Friday, 2 March 2012

PEMBERONTAK MENARIK DIRI DARI HOMS


Saya (blogger) mengakui bahwa dalam tulisan-tulisan tentang Iran, Lebanon maupun Syria, saya cenderung terbawa oleh emosi membela mereka dari "serangan" Amerika-Israel dan sekutu-sekutunya. Namun saya tidak pernah meninggalkan rasionalitas dalam analisis-analisis saya sebagaimana analisis saya tentang perang Gaza tahun 2008-2009.

Ketika Israel menyerang Gaza samua orang menyangka HAMAS akan takluk dengan mudah oleh serangan Israel yang memiliki kekuatan militer hebat. Apalagi Israel kala itu tidak hanya didukung Amerika, tapi juga oleh pengkhianatan negara-negara Arab yang tidak lain adalah "saudara" bangsa Palestina sendiri. Selain aksi tutup mata terhadap kebiadapan Israel, Mesir bahkan aktif mendukung aksi blokade atas Gaza, para ulama Salafi justru meminta rakyat Palestina untuk menyerah dan menfatwakan haram berperang melawan Israel. Kala itu saya dengan yakin 100% menulis bahwa Israel akan "keok". Dan saya benar.

Analisis saya sederhana saja, yaitu bahwa Israel tidak memiliki semangat jihad sebagaimana bangsa Palestina. Saya sudah membacanya dari kelalahan Israel melawan Hizbollah tahun 2000 dan 2006. Apalagi setelah membaca berita tentang para serdadu infantri Israel yang mengenakan "pampers" karena takut ditembak sniper HAMAS kala buang air kecil, saya yakin Israel tidak akan tahan berperang lebih dari 1 bulan kecuali melawan rakyat sipil tak bersenjata.

Dalam konflik Syria pun demikian. Saya yakin 100% pemerintah Bashar al Assad akan bertahan karena ia mendapat dukungan tidak saja dari rakyatnya yang sadar betul negaranya tengah mendapat serangan dari zionis dan salafis-wahabis, namun juga dukungan dari Iran, Lebanon, Irak, Palestina, Rusia dan Cina. Dan analisis saya terbukti dengan kabar telah direbutnya kembali basis perlawanan pemberontak Syria di Homs oleh pasukan pemerintah. Kemenangan ini melengkapi kemenangan Bashar al Assad sebelumnya yang mana referendum yang digelarnya hari Minggu (26/2) mendapat dukungan mayoritas rakyat Syria.

Sebagaimana dikabarkan situs online BBC, tgl 1 Maret lalu, para pemberontak telah meninggalkan Homs yang selama ini menjadi basis utama perlawanan mereka melawan regim Bashar. Mereka tidak tahan menghadapi gempuran tentara loyalis Bashar yang selama sebulan terakhir mengepung kota ini dan menghujani basis mereka di distrik Baba Amr dengan artileri dan mortir.

Sekedar informasi tidak seluruh kota Homs menjadi basis pemberontak karena di kota ini juga terdapat kawasan yang dihuni oleh orang-orang Alawi dan Kristen pendukung Bashar. Kawasan mereka lah yang selama ini menjadi sasaran serangan pemberontak.

Barat sebenarnya telah berupaya menghambat kejatuhan Homs dengan mengirimkan utusan kemanusiaan PBB Valerie Amos ke Homs untuk memantau kondisi setempat. Namun kedatangannya ditolak Syria. Selain itu drama peperangan di Homs juga diwarnai peristiwa tragis dan heroik yang dialami para wartawan yang meliput peristiwa ini.

Dalam operasi penyelamatan berbahaya yang berlangsung selama 3 hari, reporter Spanyol Javier Espinosa, salah satu dari 4 wartawan asing yang terperangkap di Baba Amr selama seminggu berhasil melintasi perbatasan Lebanon, Rabu (29/2), menyusul penyelamatan fotograper Inggris yang terluka Paul Conroy sehari sebelumnya. Menurut keterangan seorang aktifis kemanusiaan yang turut dalam aksi penyelamatan tersebut, sebanyak 13 aktifis kemanusiaan turut tewas dalam operasi tersebut, namun sebanyak 47 warga sipil yang terluka berhasil diselamatkan.

Sebelumnya, hari Minggu (26/2), Espinosa sebenarnya telah meninggalkan Baba Amr dengan iringan konvoi bersama 2 wartawan Perancis William Daniels dan Edith Bouvier, namun mereka terpisah dari rombongan dan terpaksa kembali ke Baba Amr. Hingga kini dua wartawan Perancis tersebut belum diketahui nasibnya. Menurut keterangan para aktifis Bouvier menolak dievakuasi lagi tanpa kehadiran dubes Perancis sebagai bentuk solidaritas atas warga yang terluka.

Bouvier terluka akibat serangan bom tgl 22 Februari lalu yang menewaskan wartawati Sunday Times Marie Colvin dan fotograper Perancis Remi Ochlik. Mayat mereka masih berada di Baba Amr.

Tentara dikabarkan juga melakukan pembersihan di kota Rastan, 20 km utara Homs. Selain itu tentara dan milisi pendukung Bashar juga menyerang Helfaya, benteng pasukan oposisi di dekat kota Hama.



PASUKAN ELIT AL ASSAD
Kaburnya para pemberontak dari Homs terjadi setelah pasukan elit Syria dari Divisi IV lapis baja mulai melakukan pembersihan terhadap kantong-kantong pemberontak, Rabu (29/2). Pasukan ini dipimpin oleh adik terkecil Bashar, yaitu Maher al Assad. Di masa lalu pasukan ini juga berperan krusial dalam aksi penumpasan pemberontakan Ikhwanul Muslimin di Hama tahun 1982.

Penumpasan pemberontakan tahun 1982 menjadi aib bagi penguasa Syria kala itu yang tidak lain adalah ayah Bashar, yaitu Hafez al Assad. Namun pemberontakannya menjadi aib bagi Ikhwanul Muslimin, organisasi yang didirikan dengan misi membebaskan Palestina dari penjajahan Israel. Padahal kala itu Syria justru tengah berperang melawan Israel di Lebanon. Dan kini pemberontakan yang sama dilakukan Ikhwanul Muslimin terhadap Bashar al Assad, pemimpin Arab satu-satunya yang masih teguh melawan Israel.

1 comment:

Andri Faisal said...

Disamping Syria menentang Israel mereka juga memberangus gerakan Islam di Syria.Sebenearnya kalau rezim Assad lebih dulu tumbang maka Israel bisa lebih cepat tumbang