Tuesday, 28 February 2012
BAGAIMANA BANK "MERAMPOK" ANDA? (2)
Indonesian Free Press -- Banyak orang yang menyangka bahwa Bank Indonesia sebagai bank sentral pencetak uang adalah lembaga pemerintah. Tidak sama sekali. Meski para pimpinannya diangkat oleh parlemen dan pemerintah dan keberadaannya diatur oleh undang-undang, namun justru undang-undang itu menciptakan Bank Indonesia sebagai lembaga super di luar pemerintah. Pemerintah tidak memiliki hak sama sekali untuk mendikte kebijakan Bank Indonesia di bidang moneter. Bank Indonesia juga tidak berkewajiban memberikan laporan keuangan kepada siapa pun. Tidak ada audit dan tidak ada laporan pertanggungjawaban kepada publik.
Padahal sebagai bank-nya bank, keuntungan yang diperoleh Bank Indonesia sangatlah besar. Tidak ada satu lembaga, organisasi atau perusahaan pun yang seberuntung Bank Indonesia. Jika ada orang yang diberi kekuasaan untuk mengubah selembar kertas menjadi uang yang berharga, maka tidak ada yang bisa mengalahkan kekayaannya. Maka tidak perlu kaget jika Bank Indonesia memiliki kantor yang paling megah di di antara kantor-kantor lain di seluruh Indonesia dan para eksekutifnya bergaji lebih besar dibanding menteri dan presiden sekalipun. Dan itu belum seberapa dibanding mekanisme yang diciptakan bank sentral dalam perekonomian.
Kepada semua bank Bank Indonesia mewajibkan untuk menyerahkan modal mereka dan dikembalikan sebagiannya sebagai "modal kerja". Namun meski notabene uang itu adalah milik bank sendiri, mereka harus membayar bunga untuk setiap sen modal kerja yang diserahkan Bank Indonesia. Pun kepada para karyawannya yang meminjam uang untuk suatu keperluan, Bank Indonesia masih membebankan bunga.
Jika jumlah "modal kerja" seluruh bank di Indonesia adalah Rp 1.000 triliun dan bunga yang harus dibayarkan kepada Bank Indonesia adalah 5%, maka pendapatan Bank Indonesia dari bunga "modal kerja" seluruh bank di Indonesia adalah Rp 50 triliun, jumlah yang bagi perusahaan-perusahaan raksasa sektor riel hanya adalah dalam impian. Bahkan itu pun belum semuanya karena bank sentral masih mendapatkan pendapatan lain yang tidak kalah besarnya, yaitu biaya "kliring" antar bank yang merupakan transaksi sehari-hari perbankan. Dengan pertumbuhan sektor perbankan yang stabil dan mantap, pendapatan Bank Indonesia tentu juga ikut "stabil dan mantap".
Namun bank-bank juga mendapatkan keuntungan sendiri yang tidak kalah menggiurkan. Jika bank menerima "modal kerja" senilai Rp 10 triliun dan tingkat suku bunga deposita tahunan adalah 6.5% dan menejemen bank lagi "malas bekerja", mereka cukup menitipkan uangnya di bank lain dalam bentuk deposito. Maka setiap tahun ia akan mendapatkan pendapatan bunga senilai Rp 650 miliar. Memang ia harus menyetor ke Bank Indonesia sebesar Rp 500 miliar, ia masih mendapat keuntungan senilai Rp 150 miliar. Bankan dengan tiduran pun para eksekutif dan pemilik bank masih bisa mendapatkan keuntungan melimpah.
Namun tentu saja bank tidak akan sebodoh itu karena dengan menggelontorkan "modal kerja"-nya sebagai kredit pihak ketiga, ia akan mendapatkan bunga 12% sehingga setiap tahunnya ia akan mendapatkan pendapatan bunga senilai Rp 1,2 triliun. Memang dari kredit-kredit yang diberikannya itu ada sebagian yang macet, namun tentu saja nilainya tidak signifikan dibanding keuntungannya.
Dan keuntungan itu belum seberapa karena dengan permainannya, bank-bank bisa memberikan kredit yang jauh lebih besar dari "modal kerja"nya. Kepada debitor yang meminjam modal kepada bank, bank pasti mewajibkannya menyimpannya dalam tabugan atau giro bank bersangkutan. Dengan kata lain, kredit yang diberikan otomatis masuk kembali ke dalam pembukuan bank dan dianggap sebagai modal. Maka modal kerja bank tidak berkurang meski telah memberikan kredit. Kemudian bank memberi kredit lagi kepada nasabah lain dan mewajibkannya menyimpan kembali di bank. Dan seterusnya sehingga bank bisa memberikan kredit tanpa batas dan tentu saja pendapatan bunganya menjadi tidak terhingga.
Okey, tentu saja itu berlebihan karena ada banyak kendala yang tidak memungkinkan bank memberikan kredit tanpa batas dalam jangka waktu tertentu. Namun katakanlah bank bisa memberikan kredit 10 x "modal kerja"-nya dalam waktu 1 tahun, maka pendapatan bunga bank tersebut dalam 1 tahun adalah Rp 12 triliun, masih menjadi angka impian perusahaan-perusahaan sektor riel yang bekerja membanting tulang. Dan bankan angka itu pun masih belum semuanya karena bank juga mengutip biaya adminstrasi yang nilainya juga menggiurkan. Jika sebuah bank memiliki 500 ribu nasabah dan setiap bulan kepada mereka dikutip biaya administrasi Rp 1.000, maka dari ini saja bank mendapat pendapatan Rp 500 juta per-bulan. Nilai sebenarnya tentu jauh lebih besar lagi dan para nasabah pun jarang peduli dengan biaya-biaya ini.
Dan karena bunga adalah penghasilan yang mengalir bagai air sungai yang dinikmati para ekskutif, pegawai dan pemilik bank-bank, tentu saja mereka sangat keberatan untuk menurunkan tingkat suku bunga meski para pelaku usaha dan pemerintah teriak-teriak meminta suku bunga diturunkan agar perekonomian atau sektor riel bisa lebih lancar bergerak.
(bersambung)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
setuju,bank gak mau rugi.saya kasihan mbok-mbok di pasar mau ambil 200 rb dikenakan biaya admin 3 rb.karena ga punya atm.pengambilan uang dibawah 5 jt diwajibkan pakai atm,klau tdk dikenakan biaya admin.bener- bener kapitalis bank.trs terbaik apa mas..
Post a Comment