Thursday 28 January 2016

Cina Ingatkan Soros tidak Lakukan Perang Mata Uang atas Yuan

Indonesian Free Press -- Reputasi George Soros, seorang zionis yahudi ashkenazi, sebagai 'sutradara' dari berbagai krisis politik, ekonomi dan sosial global, sudah tidak diragukan lagi. Maka, ketika ia mengumumkan ramalannya bahwa ekonomi Cina akan mengalami kesulitan serius, pemerintah Cina bereaksi keras.

Seperti dilaporkan Market Watch, 26 Januari lalu, pemerintah Cina mengingatkan Soros untuk tidak melakukan aksi 'perang mata uang' terhadap mata uang Cina, Yuan.

"Penolakan Soros terhadap 'renminbi' dan dolar Hong Kong akan mengalami kegagalan, tidak diragukan lagi,” tulis pejabat Cina di harian partai komunis, People's Party, seperti dilaporkan Market Watch.

Dalam artikel berjudul ”Mendeklarasikan perang terhadap mata uang Cina? Ha ha,” disinggung tentang Amerika, negara George Soros, yang disebutnya mengalami penyakit “Dutch disease” dan "predator finansial.”

Artikel itu sebagai tanggapan atas pernyataan Soros tentang pelambatan ekonomi Cina yang 'tidak bisa dielakkan'.
“Sebuah  'hard landing' secara praktis tidak bisa dihindari," kata Soros kepada Bloomberg Television minggu lalu, di sela-sela pertemuan World Economic Forum di Davos, Swiss.

“Saya tidak mengharapkan hal ini, namun saya mengamatinya," tambah Soros tentang prospek ekonomi Cina itu.

Kaitan Soros dengan berbagai krisis finansial global telah diketahui setidaknya sejak tahun 1992 ketika ia 'meramalkan kejatuhan nilai mata uang poundsterling hingga memaksa pemerintah Inggris menarik mata uangnya dari pasar uang Eropa. Ia juga sukses menghancurkan mata uang Bath Thailand, Won Korea dan Rupiah yang mendorong terjadinya krisis moneter tahun 1997 di Asia Tenggara.

Soros dikenal vokal terhadap kebijakan-kebijakan ekonomi Cina setidaknya sejak tahun 2008 ketika ia meramalkan dunia akan mengalami krisis akibat 'kebingungan' Cina dalam menemukan model ekonominya. Sementara Cina menganggap Soros sebagai 'spekulator kotor' yang bisa mengganggu perekonomian Cina.

Mata uang Yuan Cina diperkirakan menggalami penurunan nilai tahun ini dari 6,58 Yuan per-dollar menjadi 7 Yuan per-dollar, analis Deutsche Bank mengatakan.

Pemerintah Cina telah mendevaluasi mata uangnya pada bulan Agustus 2015 lalu dalam upayanya untuk mendorong pertumbuhan ekspor yang terus melambat. Para ekonom juga memperkirakan perekonomian Cina masih akan mengalami pelambatan setelah tahun lalu, untuk pertama kali pertumbuhan ekonominya berada di angka kurang dari 7%.(ca)

No comments: