diana yang amburadul sementara sebagai raja ia memegang amanat sebagai “Defence of the Faith”. Dan kalaupun Parlemen dan gereja Anglikan meloloskan, masih terdapat masalah tentang gelar apa yang bakal dipakai Pangeran Charles sebagai raja. Ada dua kemungkinan gelar yang akan dipakai dan keduanya mengandung kontroversi, yaitu King Charles III atau King George VI. Orang Celtic Skotlandia lebih menyukai gelar pertama dan membenci gelar kedua. Sedangkan orang Anglo-Saxon lebih menyukai gelar kedua dan membenci gelar pertama. Orang Skotlandia membenci nama George karena dianggap sebagai orang asing (Jerman) yang menyerobot tahta Inggris. Sedangkan orang Anglo-Saxon membenci nama Charles karena menganggap raja Charles I dan Charles II yang kental darah Celtic-nya sebagai biang kekacauan di Inggris.

Masalah pemilihan gelar juga terjadi waktu Elizabeth menggantikan ayahnya King George V sebagai raja dan memilih gelar Elizabeth II. Ini karena orang Skotlandia tidak pernah mengakui Elizabeth I sebagai raja mereka.

Orang Inggris pasti akan tersinggung bila dikatakan mereka sebenarnya diperintah oleh orang Yahudi yang menguasai institusi-institusi penting negeri itu: bank sentral, pers, perusahaan-perusahaan multinasional, parlemen, parpol, hingga perdana menteri. Namun mereka pasti akan lebih tersinggung lagi bila dikatakan ternyata mereka pernah diperintah oleh raja yang beragama Islam. Faktanya adalah di Departemen Numismatical Musium Inggris (British Museum) terdapat sebuah koin emas berumur lebih dari 1230 tahun yang dikeluarkan Offa, Raja Mercia, yang memerintah di daerah sekitar Sungai Trent antara tahun 757-796 Masehi. Pada koint tersebut terdapat tulisan ‘There is no Deity but Allah, The One, Without Equal, and Muhammad is the Apostle of Allah’. Selain itu di sekeliling tepi koin terdapat tulisan, ‘Muhammad is the Apostle of Allah, Who sent him (Muhammad) with the doctrine and the true faith to prevail over every other religion.’

Rakyat Inggris mungkin juga akan tersinggung bila dikatakan Islam sangat berperan dalam pembentukan budaya bangsa Inggris, karena dalam kenyataannya bahasa Inggris yang sangat dibanggakan itu ternyata banyak mengadopsi bahasa Arab.
Adapun kata-kata dalam bahasa Inggris yang diadopsi dari bahasa Arab di antaranya adalah: abutilon acequia admiral adobe afrit aladdin albacore albatross alborak alcalde alcazar alchemy alcor alcove aldebaran alembic alfalfa alforja algarroba algebra algol algorithm alhambra alibaba alidade alizarin alkali alkanet almagest almanac amalgam amber anil antimony apricot arak arroba arsenal artichoke assegai attar azimuth azoth azure balas barbary barberry bard bedouin benzoin betelgeuse bezoar blighty bonito borax bougie buckram burgoo calibre camel camphor candy carafe carat caraway cipher coffee cotton crimson damascene dragoman durra elemi elixir fakir falafel fardel fellah felucca fennec gazelle gerbil ghoul gibraltar giraffe guitar hajji halal halvah hammam harem hazard henna imam jar jasmine jemadar jennet jerboa jinnee julep kat kebab khamsin kismet kohl lemon lilac lime loofah lute macramé magazine marabout marcasite marzipan mastaba mattress mezereum mihrab minaret mohair monsoon mosque mozarab mummy muslin nadir noria nucha ogive olibanum orange oud pia mater rahat lokum ramadan rambla razzia realgar ream rigel rook ryot safari saffron sahara saice sash satin scarlet senna sequin sesame sheikh sherbet soda sofa souk spinach sugar sumac summit swahili syrup tabby tabla tahina taj mahal talc talisman tamarind tambourine tare tariff tarragon trafalgar trona vega vizier zarf zedoary zenith zero.

No comments: