Monday 27 July 2015

Putri Erdogan Gabung ISIS saat Tentara Turki Bombardir Musuh ISIS

Indonesian Free Press -- Istilah 'buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya' sangat tepat untuk menggambarkan sifat Presiden Turki Recep Erdogan dan putrinya Sumeyye Erdogan. Di saat sang ayah memerintahkan pasukan Turki membombardir musuh kelompok teroris ISIS, yaitu kelompok gerilyawan Kurdi PKK, sang putri memimpin rumah sakit khusus yang dibangun untuk mengobati anggota-anggota ISIS.

Seperti dilaporkan Global Research News, Veterans Today dan sejumlah media massa internasional minggu lalu, Sumeyye memimpin sebuah rumah sakit rahasia untuk kelompok teroris ISIS di Sanliurfa, 150 km sebelah timur kota Gaziantep dan 1.300 km tenggara kota Istanbul.

Hal itu diungkapkan oleh seorang perawat yang pernah bekerja di rumah sakit rahasia itu. Berbicara secara rahasia kepada Global Research News karena takut nyawanya terancam, perawat berusia 34 tahun yang tinggal bersama 2 anaknya itu mengatakan:

“Hampir setiap hari sejumlah truk militer Turki membawa orang-orang yang terluka, orang-orang ISIL, ke rumah sakit kami dan kami bertugas menyiapkan ruang-ruang operasi dan membantu para dokter menjalankan tugasnya."

Sumeyye yang berpendidikan barat itu telah beberapa kali menyatakan keinginannya untuk pergi ke Mosul, kota kedua terbesar Irak yang telah diduduki kelompok ISIS. Pernyataan itu mengundang kecaman publik yang mengetahui kekejaman ISIS, sekaligus menambah kebencian publik terhadap keluarga Erdogan setelah keterlibatan saudara-saudara Sumeyye dalam sejumlah kasus korupsi.

Erdogan yang pandai bersandiwara dengan kesedihannya atas bencana yang menimpa rakyat Suriah, berusaha keras menyembunyikan fakta bahwa putranya, Bilal Erdogan, terlibat bisnis ilegal perdagangan minyak yang dikuasai kelompok-kelompok pemberontak Suriah termasuk kelompok teroris ISIS dan Al Nusra. Sejumlah laporan independen juga menyebut, Bilal telah menekan kontrak penjualan minyak ilegal dari Irak ke sejumlah negara Eropa dan Asia.

Harap diingat bahwa Bilal terlibat dalam jaringan bisnis ilegal yang dibongkar oleh kepolisian Turki tahun lalu, dalam sebuah skandal besar yang mencoreng pemerintahan Erdogan, yang memaksa sejumlah menteri seniornya mengundurkan diri. Namun, dengan tangan besi dan sewenang-wenang Erdogan menindas aparat penegak hukum. Ratusan polisi dan jaksa yang terlibat dalam penyidikan dipecat dari jabatannya. Tidak hanya itu, ia juga mengubah undang-undang yang sebelumnya menempatkan kejaksaan sebagai institusi penegak hukum independen sebagai bawahan kementrian kehakiman.(ca)

No comments: