Tuesday, 6 March 2012

BAGAIMANA IRAN MENGALAHKAN AL AMERIKA? (3)


Pada tahun 1991, dalam Perang Teluk I antara Amerika dan sekutunya melawan Irak, 2 kapal pengangkut amphibi Amerika USS Tripoli dan kapal penjelajah modern USS Princeton, menabrak ranjau laut yang dipasang Irak hingga mengalami kerusakan parah meski tidak tenggelam. Padahal kedua kapal tersebut tengah menjalankan misi pendaratan 30.000 pasukan marinir di Irak, hingga akhirnya missi yang menelan biaya besar itupun dibatalkan.

Tiga tahun sebelumnya kapal destroyer Amerika, USS Samuel B. Roberts, menabrak ranjau yang dipasang Iran dalam satu episode Perang Iran-Irak yang disebut Perang Tanker. Demikian parah kerusakan yang dialami kapal ini hingga nyaris saja tenggelam. Kala itu USS Samuel B. Robertsan tengah menjalankan misi pengawalan terhadap konvoi kapal tanker melintasi Selat Hormuz setelah sebelumnya kapal tanker Amerika "Bridgeton" mengalami kerusakan parah akibat menabrak ranjau Iran.

Pada tahun 1991 Irak hanya menebar 1.000 ranjau, dan tahun 1988 ranjau yang ditebar Iran jauh lebih sedikit lagi. Kini, di ambang peperangan laut Teluk Parsi antara Amerika melawan Iran, Iran diyakini memiliki 2 ribu hingga 3 ribu ranjau yang sebagia di antaranya adalah ranjau paling canggih yang bisa mendeteksi dan mengincar sendiri sasarannya. Demikian laporan Anthony Cordesman dari "Center for Strategic and International Studies", lembaga kajian politik dari Washington, Amerika. Menurut laporan tersebut dengan hulu ledak seberat 660 pound, sebuah ranjau bisa mengoyak lambung kapal induk dan menenggelamkannya atau setidaknya membuatnya rusak berat hingga tidak bisa beroperasi dalam jangka waktu lama.

Secara kuantitatif dan kualitatif Amerika memang memiliki keunggulan laut di kawasan Teluk Parsi, namun ranjau-ranjau yang ditebar Iran bisa mengacaukan segalanya. Berharga relatif murah dan mudah dibuat, sebagaimana bom jalanan yang telah banyak memakan korban pasukan Amerika di Irak, ranjau menjadi pilihan paling mudah bagi Iran untuk melayani Amerika.

Iran telah mengancam akan menebarkan ribuan ranjau untuk menutup Selat Hormuz, jumlah yang memerlukan waktu setahun lebih untuk membersihkannya.

"Ini adalah masalah jumlah, bukan tantangan teknologi," kata Lt. Cmdr. Wayne Liebold, komandan kapal penyapu ranjau Amerika, USS Gladiator, kepada "Huffington Post" beberapa waktu lalu mengenai ancaman ranjau yang dihadapi Amerika.

Gladiator adalah satu di antara empat kapal penyapu ranjau Amerika yang beroperasi di kawasan Teluk Parsia. Dibuat dari kayu cedar, spruce dan fir, mengurangi resiko terkena ledakan ranjau laut yang peka terhadap medan magnet.

Selain empat kapal penyapu ranjau, satuan laut Armada V Amerika yang bermarkas di Bahrain dilengkapi juga dengan perlengkapan lain untuk menyapu ranjau seperti kapal selam robot, sensor udara, serta satu satuan lumba-lumba dan singa laut terlatih. Ini masih ditambah dengan pengalaman menyapu ranjau di kawasan Teluk Parsia selama 2 dekade lebih.

Dan kini, dengan ancaman perang yang semakin tinggi, Gladiator dan tiga kapal penyapu ranjau Amerika lainnya terus meningkatkan operasinya. Belum ada ranjau yang ditemukan sejauh ini, namun ancaman telah menunggu.

Teluk Parsia adalah kawasan paling dikenal oleh para penyapu ranjau Amerika karena mereka telah beroperasi di sini sejak tahun 1990-an. Namun perburuan ranjau adalah pekerjaan yang sulit, berbahaya dan memakan waktu. "Menangangi ranjau laut adalah pekerjaan yang lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. Kami tentu sudah siap dan percaya diri," kata Liebold. Namun ia juga mengingatkan bahwa diperlukan waktu hampir 2 tahun bagi 32 kapal penyapu ranjau untuk membersihkan kawasan Selat Hormuz dan sekitarnya dari ranjau yang digelar Iran akhir tahun 1980-an.

Ranjau laut bukan lagi sekedar benda mengapung berbahaya meski ranjau model jaman Perang Dunia I-lah yang telah membuat kapal USS Samuel Roberts nyaris tenggelam. Iran kini memiliki ranjau EM-52 buatan Cina yang tenggelam di dasar laut, menunggu dan melacak kedatangan kapal musuh dengan gelombang elektromagnetik atau gelombang suara, dan meluncur sendiri ke sasaran dengan membawa 660 pound hulu ledak.

Ranjau lain yang dimiliki Iran dilengkapi komputer mikro yang bisa melacak sasaran yang mendekat, mendeteksi jenis sasaran, melakukan manuver untuk menghindari deteksi, dan selanjutnya mengkalkulasi sendiri saat yang tepat untuk "menyerang".

Namun Iran juga memiliki ranjau yang sengaja didisain secara sederhana seperti terbungkus dalam barang bekas dari plastik yang mengapung, seperti lemari es, untuk menghindari deteksi metal musuh. Mengantisipasi alat deteksi ranjau yang semakin canggih, beberapa jenis ranjau laut sangaja disamarkan seperti sampah yang mengapung atau tenggelam di dasar laut bersama sampah-rampah lain yang bertebaran di seluruh lautan. Bahkan ranjau laut jenis "dumb" yang relatif kuno teknologinya, tetap menjadi ancaman nyata karena sulitnya dideteksi dan dipindahkan.

Iran juga dikabarkan telah memiliki belasan kapal selam mini dari Korea Utara yang bisa menebarkan ranjau, atau menembakkan torpedo sebagaimana Korea Utara merusak kapal perang "Cheanon" milik Korsel tahun 2010 lalu.

Mendeteksi ranjau laut di perairan dangkal dan ramai seperti Teluk Parsi adalah pekerjaan sulit. Belum lagi cuaca yang tidak bersahabat bagi para awak kapal maupun perlengkapan yang sensitif. Bahkan jika sebuah ranjau berhasil dideteksi, biasanya tidak bolah diledakkan begitu saja karena berbahaya. Sebuah robot selam akan dikirim untuk merusak perlengkapan elektroniknya sehingga ranjau tidak lagi aktif.

AL Amerika juga sudah lama menjadikan ikan lumba-lumba dan anjing laut sebagai alat pendeteksi dan perusak ranjau laut. Ada tiga jenis lumba-lumba dan anjing laut yang digunakan: Mark 4 Mod 0 (lumba-lumba yang bekerja di laut dangkal), Mark 4 Mod 1 (anjing laut yang bekerja di kedalaman di bawah 500 kaki) dan Mark 6 Mod 1 (lumba-lumba yang dilatih untuk mendeteksi dan menyerang penyelam musuh). Mereka lah satu-satunya aset AL yang mampu mendeteksi ranjau yang terpendam di dasar laut, namun mereka hanya bisa bekerja dalam area yang terbatas. Dan saat ini belum ada lumba-lumba maupun anjing laut yang digunakan di Teluk Parsi.



Ref:
"U.S., Iran Poised For Mine Warfare In The Persian Gulf"; David Woods – Huffington Post February 28, 2012; dalam thetruthseeker.co.uk; 29 Februari 2012

No comments: