Wednesday 12 December 2012

SUKSESI SAUDI YANG MEMANAS

Dengan kondisi Raja Abdullah yang kini tengah menderita sakit keras, beberapa laporan bahkan menyebutkannya mengalami koma dan media-media Iran menyebutnya "secara teknis sudah meninggal", persaingan untuk menggantikan posisinya semakin memanas akhir-akhir ini.

Pangeran Salman memang kini menjabat sebagai putra mahkota alias kandidat terkuat untuk menjadi raja mendatang. Namun beberapa keluarga kerajaan lainnya juga memiliki ambisi yang sama dengannya untuk menjadi raja. Meski tidak ada keterangan resmi tentang suksesi kerajaan, namun beberapa kejadian dan langkah politik yang terjadi menunjukkan adanya persaingan itu.

Dalam satu langkah dramatis Muhammad bin Nayef, putra dari Nayef bin Abdul Aziz, ditunjuk sebagai menteri dalam negeri menggantikan pamannya sendiri, Pangeran Ahmed bin Abdul Aziz yang baru menjabat selama 5 bulan. Media resmi pemerintah menyebutkan pengangkatan tersebut didasarkan pada permintaan Pangeran Ahmed sendiri.

"Pangeran Ahmed dipindahkan dari posisinya sebagai mendagri berdasarkan permintaannya sendiri dan Pangeran Muhammad bin Nayef ditunjuk sebagai penggantinya,” tulis Saudi Press Agency tgl 5 November lalu.

Beberapa analis tidak mendapatkan alasan pasti tentang penggantian tersebut. Namun beberapa analis memperkirakan bahwa penggantian tersebut disebabkan karena ketidak siapannya mengantisipasi kepulangan ekstremis-ekstremis binaan mereka yang kini berada di Syria dan Libya. Ketakutan bahwa ekstremis-ekstremis itu bakal menjadi pengacau kerajaan kini menghinggapi para pemimpin Saudi. Contoh sangat jelas telah mereka lihat dengan kehancuran negara Pakistan yang telah mensponsori Al Qaida dan Taliban.

Selama bertahun-tahun Muhammad bin Nayef telah bekerja sebagai asisten ayahnya yang menjabat sebagai mendagri. Saat pamannya menggantikan ayahnya yang meninggal mendadak bulan Juni lalu, ia diangkat sebagai deputi menteri.


Nayef telah menjadi mendagri sejak tahun 1975 dan sudah identik dengan segala hal yang terkait dengan keamanan negara. Sebelum kematiannya, ia telah diangkat sebagai putra mahkota sejak Oktober 2011 menggantikan putra mahkota Pangeran Sultan yang meninggal di New York pada usia 86 tahun.

Saat diangkat sebagai putra mahkota, Pangeran Nayef telah berumur 79 tahun, sedangkan Raja Abdullah 88 tahun. Namun kematian Nayef di Spanyol yang mendahului raja membuat kerajaan panik. Raja dan para pangeran Saudi memang tampaknya lebih suka tinggal di luar negeri pada usia tuanya. Kini Raja Abdullah juga dirawat di Amerika.

Menyusul kematian Pangeran Nayef, Pangeran Salman diangkat sebagai putra mahkota. Namun ia juga sudah berusia 76 tahun dan menderita penyakit syaraf Alzheimer. Beberapa sumber menyebutkan pengangkatan Salman mendapat tantangan dari sebagian keluarga kerajaan, namun ia tidak dapat ditolak berdasarkan konvensi yang berlaku di keluarga kerajaan dalam hal pengangkatan putra mahkota dan raja, yaitu senioritas.

Pengangkatan Pangeran Muhammad, kini baru menginjak umur 50-an tahun, sebagai mendagri, menjadikannya sebagai pusat perhatian karena jabatan yang disandangnya merupakan jabatan paling prestisius setelah raja. Ia mengontrol kepolisian, inteligen, satuan-satuan militer elit hingga polisi agama yang dikenal sebagai mutawwa. Keimigrasian dan pelabuhan-pelabuhan juga berada di bawah kontrol mendagri. Dengan posisinya itu ia berada pada posisi terkuat dibanding kandidat raja lainnya, termasuk putra mahkota.

Tidak ada orang yang tidak menginginkan jabatan raja di kerajaan Saudi, bahkan orang idiot sekalipun. Sebaliknya tidak ada negara paling sulit diatur selain Saudi, yang terbentuk dari kesatuan suku-suku badui yang kesetiannya berdasarkan suap dan sogokan. Dan di antara mereka yang berambisi untuk jabatan tersebut adalah wakil menteri pertahanan Khalid bin Sultan, komandan tentara nasional Mutaib bin Abdullah, kepala inteligen Bandar bin Sultan, gubernur Makkah Khalid bin Faisal, gubernur Provinsi Timur Mohammad bin Fahd, konglomerat al-Waleed bin Talal, serta mantan menlu Abdul-Aziz bin Fahd.

Perlu diperhatikan bahwa semua kandidat itu memiliki kedekatan dengan Amerika. Misalnya saja Khalid bin Faisal telah menjanjikan kepada para pejabat Amerika bahwa ia akan membawa perubahaan yang sesuai dengan "jalan Amerika". Bandar bin Sultan demikian dekatnya dengan keluarga Bush hingga dijuluki Bandar Bush. Ia juga dekat dengan kalangan neokonservatif Amerika yang mempromosikan dominasi Israel di Timur Tengah. Namu Bandar memiliki kelemahan vital, meski seorang pangeran, ia lahir dari rahim seorang ibu yang berstatus budak.

Muhammad bin Nayef tentu telah mendapat persetujuan Amerika saat diangkat sebagai mendagri. Ia menjadi kandidat favorit kebrutalannya dalam menindak Al Qaida dan kelompok-kelompok ekstremis lainnya di Saudi. Tidak heran jika ia menjadi target paling berharga para ekstremis. Ia pernah mengalami luka serius karena percobaan pembunuhan, dan hal itu menjadikannya sebagai figur yang dianggap paling tangguh di antara para bangsawan yang lebih suka hidup berfoya-foya.

Setelah kematian Pangeran Nayef Juni lalu, semua orang menganggap bahwa seorang mendagri adalah figur yang paling kuat sebagai calon raja mendatang. Hal ini berdasar asumsi bahwa raja telah terlalu tua dan sakit-sakitan, sementara putra mahkota sendiri tidak jauh berbeda kondisi kesehatannya. Tidak heran saat Ahmed bin Abdul Aziz diangkat sebagai mendagri, ia dianggap sebagai kandidat raja yang terkuat. Namun ketidak cakapannya menangani masalah keamanan yang membuatnya digantikan oleh Pangeran Mohammad, tampaknya menutup peluangnya memasuki kancah persaingan.

Ahmed dianggap gagal menangani aksi-aksi demonstrasi di Provinsi Timur, daerah kaya minyak yang banyak didiami orang-orang Syiah, yang mengalami berbagai diskriminasi. Ketidak siapannya menghadapi ekstremis-ekstremis juga membuat Amerika memalingkan muka darinya. Namun ada juga laporan-laporan yang menyebutkan bahwa situasi-situasi itu juga sengaja dimainkan oleh Pangeran Muhammad untuk menaikkan posisinya. Berbagai macam intrik keji sudah menjadi kebiasaan di Saudi, meski pemerintah selalu berhasil menutup-nutupinya dari perhatian publik.

Persaingan brutal tampaknya bakal terjadi antara Mohammad dengan figur-figur kuat lainnya: Mutaib bin Abdullah, Khalid bin Faisal, Bandar bin Sultan dan Muhammad bin Nayef. Di antara empat pesaing Mohammad, Bandar bin Sultan adalah figur paling ambisius dan berbahaya. Namun sebagai kepala inteligen yang berada di bawah kementrian dalam negeri, Bandar tampaknya tidak akan berdaya menghadapi Mohammad.

Pada tahun 2006 Raja Abdullah membentuk Dewan Kesetiaan sebagai penentu suksesi kerajaan. Namun seiring berjalannya waktu, dewan itu tampaknya tidak akan banyak memecahkan masalah suksesi. Di masa lalu, jika raja meninggal, saudara laki-laki tertua menggantikan posisinya. Namun saat saudara-saudara yang tersisa telah renta dan didera penyakit kronis, masalah serius muncul. Di sisi lain mempercayakan tahta pada generasi muda juga menjadi pertanyaan besar: sejauh mana mereka kemampuan dan kesetiaan mereka pada kerajaan.

Saudi Arabia kini tengah memasuki masa kritis. Raja Abdullah pasti kini dilanda kegundahan hebat selain penyakitnya sendiri. Tidak pernah terjadi sebelumnya seorang raja dan saudara laki-laki yang tersisa menderita penyakit serius sementara kondisi regional Timur Tengah tengah berada pada ketidak pastian. Dan Iran, musuh dan saingan terberat itu kini berada di atas angin.



Sumber:
"Saudi succession battle heats up"; Yusuf Dhia-Allah; Crescent International; Desember 2012

No comments: