Monday 2 July 2018

MASYARAKAT MINANG CUKUP CERDAS - APAKAH JOKOWI MAMPU MEMPENGARUHI ?

Darby Jusbar Salim - NKS Consult

"Tigo tungku sajarangan - sikap Umara-Ulama-Cendekiawan harus terwujud dalam diri seorang pemimpin ..."
... Entah siapa yg memulainya, tiba tiba saja peringatan Hari Pers Nasional dilangsungkan di Sumatera Barat, oleh PWI sebagai wadah wartawan terbesar di negeri ini. Tentu dalam hal ini akan dihadiri oleh Jokowi sbg presiden.
... Dengan dibalut peringatan HPN dibuat lah kunjungan kerja Jokowi ke Sumatera Barat, ditambah dg beberapa agenda yg tampaknya hanya lah agenda yg bersifat tempelan saja ...
... Beberapa agenda itu seperti pembagian sertifikat kepada masyarakat dan tanah ulayat dan ground breaking peresmian jalan tol Sumatera Barat - Riau.

... Mengenai pembagian sertifikat pun tampaknya tempelan saja, karena bila diantaranya merupakan tanah ulayat, di Sumbar tanah ulayat tidak disertifikatkan pun tetap diakui sebagai tanah ulayat yg berlaku turun temurun dan tak boleh di lepaskan kepada pihak lain. Tanah ulayat pada dasarnya tanah adat yg dikuasai oleh kelompok adat, yang secara de fakto diakui oleh Pemerintah Daerah. Dan keberadaan tanah ulayat diakui keberadaanys oleh masyarakat.

... Sampai saat ini masyarakat Minang masih tetap berpegang kepada hukum tak tertulis atau hukum adat disamping hukum negara dalam membangun tatanan masyarakatnya "Adat Basandikan Syara' - Syara' Basandikan Kitabullah" ... Prinsip ini menjadi pedoman bagi mereka untuk terus membangun masyarakat yg religius. Filsafat "raso jo pareso" mempengaruhi pola pikir mereka sehingga menjadikan mereka masyarakat yg teguh dalam bersikap. Raso itu lebih mengedepankan hati nurani, sedangkan pareso lebih berpikir logis, menekankan menyangkut aturan dan hukum positif baik hukum adat, hukum agama dan belakangan ada hukum negara. Keseimbangan ini lah yg membuat mereka kukuh dalam bersikap, dan tidak mudah diombang-ambingkan. Mampu berpikir dan bersikap logis.
... Kedatangan Jokowi yg dibalut dg peringatan HPN ini, tampaknya bukan dianggap sebagai hal yg istimewa, biasa-biasa saja. Tak tampak antusiasme muncul ke permukaan atas kunjungan tersebut. Semua berangkat dari "raso jo pareso" ...
... Pihak PWI seperti hendak menegakan benang basah. Mencoba menanamkan pengaruh Jokowi di hati orang Minang. Bahkan Ketua PWI secara jelas meminta agar masyarakat Minang memberikan dukungan kepada Jokowi, dengan catatan bahwa Jokowi sudah berperan dalam pembangunan daerah Sumatera Barat. (Mungkin maksudnya dg rencana jalan tol dan bagi-bagi sertifikat).
... Adalah sikap yang salah bila hal seperti ini hendak "dicekokan" kepada masyarakat Minang. Bukannya mereka masyarakat yg tidak mau membalas budi, tapi mereka tahu persis mana yg baik dan mana yg buruk bagi mereka. Prinsip "raso jo pareso" menjadi dasar yg kokoh dalam membuat keputusan. ... " Seluruh keputusan harus jelas dasarnya, dapat dipertanggung jawabkan dan untuk kebaikan semua .. "Macancang bak landasan -malompek bak situmpu ..."
... Tidak mudah bagi orang Minang untuk merubah sikap politik. Politik bagi orang Minang bukan menyangkut masalah "Penghidupan" akan tetapi lebih luas lagi menyangkut masalah "Kehidupan" ...
... Bila masalah Penghidupan, maka orang Minang mampu hidup dimana saja ... "dimana bumi dipijak-disitulah langit dijunjung". Dan dasarnya pun jelas dari Kitabullah "sesungguhnya Aku ciptakan manusia dari laki-laki dan perempuan, dan Aku jadikan kalian berbangsa-bangsa, bersuku-suku untuk saling berinteraksi, sesungguhnya yg paling mulai disisi Ku adalah yg paling taqwa ..." Dimana pun bisa dijadikan sumber pembelajaran "alam takambang jadi guru". Politik bukan menyangkut Penghidupan ...
... Akan tetapi politik menyangkut masalah Kehidupan, menyangkut kemaslahatan orang banyak, menyangkut kualitas manusianya, menyangkut masa depan masyarakatnya. Pemimpin harus mampu membawa kemaslahatan bagi yg masyarakat yg dipimpinnya. Oleh karenanya "pemimpin itu harus selangkah didepan dari yg dipimpinnya", hal ini berarti menyangkut kualitas manusianya. pemimpin harus punya kelebihan dibandingkan orang yang dipimpinnya, bukan jenis pemimpin yang berusaha "mengajar kuda memakan dedak".
... Belum lagi ditimbang dari filosofi "tigo tungku sajarangan" .. Umara yg menghargai kalangan Ulama dan Cendekiawan, dalam kedudukan yg "duduk sama rendah - berdiri sama tinggi". Adakah hal ini dillakukan oleh Jokowi ?
Pemimpin yg di dalamnya terwujud "tigo tungku sajarangan" .. Kemampuan memimpin, punya kompetensi untuk menjalankan kepemimpinannya dan taat serta patuh menjalankan perintah agama.
... Masyarakat Minang punya standar yg tinggi dalam memilih pemimpin. Pemimpin yang cerdas dan juga paham agama, sesuai dengan standar yg digariskan dalam agama Islam. Dan standar itu terwujud pada sosok-sosok seperti M. Natsir, H. Agus Salim, Hamka, Syahrir dll. Kualitas-kualitas seperti ini lah yang menjadi standar kepemimpinan yg dipilih oleh masyarakat Minang.
... Itu mungkin menjadi salah satu alasan mengapa mayoritas masyarakat Minang tidak memilih Jokowi pada Pilpres 2014.
... Kriteria pemimpin bagi masyarakat Minang, tetap berpegang pada prinsip "Tigo Tungku Sajarangan" -
Prinsip ini harus terwujud dalam diri seorang Pemimpin ... Umara artinya mampu menjalankan pemerintahan, Cadiak-pandai artinya punya kompetensi dalam memimpin negara, dan Ulama artinya memiliki kualitas keberagamaan yg baik, yang secara keseluruhan dapat menjadi teladan bagi masyarakat.
"Pemimpin harus satu langkah di depan yang dipimpin" - artinya secara kualitas pun pemimpin harus punya kelebihan dibandingkan dg masyarakat yg dipimpinnya ...
Adakah Jokowi memenuhi persyaratan tersebut ?
... Jadi Ketua PWI tidak perlu susah payah merubah wajah Organisasi PWI menjadi bagian "Tim Pemenangan" untuk Jokowi. Bila tidak memahami Sociologi masyarakat Minang, upaya itu hanya buang-buang waktu. Dan sejak kapan PWI yg seharusnya Independen, berubah menjadi bagian dari tim pemenangan Jokowi ?
... Apakah Upaya mempengaruhi masyarakat Minang dg cara mencekoki berbagai proyek tersebut akan berpengaruh terhadap sikapnya dalam menentukan calon pemimpin ?
-----Semua bisa terjadi bila prinsip "Tigo Tungku Sajarangan" sudah runtuh dari kehidupan masyarakat Minang.
-----Semua bisa terjadi bila masyarakat Minang sudah melepaskan "raso jo pareso" sebagai tuntunan dalam membuat keputusan ..
-----Semua bisa terjadi bila masyarakat Minang sudah berubah pandangannya thd politik, bukan lagi sbg urusan Kehidupan, akan tetapi menjadi urusan Penghidupan ...
-----Semua bisa terjadi bila masyarakat Minang tidak lagi berpegang kepada "adat bersandikan syara'-syara' bersandikan kitabullah"
(DJS/S.Sunda/LPTA/11022018)
1. NKRI Harga Mati, Bukan Harga Obral !
2. Mencintai Negara ini adalah dengan Mengelola Aset-asetnya, Bukan Menjualnya !
3. Kekayaan Alam Migas, dan SDA lainnya Dikuasai dan Dikelola Oleh Negara, Untuk Sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyat
4. Impor TKA Asing adalah Bentuk Penghinaan yg dilakukan oleh Pemerintah, Terhadap Jutaan Rakyat Yang Menganggur
5. Kedaulatan Negara ini Harga Mati ! Jangan Jadikan Indonesia Menjadi Indo Cina

1 comment:

Kasamago said...

Kebenaran pasti menang.

Bravo Rakyat minang