Saturday, 24 December 2016

Polisi Mesir Tangkap 5 Orang Provokator Aleppo

Dan Kebohongan Gadis Kecil ‘Bana Alabed’

Indonesian Free Press
-- Polisi Mesir menangkap 5 orang yang terlibat dalam aksi provokasi atas pembebasan kota Aleppo di Suriah. Mereka berusaha menyebarkan kebencian kepada pemerintah Suriah, Iran dan Rusia.

Seperti dilaporkan The Independent, 20 Desember, 5 orang warga kota Port Said ditangkap polisi saat tengah membuat video palsu tentang 'tragedi Aleppo'. Mereka adalah sutradara pembuat video, seorang asisten dan sepasang suami istri dengan dua anak yang berakting sebagai korban perang Aleppo.

"Mereka ditangkap setelah polisi berhasil melacak mereka saat tengah bergerak ke sebuah bangunan yang siap untuk diledakkan," tulis laporan itu.

Pembuat video, seorang asisten dan sepasang orang tua dari dua anak ditangkap dalam insiden itu. Mereka mengaku akan mengedarkan video yang dibuat di media-media sosial.

Namun masih belum jelas, dakwaan apa yang akan dijatuhkan kepada mereka. Demikian The Independent menyebutkan.

Dalam video yang hendak disebarkan itu, seorang gadis kecil berumur delapan tahun tampak mengenakan baju putih dengan pembalut luka yang berlumuran darah palsu, memeluk boneka beruang Teddy. Dalam adegan lainnya, seorang remaja 12 tahun diwawancarai tentang dampak serangan udara Rusia dan Suriah di Aleppo.

Polisi menaruh kecurigaan ketika melihat gadis kecil dengan pembalut luka itu berada di dalam mobil yang melintas, dan membuntuti mereka hingga ke lokasi penangkapan.

Sebuah kamera dan enam telepon genggam disita dalam aksi penangkapan itu. Sutradara film tersebut masih menjalani penahanan untuk pendalaman kasus, sedangkan ke-empat orang lainnya dibebaskan dengan jaminan.

Para aktifis Suriah dan personil 'White Helmets' yang berada di Aleppo telah dikenal luas sebagai pembuat aksi-aksi bohong tentang 'Tragedi Aleppo' untuk mendiskreditkan Suriah dan koalisinya yang berhasil mengusir para teroris dari Aleppo. Hasil kerja mereka mendapat tempat di media-media utama dan beredar luas di media-medis sosial.

Namun, banyak juga drama-drama tipuan yang dibuat di luar Suriah. Dan yang penangkapan di Port Said ini adalah salah satunya, demikian The INdependent menyebutkan. Meski termasuk dalam media utama di Inggris, The Independent relatif lebih independen dibandingkan media-media utama lainnya, terlebih media-media utama Amerika.

Dalam konflik Suriah, Mesir mengambil posisi yang berbeda dengan Turki dan sejumlah negara Arab lainnya, yaitu mendukung pemerintah Suriah. Mesir bahkan mengirimkan pilot-pilot dan helikopter tempurnya untuk terlibat dalam operasi penumpasan teroris di Suriah, meski tidak diketahui pasti apakah mereka terlibat dalam operasi tempur di Aleppo.


Kebohongan ‘Bana Alabed’

Sementara itu Veterans Today juga melaporkan tentang kebohongan kicauan-kicauan gadis kecil ‘Bana Alabed’ yang diklaim sebagai korban 'Tragedi Aleppo', yang oleh media-media utama barat disebut-sebut sebagai 'Anne Frank dari Aleppo'.

Anne Frank adalah perempuan yahudi yang mengklaim sebagai korban pembantaian Nazi Jerman, namun oleh banyak kalangan 'revisionis' (sejarahwan anti mitos pembantaian yahudi) disebut-sebut sebagai pembohong besar.

Mengutip pernyataan aktifis kemanusiaan Suriah Maytham Al Ashkar yang telah berhubungan dengan akun Bana Alabed sejak 27 November, media Rusia Sputnik News, seperti dikutip Veterans Today, menyebut Bana Alabed hanyalah sebuah propaganda belaka.

"Apa yang terjadi kemudian meyakinkan saya bahwa akun (Twitter) Bana adalah sebuah propaganda belaka," kata Maytham kepada Sputnik, 20 Desember lalu.

Akun Bana yang oleh Twitter dinyatakan “verified”, dibuat tiga bulan yang lalu dan sejak itu telah diikuti oleh lebih dari 310.000 orang.

Yang membuat Maytham Al Ashkar menyimpulkan kicauan-kicauan Bana Alabed, yang sebagian dibuat oleh ibunya, Fatimah, sebagai propaganda adalah karena Bana dan ibunya lebih memilih berkomunikasi dengan bahasa Inggris daripada bahasa Arab sebagaimana umumnya warga Suriah. Selain itu, yang mengherankan adalah Bana menolak dievakuasi dari Aleppo oleh aktifis dan pekerja kemanusiaan Suriah.

"Saya mulai berkomunikasi dengannya dalam bahasa Arab karena sebagai warga Suriah kami semua berbahasa Arab. Namun anehnya orang di belakang akun Bana lebih memilih bahasa Inggris untuk berkomunikasi,” kata Maytham, warga Suriah asal Zahraan, Suriah utara.

"Menurut media-media, ibu Bana sarjana hukum. Ini berarti ia belajar kurikulum Suriah selama 12 tahun yang semuanya menggunakan bahasa Arab, plus 4 tahun di universitas yang juga menggunakan bahasa Arab,” kata Maytham kepada Sputnik.

Menurut Maytham ia telah mendapat jaminan dari pemerintah Aleppo dan tentara Suriah untuk memfasilitasi evakuasi keluarga Bana dari Aleppo.

"Semuanya sudah disiapkan bagi evakuasi. Otoritas Suriah bahkan telah menyiapkan status hukum bagi bapak Bana yang adalah anggota Brigade al-Safwa. Otoritas Suriah bahkan setuju untuk mengevakuasi ke semua tempat yang diinginkan mereka hingga ke luar negeri,” tambahnya.

Untuk menjamin keamanan, Maytham bahkan telah mengontak media massa-media massa untuk ikut meliput pembebasan Bana. Namun, di menit-menit terakhir Bana menolak evakuasi dengan dalih Maytham terlalu memaksa dan terburu-buru.

Maytham juga merasa heran karena Bana dan pengelola akun Twitternya tampak tidak merasa ketakutan sebagaimana status yang diunggahnya di Twitter.

“Tidak seperti yang dikicaukan oleh Bana. Gadis kecil itu hanyalah wajah, alat yang dipakai oleh inteligen Inggris. Saya katakan Inggris karena kedekatan antara akun Bana dengan White Helmets yang didanai dan disponsori oleh Inggris,” kata Maytham lagi.

"Saya percaya gadis itu berada di Aleppo, namun kini tidak lagi. Perannya adalah untuk diambil gambarnya, dan setelah itu ia pergi begitu saja," kata Maytham.

Laporan terakhir yang diketahui adalah Bana dan ibunya telah dievakuasi oleh aktifis Turki dan dibawa ke wilayah 'netral' di Aleppo barat yang dikelola oleh 'aktifis' dan sudah barang tentu 'inteligen Turki'. Setelah itu ia tidak diketahui kabarnya.(ca)

No comments: