Friday, 7 August 2009
Runtuhnya "Kemaharajaan" Amerika (Bagian I)
Dikembangkan dari: Jim Quinn – TheBurningPlatform.com 5 August 2009
-------------
"Keruntuhan Romawi adalah natural dan merupakan efek yang tidak terhindar dari kebesarannya sendiri. Kesejahteraan (yang tidak terkelola) membuka jalan bagi keruntuhan; sebab-sebab keruntuhan semakin bertambah besar seiring semakin besarnya wilayah kerajaan; dan segera setelah timingnya tepat, bangunan menakjubkan itu memberikan tekanan kepada dirinya sendiri untuk runtuh." Edward Gibbon – The Decline and Fall of the Roman Empire.
Setelah menguasai dunia selama beberapa abad, kerajaan Romawi runtuh karena beberapa faktor yang dipercaya para sejarah, tidak menimbulkan dampak besar jika tidak saling terkait dan menjadi faktor menentukan saat faktor-faktor itu bekerja simultan. Belanja militer yang membengkak dan tak terkontrol, sistem ekonomi yang tidak terkendali, dan penciptaan uang tanpa cadangan emas (fiat money), semuanya memainkan peranannya.
Seperti telah tercatat dalam sejarah para kaisar Roma telah berusaha mengalihkan perhatian masyarakat dari persoalan yang dihadapi negara dengan memberikan hiburan-hiburan (gladiator) dan makanan gratis. Namun semua itu tidak dapat mencegah keruntuhan negara yang disebabkan bebannya sendiri.
Ada beberapa faktor yang sama antara sejarah akhir kerajaan Romawi dengan kondisi negara Amerika Serikat saat ini yang telah berumur 235 tahun. Perbedaanya adalah Amerika tumbuh lebih cepat dari Romawi dan kemungkinan terdekatnya adalah Amerika akan runtuh juga lebih cepat.
Perluasan kekuasaan yang tidak terkendali
"Runtuhnya perdagangan dan industri tidak menjadi penyebab keruntuhan Romawi, melainkan keruntuhan sektor pertanian yang ditinggalkan petani, di beberapa tempat bahkan dalam skala sangat besar. Terkadang karena faktor invasi bangsa-bangsa barbar. Namun penyebab terbesar hal ini adalah pengenaan pajak tanah yang tinggi di daerah-daerah pinggiran yang menyebabkan ditinggalkan para petani. Ekstensifikasi pajak disebabkan oleh anggaran militer yang melonjak dan akibatnya adalah menarik invasi bangsa-bangsa barbar" (Arthur Ferrill – The Fall of the Roman Empire: The Military Explanation)
Ekonomi kerajaan Romawi adalah berdasar pada hasil pampasan perang. Saat wilayah bertambah, kerajaan menempatkan garnisun militer di wilayah baru untuk mengkontrol wilayah itu dan untuk membiayainya mengandalkan para pedagang bangsa Germanic. Namun saat ekspansi terhenti dan tidak adalah lagi pampasan perang yang dihasilkan, tidak ada lagi uang untuk membiayai kebutuhan negara. Sementara rakyat Romawi yang terbiasa hidup senang berubah menjadi menjadi pemalas.
Dalam kontek modern, sebagai negara yang selamat dari kehancuran perang dunia I dan II, Amerika muncul sebagai kemaharajaan baru menggantikan Inggris. Faktor-faktor keruntuhan Romawi tidak terulang, namun iramanya sama.
Daripada merampok, Amerika menggunakan model lain untuk menguasai, yaitu mendiktekan syarat-syarat yang membuat mata uang dolar sebagai mata uang internasional serta membanjiri dunia dengan produksi barang-barang manufaktur yang dicari orang terutama setelah kehancuran perang. Surplus perdagangan internasional yang membumbung tinggi membuat Amerika menjadi negara super makmur.
Sementara itu militer Amerika, demi menjaga kepentingan ekonomi internasionalnya, kemudian berubah menjadi polisi dunia dan melibatkan diri dalam berbagai konflik militer. Bahkan saat tidak terjadi konflik militer (seperti Indonesia misalnya, blogger), Amerika tetap menggelar operasi inteligen yang membutuhkan biaya besar.
Roti dan Hiburan
“Already long ago, from when we sold our vote to no man, the People have abdicated our duties; for the People who once upon a time handed out military command, high civil office, legions — everything, now restrains itself and anxiously hopes for just two things: bread and circuses.” (Juvenal, penyair Romanwi, tahun 77 M)
Sejarahwan Inggris, Andrew J. Toynbee, dengan meyakinkan menyatakan bahwa sistem ekonomi Romawi telah busuk sejak dari awalnya dan semakin membusuk dan institusi-institusinya pelan namun pasti meruntuh seiring perjalanan waktu.
Pemerintah tidak mempunyai cukup uang untuk membiayai negara, maka mereka harus melakukan pemerahan sumber-sumber ekonomi yang ada. Saat tidak ada lagi harta jarahan perang untuk membiayai negara, negara mengenakan pajak tinggi, mengalihakan beban negara kepada rakyat. Hal ini menyebabkan para petani kecil yang tidak sanggup menanggung beban pajak, meninggalkan tanahnya untuk menjadi lahan tandus. Untuk mengalihkan perhatian rakyat dari kondisi yang dihadapi negara, para politisi memainkan kartunya dengan memberikan hiburan-hiburan dan makanan gratis di kota-kota besar.
"Kerajaan" Amerika Serikat saat ini telah sampai pada tahap ini dimana stuktur ekonomi telah runtuh: defisit APBN, defisit perdagangan, dolar yang semakin merosot, pabrik-pabrik tutup dan pengangguran struktural melonjak tajam. Untuk membiayai anggarannya pemerintah harus berhutang, tidak saja kepada rakyatnya sendiri namun juga kepada pemerintah negara-negara lain.
Saat ini dengan APBN mencapai $4 lebih triliun, separohnya dibiayai dengan hutang. Hutang pemerintah telah menembus angka $10 triliun dan total kewajiban yang tidak terbayar mencapai $56 triliun. Namun itu tidak menghentikan Amerika untuk hidup "boros". Belanja militernya mencapai $765 miliar, lebih besar dari belanja militer negara-negara di dunia selain Amerika dijadikan satu. Anggaran kesehatan mencapai $682 miliar, anggaran sosial mencapai $672 miliar, subsidi untuk pengangguran mencapai $ 45 miliar.
Amerika telah berubah dari bangsa pekerja keras dan hemat menjadi bangsa konsumtif. Parahnya, sebagian besar rakyat masih menyangka mereka memiliki harta. Padahal bahkan seorang bayi yang baru lahir telah menyandang beban hutang $40.000 atau setara Rp400 juta karena hutang yang diciptakan pemerintah. Dan hutang ini semakin bertumpuk dan tidak mungkin terbayar bahkan dengan darah dan keringat, bukan saja karena beban bunga berganda, tapi juga karena kebijakan ekonomi pemerintah yang besar pasak daripada tiang.
Rakyat Romawi telah menggambarkan kondisi Romawi betapa rakyat telah menyerahkan hidupnya untuk negara hanya untuk mendapatkan roti dan hiburan gratis. Program-program sosial dan kesehatan yang membengkak itu tidak lain sebagai makanan hiburan untuk rakyat Amerika sebagaimana rakyat Romawi dulu.
Dan soal hiburan itu rakyat Amerika jauh lebih dimanjakan dibandingkan rakyat Romawi. Rakyat Romawi cukup senang dengan hiburan sirkus dan gladiator. Namun lihat daftar hiburan untuk rakyat Amerika: TV kabel 24 jam, Internet, iPhones, iPods, Blackberry, 1.1 juta supermarket, 1,100 mall, 17.000 golf courses, Britney Spears, Madonna, "Housewives of Orange County", "Disperatelly Housewives", New York, Atlanta, Los Angeles, "American Idol", "Survivor", "Rock of Love", "Flip That House", Las Vegas, Disney World, MLB, NFL, NBA, NHL, WWF dlsb.
Diperkirakan sebanyak 12% penduduk Amerika termasuk kategori miskin dan banyak dari mereka yang secara total tergantung pada bantuan pemerintah, meski ironisnya mereka memiliki berbagai peralatan modern seperti ponsel (rata-rata pengeluaran $500/tahun), TV kabel ($900/tahun), Internet ($500/tahun), mobil ($5,000 leasing/tahun), fast food ($1,000/tahun), dan rokok 1 bungkus sehari ($1,500/tahun).
Bagaimana ini bisa terjadi?
Jawabannya ada pada sistem keuangan dan perbankan modern. Uang yang dicetak tanpa cadangan emas dan kredit murah besar-besaran memungkinkan orang menikmati semua fasilitas modern tersebut. Tapi tidak ada yang gratis di dunia ini. Seperti sudah disebutkan, setiap penduduk Amerika menanggung hutang yang menumpuk dari tahun ke tahun. Saat hutang itu jatuh tempo, semua yang dimiliki itu tidak mencukupi.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment