Tuesday 18 November 2008

INSPIRASI PROFESOR KOMAR


Inspiratif atau dalam bahasa aslinya inspiring, menurut pemahaman penulis adalah sesuatu yang mampu menarik atau mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Namun ada satu hal lagi yang biasanya melekat pada kata inspirasi, yaitu dorongan untuk melakukan hal-hal positif, bukan negatif.

Kata inspiring menarik untuk saya kaji dalam tulisan ini karena terkait dengan seorang tokoh Islam nasional yang dikenal dengan pandangannya yang moderat, yaitu Profesor DR. Komaruddin Hidayat yang kini menjabat sebagai Rektor UIN Jakarta. Dalam suatu acara diskusi di stasiun televisi TVOne tanggal 9 November lalu bertema: Jihad Milik Siapa, Profesor Komaruddin membuat pernyataan yang menurut saya menarik untuk dikaji. Pertama beliau mengatakan bahwa jihad adalah semangat yang besar untuk berbuat kebaikan kepada sesama. Kemudian dalam konteks yang sama beliau mangatakan bahwa kaum Yahudi dengan sistem perbankan yang dibangunnya merupakan satu contoh jihad yang inspiring.

Pendapat terakhir beliau tersebut sangat menarik untuk dicermati. Menurut saya hanya ada dua kemungkinan pada diri beliau terkait dengan pernyataan tersebut: pertama adalah beliau tidak memahami bahwa sistem perbankan yang diciptakan kaum Yahudi lebih banyak memberikan kemudharatan bagi kemanusiaan. Kedua adalah beliau memahami kemudharatan sistem perbankan Yahudi, namun karena motif-motif tertentu yang beliau sendiri mengetahuinya, beliau menyembunyikan kemudharatan itu dan justru memujinya sebagai sebuah kebaikan yang inspiring. Untuk tidak berburuk sangka saya anggap Profesor Komaruddin tidak memahami, sama seperti sebagian besar orang yang berilusi menganggap segalanya berjalan baik-baik saja meski kenyataannya secara pelan tapi kehancuran telah menunggu di balik pintu. Atau perumpamaan lainnya adalah orang-orang yang menyangka dunia akan kekal selamanya padahal dunia berada di atas permukaan kulit tipis sebuah bola api raksasa yang siap meledak setiap saat bila keseimbangan energi yang melingkupinya terganggu.

(Bila kecepatan rotasi bumi berkurang sedikit saja --- bisa terjadi karena benturan dengan benda angkasa atau hanya karena terjadi perubahan garis edar benda-benda angkasa di sekitar bumi --- maka bumi dipastikan akan meledak. Sebaliknya jika kecepatan rotasi bumi meningkat --- bisa terjadi misalkan karena terjadinya perubahan garis edar benda-benda angkasa sekitar bumi, maka bumi akan runtuh ke dalam).

Sebagaimana kita fahami sistem perbankan yang dikembangkan kaum Yahudi adalah sistem ribawi yang dilarang oleh semua agama samawi: Islam, Kristen dan Yahudi. Sistem ini dilarang oleh agama karena menimbulkan ketidak-adilan dimana pihak yang memberikan pinjaman mendapatkan keuntungan dari jerih payah pihak yang menerima pinjaman. Praktik riba juga dilarang karena menimbulkan sifat malas bagi orang yang memiliki kekayaan karena hanya dengan meminjamkan uang mereka mendapat keuntungan. Sifat malas itu sendiri kemudian menurunkan banyak sifat negatif lainnya seperti tamak dan keji. Segala peperangan dan kekacauan global yang terjadi adalah disebabkan oleh sifat-sifat negatif seperti itu.

Dalam dunia modern sekarang ini dampak sistem perbankan ribawi ini dapat dilihat dari seringnya terjadi fenomena krisis ekonomi dan moneter yang berujung pada pemiskinan sebagian besar manusia yang disertai dengan penumpukan kekayaan sebagian kecil manusia lainnya. Fenomena lainnya yang tampak (namun tentu saja hanya orang-orang tertentu yang mau berfikir saja yang bisa melihat) adalah terjadinya ketimpangan sektor riel dan sektor keuangan. Perusahaan-perusahaan sektor keuangan adalah perusahaan yang memiliki asset terbesar. (Puluhan perusahaan keuangan besar di dunia memiliki asset triliunan dollar. Perusahaan-perusahaan sektor riel terbesar di dunia hanya ber-asset ratusan miliar dollar). Individu yang bergerak di sektor keuangan adalah individu yang bergelimang dengan kekayaan dan kemewahan. Sementara sebagian besar individu di sektor riel (buruh, karyawan, petani, tukang hingga manajer) adalah individu-individu yang bergelimang dengan kemiskinan.

Contoh paling tepat untuk menggambarkan hal ini di Indonesia adalah gaji Presiden RI yang lebih kecil dibandingkan gaji Gubernur Bank Indonesia. Ruang kerja direktur bank terbesar di Indonesia lebih mewah dibandingkan ruang kerja para menteri bahkan presiden sekalipun. Di Amerika gaji para CEO perusahaan keuangan bahkan bisa mencapai 500 x lipat gaji presiden.

Padahal para individu sektor riel-lah yang sebenarnya bekerja menghasilkan barang dan jasa. Merekalah yang membuat rumah, menghasilkan baju dan menumbuhkan padi, bukan pengusaha dan karyawan perusahaan keuangan yang hidup dari riba dan berjudi main valas dan saham.

Dari sisi ini saja ketidak-adilan tampak sangat gamblang.

Saya sengaja tidak membahas lebih terperinci masalah ini karena sudah saya sampaikan pada beberapa artikel lain dalam blog ini. Saya hanya ini mengingatkan bahwa Profesor Komaruddin, sebagaimana orang-orang yang berpandangan Islam Liberal, merupakan sebuah produk dari gerakan liberalisasi yang bertujuan melemahkan semua keyakinan/ pemahaman/ agama/ kelompok etnis yang dapat mengancam gerakan zionisme. Dengan gerakan ini maka (diharapkan) tidak akan ada lagi kelompok-kelompok aliran/agama/etnis yang mempunyai kekuatan untuk mengalahkan dominasi Yahudi.

Saya mengamati ada sebuah pola rekrutment seseorang menjadi tokoh Islam Liberal. Pertama mereka berasal dari desa tertinggal (karenanya mudah terpesona dengan kemajuan), keluarga relatif miskin (karenanya terobsesi dengan kesuksesan), kuliah di kota besar seperti Yogya dan Jakarta (mulai terkena cultural shock), mendapat beasiswa ke luar-negeri, biasanya Amerika atau Eropa (cultural shock makin parah), setelah pulang bekerja di perusahaan/instansi/surat kabar/LSM yang mendapat sponsor atau bantuan asing (menjadi luar-negeri minded, menganggap segala yang berasal dari negeri maju adalah paling baik dan benar).

Dari kriteria-kriteria tersebut Profesor Komarudin memenuhi semuanya.

"Dulu saya mimpi untuk masuk saja tidak berani, apalagi jadi dosen di sana karena memang tidak ada jalurnya bagi orang miskin yang besar di pesantren," katanya tentang Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dalam Indopos, 22 Oktober 2006..

"Umur 18 tahun, saya bertekad mendatangi Jakarta. Prinsip saya, kalau di Jakarta itu banyak gula, saya ibarat semut, masak saya tidak tidak akan merasakan manisnya gula itu. Saya yakin ibu kota memberi harapan besar pada saya. Di sana ada ilmu, uang, informasi, dan sebagainya. Waktu itu saya nekat bermodal dengkul," tambahnya.

Lahir di sebuah desa kecil di Magelang tahun 1953, Komar, begitu nama panggilannya, menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya di PP Pabelan Magelang (1969) dan PP al-Iman, Muntilan (1971). Pendidikan tingginya dilaksanakan di IAIN Jakarta dengan gelar doktorandus. Selanjutnya ia mendapatkan gelar doktor ilmu filsafat barat di MET University, Ankara Turki tahun 1990. Turki adalah salah satu pusat gerakan zionisme dengan Mustapha Kemal sebagai tokoh utamanya..

No comments: