Tuesday 20 December 2011
MENUHANKAN MANUSIA
Pada suatu hari di masa kehidupan Rosulullah Muhammad S.A.W.W, beliau bersabda kepada para sahabatnya mengenai orang-orang yahudi yang dikutuk Tuhan karena telah men-Tuhan-kan para pemuka agama mereka. Para sahabat bertanya, "Apakah orang-orang yahudi itu menyembah para pemuka agamanya?". Rosulullah menjawab, tidak. "Mereka membenarkan dan mengikuti semua perkataan para pemuka agamanya tanpa mau berfikir," kata Rosulullah.
Rosulullah tidak pernah berbohong. Kalau mau berfikir sedikit saja tentu orang-orang yahudi itu tidak akan mau mengikuti perkataan para pemuka agamanya. Buktinya adalah kita suci yahudi, Talmud, dipenuhi dengan berbagai cerita kebohongan dan cerita-cerita cabul yang vulgar, namun tetap saja disucikan orang-orang yahudi. Sebagai contohnya, Talmud menyebutkan bahwa kegiatan Tuhan sehari-hari adalah: membuat hukum, bermain-main dengan ikan paus, serta membaca kitab Talmud. Kitab Talmud adalah kitab tulisan para pemuka agama, namun mereka bahkan berani mengklaim kitab mereka dibaca Tuhan setiap hari.
Namun sayangnya tidak hanya orang yahudi yang telah men-Tuhankan para ulama dan pemuka agama. Sebagian umat Islam pun demikian. Mereka mengkultuskan kitab-kitab "Shahih", menganggapnya nyaris seperti kitab suci, tanpa pernah mau mengkajinya secara rasional. Tanpa mengurangi hormat penulis para para ulama penulis hadits, bahkan kitab hadits yang dianggap paling valid seperti kitab "Shahih" Bukhari dan Muslim pun masih berisi hal-hal yang tidak rasional dan karena-nya tertolak kevaliditasannya. Saya pun yakin, para penulis kitab hadits tidak pernah meminta untuk dihormati sedemikian tinggi sehingga semua isi tulisannya diikuti dan dibenarkan tanpa sikap kritis. Sebagai para ilmuan (ulama), mereka tentu lebih menghargai jika karya-karya mereka disikapi dengan kritis,
Saya akan sebutkan tiga hal tidak rasional yang terdapat dalam kitab "Shahih" Bukhari-Muslim (aslinya Bukhari dan Muslim menulis kitab "Shahih" sendiri-sendiri, namun oleh penerbit-penerbit sekarang kitab mereka sering digabungkan menjadi "Shahih" Bukhari-Muslim). Pertama tentang kisah Nabi Musa berkelahi dengan malaikat. Kedua tentang Nabi Musa bermain petak umpet dengan batu. Ketiga tentang perintah membunuh cicak.
Ketiga hadits tersebut di atas tentu saja patut dipertanyakan kebenarannya dan orang yang berakal tentu akan menolaknya. Namun sebagaimana orang-orang yahudi membenarkan secara membabi buta apa yang dikatakan para pemuka agamanya, sebagian orang Islam juga membenarkan secara membabi-buta apa yang ditulis Bukhori dan Muslim. Padahal sebagaimana para pemuka agama yahudi, baik Bukhori maupun Muslim hanyalah manusia biasa yang tidak terbebas dari kesalahan. Mereka bahkan bukan orang yang pernah bertemu langsung dengan Rosulullah.
Apa yang dilakukan Bukhori dan Muslim (keduanya lahir antara abad pertama dan kedua Hijriah) hanyalah menyaring ribuan hadits yang beredar di masyarakat yang bercampur baur antara hadits-hadits yang benar maupun yang palsu. Pada masa itu keduanya juga tidak terbebas dari situasi politik dimana regim penguasa (Bani Umayyah dan Bani Abbas) bersikap diskriminatif terhadap hadits-hadits yang dianggap merugikan kepentingan politik mereka. Para penguasa itu berusaha keras menyingkirkan hadits-hadits yang berasal dari keluarga nabi (ahlul bait) dan mengancam para ulama yang menyebar luaskan hadits-hadits tersebut dengan hukuman sangat berat.
Maka kita bisa melihat mengapa kitab-kitab hadits "Shahih" sangat asing dengan hadits yang berasal dari ahlul bait, orang-orang yang paling dekat dengan Rosulullah, paling tinggi ilmunya, dan paling mulia ahlaknya, yang tentu saja paling kredibel sebagai sumber hadits. Alih-alih kitab-kitab hadits tersebut dipenuhi dengan riwayat yang berasal dari orang-orang yang diragukan keimanannya atau diragukan keilmuannya. Sebut saja Amar bin Ash, orang yang oleh Allah dikutuk sebagai orang yang terputus keturunannya (abtar) karena sering menghina Rosul dengan sebutan "abtar" karena Rosul kehilangan putra-putranya. Atau Abu Hurairah, seorang mualaf miskin yang tidak diketahui asal-usulnya, yang tidak pernah berjihad bersama Rosul dan hanya hidup sejaman dengan Rosul selama beberapa tahun saja. Abu Hurairah mendapat "kehormatan" penting sebagai sumber hadits terbanyak dalam kitab-kitab "Shahih" karena kedekatannya dengan penguasa Bani Ummayah. Oleh Bani Ummayah ia bahkan diangkat sebagai gubernur setelah berjasa menyingkirkan musuh-musuh Bani Ummayah yang tidak lain adalah orang-orang Madinah dan Mekkah, kaum muhajirin dan anshar, para sahabat Rosul dan kerabatnya. Dan Abu Hurairah pula yang menjadi periwayat tiga hadits tidak masuk akal sebagaimana telah disebutkan di atas.
Namun anehnya, meski mengkultuskan kitab-kitab "Shahih" setinggi langit, orang-orang yang tidak pernah berfikir itu menentang mati-matian hadits-hadits "Shahih" yang tidak sesuai dengan nafsu mereka. Ketika "Shahih" Bukhori-Muslim menyebut ahlul bait yang disucikan Allah sebagaimana tertulis dalam QS Al Azhab: 33 adalah Ali, Fathimah, Hasan, dan Hussein (lihat bab keutamaan ahlul bait), mereka menolak hadits tersebut mentah-mentah. Namun mereka tetap ngotot untuk "mensucikan" kitab tersebut.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
9 comments:
sains itu di kaji dulu baru dipercaya, dienul Islam itu dipercaya dulu baru di kaji. orng yg tersesat adalah yg membaliknya.
simak perkataan Imam Ali: "bila dien itu dengan akal, sungguh bagian bawah khuf lebih pantas diusap ketimbang atasnya"
simak perkataanku: "bila agama itu dengan akal, sungguh lubang pantat lebih pantas dicuci dari pada harus berwudhu lagi ketika kentut"
kau tahu, kau menuhankan logika mu.
komentari apa yg ditulis, jangan ngomong di luar konteks. Dasar salafi tak pernah pakai akal. Padahal Allah telah menempatkan akal sebagai kehormatan manusia. Lihat bagaimana Allah selalu meminta manusia untuk menggunakan akalnya.
APAKAH ADA KETURUNAN AHLUL BAIT?
Dlm Al Quran yang menyebut 'ahlulbait', rasanya ada 3 (tiga) ayat dan 3 surat.
1. QS. 11:73: Para Malaikat itu berkata: "Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah".
Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka makna 'ahlulbait' adalah terdiri dari isteri dari Nabi Ibrahim.
2. QS. 28:12: Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusukan(nya) sebelum itu; maka berkatalah Saudara Musa: 'Maukahkamu aku tunjukkan kepadamu 'ahlulbait' yang akan memeliharanya untukmu, dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?
Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya, maka makna 'ahlulbait' adalah meliputi Ibu kandung Nabi Musa As. atau ya Saudara kandung Nabi Musa As.
3. QS. 33:33: "...Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu 'ahlulbait' dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya".
Ayat ini jika dikaitkan dengan ayat sebelumnya QS. 33: 28, 30 dan 32, maka makna para ahlulbait adalah para isteri Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan ditinjau dari sesudah ayat 33 yakni QS. 33:34, 37 dan 40 maka penggambaran ahlulbaitnya mencakup keluarga besar Nabi Muhammad SAW. para isteri dan anak-anak beliau.
Jika kita kaitkan dengan makna ketiga ayat di atas dan bukan hanya QS. 33:33, maka lingkup ahlul bait tersebut sifatnya menjadi universal terdiri dari:
1. Kedua orang tua Saidina Muhammad SAW, sayangnya kedua orang tua beliau ini disaat Saidina Muhammad SAW diangkat sbg 'nabi' dan rasul sudah meninggal terlebih dahulu.
2. Saudara kandung Saidina Muhammad SAW, tapi sayangnya saudara kandung beliau ini, tak ada karena beliau 'anak tunggal' dari Bapak Abdullah dengan Ibu Aminah.
3. Isteri-isteri beliau.
4. Anak-anak beliau baik perempuan maupun laki-laki. Khusus anak lelaki beliau yang berhak menurunkan 'nasab'-nya, sayangnya tak ada yang hidup sampai anaknya dewasa, sehingga anak lelakinya tak meninggalkan keturunan.
Bagaimana tentang pewaris tahta 'ahlul bait' dari Bunda Fatimah?. Ya jika merujuk pada QS. 33:4-5, jelas bahwa Islam tidaklah mengambil garis nasab dari perempuan kecuali bagi Nabi Isa Al Masih yakni bin Maryam.
Lalu, apakah anak-anak dari Bunda Fatimah dengan Saidina Ali boleh kita anggap bernasabkan kepada nasabnya Bunda Fatimah?. ya jika merujuk pada Al Quran maka anak Bunda Fatimah dengan Saidina Ali tidaklah bisa mewariskan nasab Saidina Muhammad SAW.
Bagaimana posisinya Saidina Ali bin Abi Thalib, anak paman Saidina Muhammad SAW, ya jika merujuk pada ayat-ayat ahlul bait pastilah beliau bukan termasuk kelompok ahlul bait. Jadi, anak Saidina Ali bin Abi Thalib baik anak lelakinya mapun perempuan, otomatis tidaklah dapat mewarisi tahta 'ahlul bait'.
banyak cerita sejarah yang dikarang oleh manusia, seakan-akan itu nyata baginya. apalagi sejarah yang terjadi ribuan tahun yang silam. jangankan cerita sejarah sedangkan kitab suci skalipun manusia bisa merubahnya. ini terbukti. intinya jangan kita mudah terperdaya oleh cerita-cerita sejarah.
banyak cerita sejarah yang dikarang oleh manusia, seakan-akan itu nyata baginya. apalagi sejarah yang terjadi ribuan tahun yang silam. jangankan cerita sejarah sedangkan kitab suci skalipun manusia bisa merubahnya. ini terbukti. intinya jangan kita mudah terperdaya oleh cerita-cerita sejarah.
banyak cerita sejarah yang dikarang oleh manusia, seakan-akan itu nyata baginya. apalagi sejarah yang terjadi ribuan tahun yang silam. jangankan cerita sejarah sedangkan kitab suci skalipun manusia bisa merubahnya. ini terbukti. intinya jangan kita mudah terperdaya oleh cerita-cerita sejarah.
Sekali lagi saya tidak mau ikutan membahas masalah ini,kalau masalah ini terus diperdebatkan,sama saja kita berperang sesama umat islam.saya tidak mau kembali ke jaman jahiliyah.dimata saya lebih baik sebagai umat muslim kita bedah kitab-kitabnya orang kristen dan yahudi.biar semua orang di dunia ini tau,bahwa hanya kitab al Qu'an lah yang paling benar dan paling shahih ajarannya.bandingkan dengan kitab injil atau talmud.didalamnya banyak kekonyolan kekonyolan yaang direkayasa.kitab mereka sekarang sudah jauh menyimpang dari kitab aslinya
Post a Comment