Saturday, 30 October 2010
Lagi Tentang Pembunuhan Ritual
Cerita tentang pembunuhan dengan motif ritual mungkin tidak pernah hinggap dalam pikiran kebanyakan orang di jaman modern ini. Cerita itu demikian mencengangkan sehingga orang pasti akan menganggapnya sebagai sebuah cerita fiksi.
Ketika Nabi Ibrahim, bapak bangsa semit, melakukan praktik ritual berdarah dengan menyembelih putranya, sebenarnya ia hanya melakukan kebiasaan orang-orang pada jaman itu. Dan meski kemudian Tuhan melarang Ibrahim melakukana hal seperti itu tidak berarti kebiasaan itu juga ditinggalkan oleh semua orang. Sebagian orang masih melakukannya hingga sekarang. Hanya bedanya kalau kegiatan ini dilakukan secara terbuka, kini dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Namun sebelum Anda menganggap ini sebagai sebuah ilusi, ada baiknya Anda lihat gambar plakat di atas. Plakat yang umum dijumpai di banyak bangunan kuno di Eropa itu menunjukkan sebuah upacara ritual yahudi dimana diperlihatkan beberapa orang rabbi (pemuka agama yahudi) memegani seorang bayi sementara seorang rabbi lainnya menyayat leher bayi tersebut dengan pisau. Dan jika Anda penasaran dengan adanya pembunuhan ritual, silahkan searching Arnold Leese dan bukunya yang terkenal “JEWISH RITUAL MURDER”.
Pada tgl 1 Mei 1989 (hari komunisme dunia yang diperingati sebagai hari buruh internasional) program talk show terkenal, Oprah Winfrey Show diisi dengan acara bincang-bincang dengan tema “Mexican Satanic Cult Murders”. Dalam acara itu dihadirkan bintang tamu rahasia yang disebut sebagai Rachel, seorang wanita yang berasal dari keluarga yahudi Chicago yang sering melakukan upacara ritual berdarah.
Dalam pengantarnya Oprah mengatakan, “Rachel mengatakan telah menyaksikan upacara pengorbanan anak-anak selain juga mengalami sendiri pelecehan seks.” Rachel menimpali, “Saya lahir di tengah keluarga yang mempercayai dan mempraktikkan hal itu.”
Oprah: “Rachel berasal dari sebuah keluarga yang … orang tentunya menyangka sebagai keluarga yahudi yang baik. …. Dan ternyata kalian semua memuja setan di dalam rumah kalian?”
Rachel: “Benar. Ada banyak keluarga yahudi lainnya di seluruh negeri ini yang melakukan hal itu, bukan hanya keluarga saya.”
Acara itu tentu saja membahayakan eksistensi orang-orang yahudi, khususnya di Chicago, yang bersama Jew York merupakan “ibukota kaum yahudi sedunia”. Dan tentu saja Oprah pun harus kehilangan pekerjaannya kalau saja ia tidak segera meminta ma’af kepada kaum yahudi di Chicago dan berjanji akan menjadi mesin propaganda yang tangguh bagi misi kaum yahudi di Amerika seperti kampanye holocoust memorial, gender bending, homoseksual (Oprah sendiri seorang lesbian), dan anti-white movement.
Ketika tokoh yahudi Chicago JudgeMarovitz meninggal tahun 2001, oprah turut hadir dalam pemakamannya. Saat ditanya wartawan mengenai hubungannya dengan Morovitz, Oprah menjawab: “Ia adalah teman sejati yang telah menolong saya saat saya sangat membutuhkannya.” Namun tentu saja Oprah menolak menyebutkan jasa Marovitz yang telah menyelamatkan kariernya.
Pengaruh yahudi yang sedemikian kuat bisa dilihat dari perjalanan karier Presiden Barack Obama. Dari seorang yang bukan siapa-siapa, bahkan jauh dari kriteria seorang pemimpin ideal, Obama muncul sebagai orang paling berpengaruh di dunia “maya” (karena dunia nyata dikuasai oleh orang-orang yahudi). Obama berhutang budi pada mafia politik yahudi di Chicago yang dimotori miliuner Penny Pritzker dan beberapa petualang politik yahudi seperti Rahm Emmanuel (seorang gay mantan penari balet, putra seorang tokoh teroris Israel dan pernah menjadi tentara Israel) dan David Axelrod. Chicago juga menjadi basis utama raja mafia Amerika Meyer Lansky yang pada masanya merupakan boss dari Al Capone (tapi tentu saja media massa dan film-film Hollywood lebih suka menonjolkan peran Capone demi melindungi keberadaan Lansky). Lansky bersama rekan yahudinya, Bugsy Siegel, mendirikan kota hiburan Las Vegas, namun demi menguasai sepenuhnya kota itu Lansky pun membunuh Bugsy. Lansky menghabiskan hari tuanya di Israel hingga meninggal.
Mitra bisnis utama Lansky adalah keluarga Bronfman, raja bisnis minuman keras dari Kanada yang pada masa Capone menyelundupkan berdrum-drum minuman keras ke Amerika setiap harinya dan mengeruk keuntungan berlimpah ruah. Kemudian dari bisnis itulah keluarga Bronfman mengembangkan bisnisnya hingga kini menjadi salah satu raja bisnis di Amerika Utara dengan menguasai beberapa bidang bisnis sekaligus seperti hiburan (memiliki salah satu studio film besar Hollywood), media massa (termasuk Vanity Fair dan New Yorker), penerbitan (Randhom House penerbit novel the Da Vinci Code), kimia dan agribisnis (Dupont) dan sebagainya. Pada tahun 1990-an generasi kedua Bronfman, Edgar Bronfman, memimpin World Jewish Organization dan melakukan kampanye Holocoust Industry yang berhasil memeras industri perbankan Swiss senilai miliaran dolar.
Kini kita kembali ke topik utama.
Antara bulan Oktober 1955 dan Desember of 1956, di Chicago Amerika, sebanyak lima anak menghilang secara misterius dan kemudian mayatnya ditemukan dalam kondisi yang menunjukkan mereka telah menjadi korban pembunuhan ritual yahudi.
Kelima anak-anak itu adalah kakak beradik laki-laki John dan Anton Schuessler, Jr. dan kawan bermain mereka Robert Peterson, serta dua kakak beradik perempuan Barbara dan Patricia Grimes. Kematian mereka sampai sekarang tetap “tidak terpecahkan” oleh penyidik. Saya sengaja memberikan tanda kutip karena kasus ini tergolong mudah dipecahkan berdasarkan bukti-bukti fisik yang ada, namun menjadi sulit karena melibatkan “kekuatan” yang secara politik sangat berpengaruh di Amerika.
Kelima korban ditemukan dalam kondisi telanjang bulat, kehabisan darah, namun tanpa tanda-tanda adanya pemerkosaan. Menurut laporan patologis kelima jenasah masih hidup selama beberapa waktu sejak dilaporkan menghilang meski dengan kondisi cuaca yang sangat dingin saat itu kelimanya diduga meninggal tidak lama setelah dibuang dalam kondisi terluka dan telanjang. Pergelangan tangan dan kaki kelima jenazah menunjukkan tanda mereka diikat kuat sebelum meninggal. Kelima jenazah menunukkan tanda-tanda luka sayatan dan pukulan yang tidak mematikan. Namun karena darah yang mengalir dari luka-luka itu mengakibatkan mereka meninggal karena kehabisan darah. Hanya jenazah Bobby Peterson (14 tahun) yang menunjukkan luka yang lebih parah berupa pukulan benda tumpul di kepala dan cekikan di leher. Mungkin karena ia melakukan perlawanan keras.
Kelima janazah mengalami luka-luka yang sangat khas ditunjukkan oleh korban pembunuhan ritual, seperti luka yang disebut sebagai stigmata, yaitu luka-luka yang dialami oleh Yesus Kristus dalam penyalibannya. Selain itu mulut dan mata kelima korban juga dimutilasi sedemikian rupa sehingga polisi tidak mengijinkan jenazahnya untuk dilihat orang.
Pembunuh yang Kaya
Para ahli forensik menemukan tanda-tanda yang menunjukkan jenazah korban pembunuhan pernah diangkut menggunakan mobil sedan Packard, jenis mobil mewah saat itu yang hanya digunakan oleh orang-orang kaya.
Media Massa yang Bungkam
Chicago Sun Times edisi sore menuliskan laporan mengenai pembunuhan itu sebagai sebuah pembunuhan bermotif ritual sekaligus memunculkan spekulasi keberadaan sebuah sekte agama sebagai pelakunya. Namun hanya beberapa menit setelah koran tersebut beredar di jalanan, beberapa truk dikirimkan Chicago Sun Times untuk menarik kembali koran tersebut dari peredaran untuk selanjutnya dibakar di tempat sebelumnya koran-koran itu dicetak.
Namun delapan kopi koran edisi khusus itu berhasil didapatkan oleh Lyle Clark Van Hyning, aktifis wanita yang menerbitkan jurnal Women's Voice. Saat ia menelepon Chicago Sun Times untuk menanyakan alasan penarikan koran edisi khusu tersebut, ia mendapat jawaban penarikan tersebut disebabkan karena adanya keberatan dari banyak orang serta kekhawatiran terjadinya kerusuhan rasial.
Didasarkan oleh kecurigaannya, Van Hyning kemudian mengirimkan satu kopian buku Arnold Leese “JEWISH RITUAL MURDER” kepada Anton Schuessler Sr, ayah dari dua orang korban pembunuhan, John dan Anton Schuessler Jr. Terkejut dengan isi buku Leese, Anton langsung pergi ke kantor polisi setempat untuk melaporkan kemungkinan motif pembunuhan ritual dalam kasus kematian anaknya.
Sang Ayah yang Malang
Apa yang dilakukan Anton Schuessler mungkin menjadi sesuatu yang paling disesalinya kemudian. Alih-alih menindaklanjuti laporan Anton, kapolsek Cook County, Joseph Lohman yang juga seorang yahudi, justru memerintahkan penangkapan terhadap Anton dengan tuduhan pembunuhan terhadap anaknya sendiri. Selanjutnya Lohman memerintahkan detektif setempat, Harry Gloss, juga seorang yahudi, untuk melakukan penyidikan atas kasus tersebut.
Saya sudah mengatakan kasus ini demikian mengerikannya sehingga lebih mirip seperti cerita fiktif. Baiklah saya lanjutkan.
Setelah menahan Anton Schuessler di ruang tahanan dan memerintahkan seorang detektif yahudi untuk melakukan penyidikan, sheriff Joseph Lohman, yang juga seorang yahudi, memerintahkan deputy sheriff bernama Horowitz, juga seorang yahudi, untuk menggeledah rumah keluarga Schuessler. Tidak hanya itu, mereka juga melakukan intimidasi terhadap keluarga Schuessler yang tersisa, mengancam mereka untuk tidak berbicara kepada orang lain, dan melakukan penahanan rumah.
Dua orang detektif Chicago yang dikirim untuk membantu kasus itu kemudian, James Lynch dan James McMahon, hanya bisa menemukan barang-barang bukti yang rusak atau hilang.
Sementara itu setelah gagal mendapatkan bukti yang bisa mengarahkan Anton sebagai terdakwa pembunuhan putra-putranya sendiri, meski telah dilakukan interogasi secara massif termasuk dengan alat pendeteksi kebohongan, Sheriff Lohman malah mengirimkan Anton ke klinik penderita penyakit mental yang dikelola oleh Dr. Leon Steinfeld (lagi-lagi seorang yahudi) di Des Plaines, Illinois. Begitu sampai di klinik, Anton langsung menjalani shock therapy dengan menggunakan alat terapi kejut, sedemikian rupa sehingga Anton meninggal para hari itu juga.
Kematian-kematian misterius tersebut tentu saja membuat warga Chicago marah sehingga memaksa otoritas hukum Chicago menyeret Dr. Leon ke pengadilan. Di depan hakim Dr. Leon bersikukuh bahwa Anton Schuessler mengalami halusinasi dan "paranoid delusions". Ia juga bersikukuh Anton meninggal karena komplikasi jantung. Tuduhan itu tentu mengada-ngaada karena Anton adalah pria yang sehat yang tidak pernah mengalami masalah dengan jantungnya.
Akhirnya Dr. Leon divonis bebas, namun demi menghindari kerusuhan rasial dilarikan ke Swiss dan tidak lama kemudian ditemukan tewas di kamar hotelnya di pelarian. Polisi Swiss menyatakan kematian Dr. Leon karena "bunuh diri".
Sementara itu kembali di Chicago, koroner setempat, Dr. menemukan bukti-bukti yang menunjukkan kematian Anton Schuessler karena pembunuhan oleh Dr. Leon. Ia pun menyerahkan bukti-bukti yang diperolehnya ke jaksa wilayah. Namun alih-alih ditindaklanjuti, Thomas McCarron justru mengalami berbagai intimidasi untuk tidak memperpanjang masalah itu, di antaranya pemboman di halaman rumahnya.
Dalam setiap cerita tentang yahudi, hampir selalu disertai dengan kejahatan bermotif ekonomi. Demikian pula halnya dengan Dr. Leon. Beberapa bukti yang ditemukan kemudian menunjukkan bahwa selama masa Perangn Dunia II Dr. Leon terlibat dalam jaringan bisnis ilegal pembuatan surat keterangan dokter palsu untuk menghindar dari kewajiban mengikuti wajib militer. Untuk setiap surat keterangan yang diberikan, Dr. Leon memungut biaya $2.000. Sebagian besar komsumennya adalah orang-orang yahudi.
Sepeninggal Dr. Leon, kecurigaan dan kemarahan massa terhadap komunitas yahudi Chicago tidak juga berakhir. Maka Irv Kupcinet, seorang kolumnis surat kabar yahudi, mengadakan acara penggalangan dana untuk janda Anton Schuessler yang malang. Kupcinet berhasil mengumpulkan sumbangan senilai $100.000 (setara $2 juta sekarang) dari kalangan masyarakat yahudi untuk "uang tutup mulut".
Kini kenangan pahit pembunuhan ritual yang terjadi tahun 1955 itu masih terus dirasakan rakyat Amerika. Tempat ditemukannya jenasah-jenasah pembunuhan itu kini menjadi salah satu tempat paling "berhantu" di Amerika dan menjadi salah satu tujuan wisata mistik. Sebuah prasasti batu berdiri di tempat itu. Orang-orang yahudi tanpa mengenal lelah terus berusaha memindahkan monumen itu.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment