Sunday 10 May 2009

Ada Apa dengan Antasari


Gus Dur: Penahanan Antasari Azhar adalah sebuah konspirasi


Sebelum saya membahas tentang kasus penahanan ketua KPK Antasari Azhar oleh kepolisian terkait kasus pembunuhan Nazaruddin, direktur sebuah BUMN bulan Maret lalu, saya ingin sedikit mengupas kasus penahanan mantan Direktur BIN dan Danjen Kopassus Muchdi PR beberapa waktu lalu.

Meski penyidik telah lama mendapat bukti-bukti yang mengindikasikan keterkaitan Muchdi PR dengan kematian aktivis HAM Munir, namun Muchdi baru "dapat" ditahan beberapa tahun setelah kematian Munir. Jangankan Muchdi PR, penahanan anak buah Muchdi, Pollycarpus saja membutuhkan waktu cukup lama. Bahkan meski sempat diadili, Pollycarpus sempat dibebaskan oleh pengadilan sebelum akhirnya polisi mengajukan bukti baru dan kembali mengajukan Polly ke pengadilan yang mengganjarnya dengan hukuman penjara.

Adapun Muchdi PR, meski sempat diadili, pengadilan akhirnya membebaskannya.

Pendek kata, dalam kasus Muchdi PR dan Pollycarpus yang merupakan pimpinan dan pegawai lembaga Badan Inteligen Negara, penyidik dan pengadilan mendapatkan resistensi yang sangat tinggi.

Banyak analisis yang menyebutkan bahwa pembebasan Muchdi PR karena adanya tekanan kalangan militer terhadap Presiden SBY yang dianggap terlalu liberal dan telalu berpihak kepada kepentingan asing dengan mengorbankan kepentingan nasional. Sebelum penahanan Muchdi PR, kalangan militer yang merasa menjadi pilar utama penjaga kepentingan dan kesatuan nasional masih bisa menahan diri terhadap kebijakan-kebijakan liberal SBY, termasuk pemotongan anggaran militer. Namun tatkala salah seorang dari mereka ditahan, mereka tidak bisa menahan diri lagi dan "mengancam" SBY sehingga SBY pun membebaskan Muchdi PR.

Saya juga ingin menyinggung sedikit kasus korupsi yang menimpa Akbar Tanjung, Ginanjar Kartasasmita, atau Syahril Sabirin. Karena adanya resistensi dari para pendukung keduanya, maka penyidik mengalami kesulitan untuk menahan keduanya, apalagi mengajukannya ke pengadilan.

Saya juga ingin sedikit menyinggung etika dan budaya para aparat negara. Di antara mereka terdapat sebuah etika untuk sebisa mungkin "saling melindungi" agar tugas dan fungsi mereka tidak saling bersinggungan. Maka ketika KPK akan menahan jaksa Urip karena tertangkap basah melakukan tindak korupsi, ketua KPK sendiri, Antasari Azhar, menelepon Jaksa Agung Hendarman Supanji untuk "meminta ijin" menangkap jaksa Urip.

Maka untuk menahan seorang ketua KPK, polisi paling tidak akan "sowan" kepada yang melantiknya.

Namun dalam kasus penahanan Antasari Azhar, tidak tampak sama sekali adanya resistensi dari pihak Antasari, ataupun upaya pihak kepolisian untuk setidaknya sedikit meredam kasus ini karena melibatkan seorang pejabat tinggi negara yang dipilih oleh DPR dan diangkat oleh Presiden. Yang terjadi justru sebuah tragedi. Seorang pejabat tinggi negara diperlakukan bak penjahat kelas teri dan dipertontonkan ke hadapan publik.

Dari analisis singkat ini saja saya sudah curiga adanya sebuah konspirasi untuk menahan Antasari Azhar. Dan inilah beberapa indikasinya:

1. Ancaman Antasari Azhar kepada Nasruddin via SMS. Sebagai ketua KPK Antasari tentu paham betul bahwa semua komunikasi seluler dapat dilacak dan direkam oleh provider seluler juga oleh para aparat inteligen. Teknik inilah selama ini yang digunakan oleh KPK untuk menjerat para pelaku koruptor. Dan karena itu tentu sangat naif jika Antasari melakukan ancaman via SMS dengna menggunakan ponsel pribadinya. Jika ia ingin mengancam, tentu dengan cara lain seperti mengunakan ponsel lain. Tentu Antasari juga tidak akan mencantumkan identitasnya, melainkan sebuah sandi yang dapat diintepretasikan (namun tidak bisa menjadi bukti kuat) oleh Nasruddin sebagai Antasari.

2. Eksekusi pembunuhan. Pembunuhan Nasaruddin, di siang hari bolong di ibukota Jakarta, merupakan sebuah eksekusi yang sangat kasar dan banyak meninggalkan jejak. Kecuali pembunuhan politik dengan maksud menimbulkan teror, eksekusi dengan cara ini tentu sama sekali bukan sebuah pilihan Antasari (jika memang ia adalah dalangnya).

3. Adanya keterlibatan seorang pengusaha petualang politik dan seorang perwira polisi (kemungkinan juga merangkap perwira inteligen), menambah kuat aroma konspirasi. Kecuali ditemukan bukti kuat adanya perintah langsung dari Antasari untuk melakukan eksekusi terhadap Nasaruddin, maka dipastikan kasus pembunuhan Nasaruddin dan penahanan Antasri adalah sebuah konspirasi.

Lalu jika penahanan Antasari adalah sebuah konspirasi, lalu apa motifnya?

Mudah saja. Antasari adalah ketua lembaga pemberantas korupsi paling kuat di negeri surganya para koruptor ini. Meski telah banyak menangkapi koruptor, KPK masih membiarkan kasus yang paling besar yaitu kasus BLBI. Nilai korupsi-nya pun sangat besar, ratusan triliun rupiah, plus bunganya selama bertahun-tahun mungkin mencapai ribuan triliun.

Namun meski demikian, cepat atau lambat, KPK mau tidak mau akan melirik ke kasus BLBI. Kasus penyuapan jaksa Urip misalnya, nyaris saja menyeret Syamsul Nursalim, salah seorang penilap dana BLBI. Dan ini tentu saja tidak diinginkan oleh para pelaku koruptor BLBI. Mereka bukan saja para taipan penerima BLBI, namun juga para politisi dan aparat birokrat yang kecipratan, dan juga pers yang sebagian modalnya berasal dari BLBI. --- Boleh dicek media massa mana yang konsisten menyerukan penyidikan kasus BLBI, hampir tidak ada. Lihat juga bagaimana media massa seia sekata menyembunyikan kaitan antara Arthalyta Suryani dengan Syamsul Nursalim dalam kasus penyuapan jaksa Urip.

Selain itu kasus BLBI juga melibatkan kepentingan asing. Singapura misalnya. Negara yang menjadi hub Israel di wilayah Asia Tenggara ini telah mendapatkan banyak aliran dana BLBI. Dan di atas Singapura adalah kepentingan Amerika. Menggelontorkan bantuan dana untuk dikorupsi adalah modus negeri ZOG (zionist occupied goverment) Amerika menciptakan ketergangungan negara-negara miskin terhadapnya sehingga dengan mudah dapat dikuras kekayaan alamnya.

Sayangnya di negeri ini lebih banyak pejabat dan pemimpin yang mementingkan diri sendiri dan rela mengorbankan kepentingan negara demi kepengingan asing. Lihat saja, meski pemerintah berkoar-koar berkampanye telah menghapuskan hutang, diam-diam terus menumpuk hutang, sebagaimana dilakukan Menkeu Sri Mulyani dalam pertemuan Asian Development Bank di Bali baru-baru ini. Mereka tidak pernah benar-benar rela jika korupsi benar-benar dihancurkan di Indonesia, karena akan menyeret mereka sendiri.

Anda masih ingat dengan kejadian diterimanya beberapa konglomerat penilap BLBI di Istana Negara dengan diantar oleh seorang pimpinan Polri? Atau cerita tentang bertemunya Presiden Gus Dur dengan buronan kriminal Tommy Soeharto? Atau cerita tentang seorang buronan kasus BLBI yang tinggal di Singapura yang hadir dalam sebuah acara kenegaraan di Batam dan duduk tepat di belakang Presiden Megawati? Itu semua menjadi cermin bagaimana sikap para pejabat dan pemimpin negeri ini memperlakukan para penjahat dan koruptor.

Itulah sebabnya maka Antasari ditahan sebagai peringatan kepada KPK bahwa ada satu garis yang tidak boleh dilanggar, dan garis itu adalah kasus BLBI.

Wallahualam bi sawwab.

No comments: