Tuesday 27 October 2009

Perang Rahasia di Pakistan


Apa yang sebenarnya diinginkan para politisi Pakistan? Satu-satunya negara Islam yang memiliki senjata nuklir itu mestinya aman damai dan pemerintahnya mencurahkan perhatian pada pembangunan untuk kesejahteraan rakyatnya yang sebagian besar masih hidup di bawah garis kemiskinan. Tapi kini Pakistan justru dilanda perang sipil sporadis melawan Taliban dan gerilyawan anti-Amerika. Di sisi lain, Pakistan juga tengah dilanda perang inteligen antara aparat keamanan dan inteligen patriot nasionalis melawan para anasir Amerika yang dipimpin oleh perdana menteri dan presiden Pakistan sendiri. Dalam jangka tidak terlalu lama lagi perang tersebut kemungkinan bakal berubah menjadi perang saudara habis-habisan yang akan menghancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.

Semua ini terjadi karena para politisi korup dan para pengkhianat negeri itu rela menjadi antek Amerika demi mewujudkan ambisi Amerika menguasai negeri yang strategis itu dan menjadikannya alat yang efektif untuk mengakhiri perlawanan gerilyawan Afghanistan yang selama delapan tahun gagal dipadamkan Amerika dan sekutunya. Saya ingatkan Anda para pembaca, di Indonesia pun, dalam skala lebih rendah, tengah terjadi perang rahasia antara para patriot nasionalis, sebagian besar dari kalangan militer dan inteligen, sebagian dari kalangan politisi serta cendekiawan, melawan anasir-anasir Amerika yang telah menguasai jabatan-jabatan strategis negeri ini.

Beberapa waktu lalu saya telah menulis di blog ini mengenai kehadiran personil dan perlengkapan militer Amerika secara besar-besaran di Pakistan yang secara vulgar telah melanggar kedaulatan negeri tersebut. Hal itu telah menimbulkan berbagai insiden yang melibatkan aparat keamanan Pakistan dengan para personil militer Amerika tersebut.

Berbagai laporan telah menyebutkan, pemerintah Amerika kini semakin intensif menancapkan pengaruhnya di Pakistan. Bukan lagi melalui cara-cara diplomatis, tapi bahkan ancaman dan intimidasi. Untuk menghindari kecurigaan publik, instruksi-instruksi diberikan kepada antek-anteknya di Amerika. Para politisi, birokrat sipil dan militer, penulis dan wartawan senior, serta akademia telah menjadi agen-agen rahasia Amerika.

Tanda-tanda intensitas Amerika menancapkan pengaruhnya di Pakistan tampak jelas dari upaya para diplomat Amerika di Pakistan untuk menangkis berbagai kritikan yang tertuju kepada mereka yang dilancarkan oleh masyarakat yang sadar dengan bahayanya yang dihadapi negaranya. Di sisi lain mereka secara intensif menggunakan para anteknya untuk mendukung kehadiran Amerika di Pakistan, di antaranya dengan mensponsori perjalanan muhibah ke Amerika yang diikuti oleh para antek.

Di sisi lain, Amerika terus-menerus meningkatkan kehadiran militernya di Pakistan. Dengan dukungan para anteknya yang duduk di birokrasi pemerintahan tentunya, namun tentunya dilakukan diam-diam untuk menghindari konfrontasi dengan aparat keamanan yang masih memiliki rasa nasionalisme. Meski demikian konfrontasi-konfrontasi tetap tak terelakkan.

Dalam upayanya meneguhkan pengaruh di Pakistan, beberapa waktu lalu Dubes Amerika di Pakistan, Anne W. Patterson mengaku kepada pers telah mencoba mengintimidasi kolumnis pengkritik intervensi Amerika di Pakistan dengan mendesak media massa kolumnis itu bekerja untuk menghentikan kritikan-kritikan kolumnis tersebut. Dengan santai ia mengatakan bahwa ia akan mengulangi hal itu jika diperlukan lagi. Kemudian di bulan ini, sang dubes mengadakan konperensi pers yang mengeluarkan pernyataan politik panjang. Ia juga menemui perdana menteri Gilani dan mengeluarkan intimidasi dengan menyebut Amerika tidak percaya terhadap pemerintah dalam pengelolaan dana bantuan Amerika. Lebih jauh ia mem-blocking sebuah acara talkshow di jam utama (primetime), mengindoktrinasikan kebijakan politik Amerika di Pakistan.

Kemunculan Anne W. Patterson di media Pakistan dilakukan setelah ia membuat pernyataan kepada pers Amerika yang menuduh Pakistan menolak bekerjasama dengan Amerika menghancurkan Taliban. Pernyataan tersebut memiliki dua arti sekaligus: mengalihkan kegagalan Amerika di Afghanistan sekaligus menggertak pemerintah Pakistan untuk lebih banyak membantu Amerika.

Namun sebelum kemunculan sang dubes di televisi lokal, pada tgl 19 September lalu polisi Pakistan menggerebek sebuah kantor perwakilan perusahaan kontraktor keamanan Amerika, DynCorp, di Islamabad. Mereka menyita puluhan senjata ilegal meski gagal menangkap kepala perwakilan perusahaan tersebut, pensiunan Kapten Ali Jaffar Zaidi, yang lari beberapa jam sebelum penggerebekan dilakukan.

Seorang jurnalis Pakistan yang bekerja untuk koran The News, Umar Cheema, membuat pernyataan bahwa kapten Zaidi telah memberitahunya bahwa senjata-senjata itu adalah pesanan kedubes Amerika. Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan serius terkait dengan beberapa laporan bahwa dubes Pakistan di Amerika, mantan wartawan Husain Haqqani, mengeluarkan banyak visa kepada warga Amerika tanpa sepengetahuan pemerintah pusat. Mengingat Pakistan bukan tujuan wisata warga Amerika, hal itu menambah kecurigaan baru bahwa Haqqani memberikan visa kepada personil militer Amerika.

Ketika aparat hukum Pakistan mulai mengincar Haqqani, ia membocorkan surat rahasia yang berisi informasi tentang keberadaan inteligen Pakistan di India. Bocoran surat rahasia itu muncul di media-media massa India. Maksudnya mungkin untuk membersihkan namanya di mata tuannya, Amerika. Kini di Pakistan muncul julukan bagi Haqqani sebagai "dubes Amerika untuk Amerika yang ditempatkan di kedubes Pakistan di Amerika".




Kebohongan yang Terkuak
Pada tgl 30 September, Ansar Abbasi dari koran The News mempublikasikan surat yang dikirimkan oleh dubes kepada mendagri Rehman Malik, yang isinya meminta Malik melakukan intervensi untuk membebaskan DynCorp melakukan akfitas jual beli senjata di Pakistan. Bocoran surat itu tampaknya merupakan aksi kontra-inteligen aparat keamanan Pakistan penentang dominasi Amerika.

Surat tersebut menambah kuat isu dominasi Amerika kehadiran militer Amerika di Pakistan yang menjadi sorotan masyarakat. Sebuah situs internet, PakNationalists/AhmedQuraishi.com mempublikasikan video yang menunjukkan keberadaan perusahaan jasa keamanan Amerika yang menjadi kontraktor militer Amerika, Blackwater, tengah merekrut para personil militer yang fasih berbahasa Urdu dan Punjabi menjadi agen Amerika.

Untuk menangkis rumor yang semakin kuat mengenai kehadiran aparat militer Amerika di Pakistan dubers Patterson mengeluarkan pernyataan bahwa Amerika tengah memperluas kantor kedutaan besar Amerika di Islamabad agar dapat menampung lebih banyak personil marinir Amerika di Pakistan. Namun ia berjanji, jumlah personil marinir yang ditampung di kedubes Amerika tidak akan melebihi angka 20 orang.

Namun penggrebekan tgl 19 September membuktikan bahwa pernyataan Patterson tidak benar.

Bantahan Amerika mengenai keberadaan perusahaan jasa keamanan seperti Blackwater yang kontroversial (di Irak personil perusahaan ini terlibat dalam sejumlah aksi kekerasan yang menelan jiwa rakyat Irak tanpa dapat dituntut di pengadilan) bertentangan dengan banyak fakta di lapangan. Dalam beberapa minggu terakhir setidaknya terjadi tiga peristiwa yang melibatkan aparat milier Amerika yang berpakaian sipil. Dari ketiga peristiwa itu dua di antaranya aparat keamanan Pakistan menangkap personil militer Amerika sebelum akhirnya dilepaskan kembali karena intervensi kedubes Amerika dan pemerintah Pakistan. Pada satu peristiwa lainnya seorang warga Pakistan diserang oleh aparat militer Amerika. Karena tekanan Amerika antek-anteknya, polisi menolak menyelidiki kasus tersebut.



Agenda Amerika di Pakistan
Setelah mendapatkan lampu hijau dari Presiden Musharraf tahun 2007, Amerika memulai operasi rahasia berkode "Operation Enduring Turmoil" yang tujuannya memperkuat pengaruh politik Amerika di Pakistan. Salah satu langkah yang dilakukan Amerika adalah mengadakan pertemuan rahasia dengan para pemimpin etnis di beberapa wilayah seperti Exposed! – Zionist Neocon Plans for Pakistan and rest of the World Sindh, Balochistan dan NWFP (perbatasan dengan Afghanistan), tidak lama setelah pemilu presiden Pakistan Februari 2008.

Pertemuan itu dilanjutkan dengan pertemuan dengan kelompok-kelompok politik bersenjata seperti MQM yang menguasai wilayah Karachi (pelabuhan terpenting Pakistan, pintu gerbang militer Amerika dan NATO menuju Afghanistan) dan ANP, kelompok komunis Pakistan.

Langkah-langkah politik tersebut membuat kalangan nasionalis Pakistan, terutama dari kalangan militer, khawatir, Amerika tengah mengeksploitir perbedaan etnis di Pakistan untuk kepentingan mereka yang sekaligus juga berarti memperlemah Pakistan sendiri.

Selama masa krisis politik tahun 2007, media-media massa Amerika memberikan laporan-laporan inteligen yang bocor mengenai operasi inteligen Amerika untuk mendukung gerakan separatisme di Pakistan. Saat ini langkah tersebut telah terbukti dengan adanya tuntutan kemerdekaan atas propinsi Sindh yang diserukan oleh tokoh-tokoh politik "binaan" Amerika bekerja sama dengan tokoh-tokoh LSM provokator Amerika seperti Selig Harrison dan Marvin Weinbaum.


Peringatan Militer Pakistan
Menghadapi kondisi keamanan nasional yang memprihatinkan tersebut militer Pakistan baru-baru ini mengeluarkan pernyataan keras yang dapat diartikan sebagai peringatan kepada Amerika dan komprador-komprador lokalnya di Pakistan.

"Pakistan adalah negara berdaulat dan mempunyai semua hak untuk menganalisis dan merespon ancaman nasional sejalan dengan kepentingan nasional," demikian pernyataan yang dikeluarkan Inter-Services Public Relations [ISPR], tgl 7 Oktober lalu. ISPR adalah konperensi para komandan militer Pakistan yang dipimpin oleh Kastaf AD Jendral Ashfaq Parvez Kayani.

Pernyataan tersebut tidak dapat disangkal ditujukan ke Amerika yang terus berusaha mendikte Pakistan terkait dengan perang melawan terorisme di Afghanistan. Padahal Pakistan memiliki ancaman yang jauh lebih besar, yaitu India. Selain itu pernyataan itu secara tak langsung juga menohok para pemimpin politik Pakistan yang terus menerus meminta bantuan dari Amerika, meski harus mengorbankan kepentingan nasional.

Sebagaimana diketahui, pemerintah Pakistan tengah melobi program bantuan dalam kerangka Kerry-Lugar Aid Bill yang dihentikan Amerika setelah Amerika menyatakan Pakistan sebagai negara teroris. Program itu memberi hak kepada Amerika untuk mengawasi seluruh detil operasional institusi-institusi sipil dan militer Pakistan.

Lebih jauh berbagai sumber menyebutkan bahwa Jendral Kayani telah memberi tahu komandan pasukan Amerika di Afghanistan, Jendral Stanley McChrystal, bahwa tindakan dubes Patterson yang pernah mengancam akan menyerang Pakistan, tidak dapat ditolerir lagi di masa mendatang.

Keterangan gambar: Serangan bom oleh gerilyawan Taliban di Pakistan. Harga yang harus dibayar Pakistan karena melibatkan diri dalam petualangan Amerika.

No comments: