Friday 7 August 2009

Bersiaplah Menghadapi Kondisi Lebih Buruk (Bagian 2)


Kekhawatiran saya bahwa kondisi politik Indonesia akan memburuk paska pidato Presiden SBY beberapa jam setelah terjadinya pengeboman JW Marriot - Ritz Carlton bulan Juli lalu, mulai menampakkan diri. Saat ini publik dikejutkan dengan aksi penyergapan polisi terhadap markas teroris di Temanggung dan Jakarta dan tanpa "ba bi bu" dikaitkan dengan sebuah skenario penyerangan teroris terhadap Presiden SBY.

Peristiwa terakhir ini merupakan susulan dari berbagai peristiwa janggal yang terjadi akhir-akhir ini yang menurut saya saling terkait dan sengaja diciptakan dengan tujuan menciptakan destabilitas sosial politik tanah air dan sekaligus semakin menambah ketergantungan Indonesia kepada Amerika dan sekutunya.

Mari kita lihat kasus penahanan Ketua KPK Antasari Azhar dengan tuduhan pembunuhan atas pengusaha Nasruddin. Sampai saat ini tidak ada bukti yang menunjukkan pembunuhan itu meski polisi telah menginterogasi Antasari selama berbulan-bulan. Namun bukannya dilepaskan, Antashari justru diperpanjang penahanannya.

Ini adalah perlakuan yang luar biasa bagi seorang warga biasa, apalagi bagi seorang pejabat tinggi negara yang dipilih oleh DPR dan dilantik oleh Presiden.

Dan ketika kasus ini tidak kunjung disidangkan (mungkin karena tidak ada bukti), tiba-tiba kasus ini melebar ke masalah suap di institusi KPK yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan kasus pembunuhan yang dituduhkan kepada Antasari. Di sisi lain, pemerintah alih-alih memperkuat institusi KPK yang telah terbukti cukup tangguh memberantas korupsi (termasuk menyeret mantan kapolri, pejabat kejaksaan dan besan presiden), justru menghambat pembentukan institusi pengadilan Tipikor.

Lalu lihatlah kasus yang menimpa Prita. Dengan jelas publik mengetahui bahwa Prita telah mengalami perlakuan sangat tidak adil. Para pejabat tinggi negara sempat menyatakan empatinya kepada Prita, termasuk Presiden, Wapres dan Jaksa Agung. DPR bahkan telah mengeluarkan rekomendasi untuk menutup RS Omni Internasional yang telah menyeret Prita ke penjara. Tapi lihatlah, kasus ini tetap berjalan ke tingkat Pengadilan Tinggi, meski telah diputus oleh pengadilan negeri Tangerang. Berbeda dengan komentar empati yang dilakukan para pejabat tinggi, aparat kejaksaan tetap ngotot membawa kasus ini ke pengadilan, melawan nilai-nilai kemanusiaan.

Pada saat Presiden SBY "menuduh" pemboman terkait dengan pilpres dan secara tersamar "menuduh" Prabowo Subiyanto, saya sempat berfikir bahwa aparat keamanan akan segera menangkap Prabowo.

Memang ternyata aparat keamanan tidak cukup "bodoh" untuk menangkap Prawobo tanpa bukti sebagaimana Antasari dalam kasus pembunuhan Nasruddin. Namun saya melihat itu sebagai peringatan kepada Prabowo, seorang calon pemimpin masa depan yang progresif, yang nasionalis dan anti kapitalisme dan anti neo liberalisme, bahwa ia pun akan bisa bernasib sama dengan Antasari.

No comments: