Friday 5 May 2017

Arus Balik Mulai Mengalir Tak Terbendung

Indonesian Free Press -- Sebelum Pilkada DKI lalu, baik dalam aksi 411, 212, dan 313, hampir tidak ada tokoh dan pejabat publik yang berani menyatakan dukungan terhadap aspirasi untuk mengkukum penista agama, Ahok. Menjelang dan selama proses Pilkada DKI lalu, secara diam-diam dan 'malu-malu kucing' sejumlah pejabat publik menampakkan suara anti-Ahok, seperti Wapres Jusuf Kalla, Ketua DEN Sutrisno Bachir, Menko Polhukam Wiranto dan Menhan Ryamizard Ryakudu.

Namun, menjelang Aksi 55 (5 Mei) dan pembacaan vonis terhadap Ahok, sejumlah tokoh masyarakat dan pejabat telah terang-terangan mendukung aksi menuntut dihukumnya Ahok.

Ketua Dewan Pertimbangan MUI sekaligus mantan Ketua Muhamaddiyah Din Syamsuddin misalnya, mengatakan bahwa Aksi Simpatik 55 adalah ekspresi demokrasi yang dijamin konstitusi. Menurutnya, aksi tersebut digelar karena keresahan penegakan hukum yang tidak berkeadilan. Lebih jauh ia mengatakan bahwa siapa pun tidak boleh menghalangi aksi tersebut.


“Tidak ada yang boleh menghalanginya kecuali yang anti-demokrasi dan anti-konstitusi,” kata Din, Kamis (4 Mei), seperti dilansir JPNN.

Aksi Simpatik 55, lanjut Din, adalah sejalan dengann kerukunan sejati, karena yang diprotes adalah ujaran kebencian yang mengganggu kerukunan. Sedangkan aspirasinya adalah agar ada penegakan hukum dan keadilan.

“Jika kasus penista agama bebas maka saling menghina antara kelompok-kelompok masyarakat seperti yang sudah menggejala terakhir ini akan merajalela dan merusak kebinekaan bangsa,” katanya lagi.

Oleh karena itu, terang Din, terhadap pelanggar norma dan etika kerukunan tersebut harus diamputasi lewat penegakan hukum yang berkeadilan dan memperhatikan rasa keadilan masyarakat.

Menko Polhukam Wiranto juga mengabaikan berbagai 'kekhawatiran' yang dihembuskan pihak-pihak yang pro-Ahok seperti Kepolisian RI, ataupun suara-suara yang berusaha mendelegitimasi Aksi 55 seperti Ketua NU Said Aqil Siraj yang kembali menuduh aksi demonstrasi sebagai 'tidak berguna'. Menurut Wiranto demonstrasi telah dilindungi oleh undang-undang maka tidak perlu untuk dikhawatirkan, apalagi dilarang-larang.

"Gak usah pusing sama demo, itu sudah diatur Undang-Undang," kata Wiranto.

Begitupun Menhan Ryamizard Ryacudu dan Ketua MPR Zulkifli Hasan yang berani 'lawan arus' terhadap regim Jokowi yang anti Aksi Demo 55. Hal-hal itu sontak membuat Kepolisian RI salah tingkah setelah sebelumnya mengeluarkan pernyataan-pernyataan bernada ancaman seperti 'tindakan tegas' dan sebagainya. Alih-alih, polisi mengatakan bahwa ribuan aparatnya yang akan diturunkan menghadapi aksi tersebut ditugaskan untuk 'mengawal', bukan 'menindak tegas'.

Namun, yang paling jelas dan tegas adalah pernyataan Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo. Dalam wawancara dengan Kompas TV kemarin, Jendral Gatot bahkan menyebut peserta Aksi 55 sebagai 'patriot bangsa'.

Luar biasa pernyataan Jendral Gatot ini, 180 derajat dengan persepsi yang hendak dibangun oleh regim Jokowi tentang aksi-aksi anti-Ahok. Hal ini bahkan menghancurkan narasi 'moderat' yang dibangun oleh Said Aqil Siraj yang menyebut Aksi 55 sebagai 'tidak berguna'.

“Kalau ada inspirasi, rekomendasi, kritik monggo disampaikan tidak usah dengan demo. Demo itu menghabiskan energi, waktu, duit kecuali memang ada yang mengongkosin dan mengerahkan,” kata Said Aqil, Rabu (3 Mei), seperti dilansir Republika.

Praktis, setelah pernyataan Panglima TNI ini tidak ada lagi narasi-narasi negatif yang dikeluarkan oleh regim Jokowi tentang Aksi 55. Dampak pernyataan Panglima TNI sama dengan Pilkada DKI 19 April lalu, yang sontak menghancurkan skenario para Ahokers yang didukung regim Jokowi untuk mengklaim kemenangan secara sepihak.

Panglima TNI, Jusuf Kalla, Din Syamsudin, Wiranto, Ryamizard Ryacudu, sebagaimana para pengusaha Muslim seperti Aburizal Bakrie dan Soetrisno Bachir telah menunjukkan bahwa telah terjadi 'arus balik' dalam 'cara pandang' di internal regim Jokowi sendiri atas aksi-aksi anti-Ahok. Semoga saja Jokowi menyadari untuk bisa mengikuti arus ini agar beliau tidak terseret dan tenggelam.(ca)

1 comment:

Kasamago said...

semga ini cara Sang Maha Pencipta dalam menyelamatkan negeri ini dari aneka penyimpangan..

Mohon bang Adi bahas juga tentang pembangunan kota baru bernama Meikarta oleh salah satu konglomerat Indonesia..