Sunday 3 July 2011

AMERIKA YANG SEMAKIN "BODOH"


Apa jadinya pada sebuah bangsa yang masyarakatnya tidak peduli dengan sejarah bangsanya sendiri? Mereka tidak akan mengerti arti nasionalisme, tidak peduli jika negara mereka diperintah secara sembarangan, atau bahkan diperintah oleh orang-orang bodoh serta jahat yang bekerja untuk "orang asing". Seperti Amerika.

Beberapa tahun lalu saya melihat sebuah acara "reality show" MTV yang disiarkan oleh sebuah stasiun televisi swasta nasional. Dalam acara tersebut tampak sang "host" mengadakan tes pengetahuan umum pada orang-orang di pinggir jalan di satu kota besar. Test-nya sederhana saja. Ia menggelar gambar peta besar Amerika serikat. Kepada orang-orang yang berkerumum ia menanyakan letak negara bagian Utah yang kala itu tengah menjadi perhatian karena klub basket Utah Jazz berhasil masuk final NBA dua tahun berturut-turut melawan Chicago Bulls yang diperkuat Michael Jordan.

Namun dari semua orang yang ditanya, tidak satupun bisa menunjukkan peta tersebut. Bukannya nyombong, ketika SMP saya hapal gambar peta Amerika lengkap dengan negara bagian dan ibukotanya meski kini sebagian dari memori itu, karena tidak diasah, telah tersimpan di alam bawah sadar.

Kalau kita baca buku "Stupid White Mens" karya Michael Moore kita mungkin akan tercengang karena ternyata masih ada jutaan warga yang buta huruf di Amerika di samping puluhan juta lainnya yang sama sekali buta informasi.

Beberapa waktu lalu lembaga pengawas pendidikan nasional Amerika, National Assessment of Education Progress (NAEP), melakukan uji pengetahuan kepada para siswa Amerika dan mendapatkan hasil yang memprihatinkan. Dalam pelajaran sejarah yang diujikan kepada 31.000 murid, sebagian besar murid kelas IV tidak bisa mengidentifikasi gambar Abraham Lincoln, presiden Amerika paling terkenal. Mereka bahkan tidak mengerti peran sejarah yang telah dilakukan Lincoln.

Lebih jauh test tersebut membuktikan bahwa sebagian besar murid kelas VIII tidak bisa mengerti akibat dari Perang Kemberdekaan, murid kelas XII tidak mengerti mengapa Amerika terlibat dalam Perang Dunia II atau negara mana yang menjadi musuh Amerika dalam Perang Korea.

Dari semuanya hanya 20% murid kelas IV yang dianggap "lulus", 17% untuk murid kelas VIII, dan 12% untuk murid kelas XII. Hanya sebagian kecil saja yang dianggap memahami betul sejarah Amerika.

“Buku-buku sejarah ditulis dengan buruk," kata sejarahwan McCullough mengomentari hasil ujian tersebut di atas. Menurutnya kebanyakan buku sejarah sekarang telah "disesuaikan" dengan semangat "politically correct"* sehingga berubah menjadi buku-buku yang tidak jauh berbeda dengan buku-buku fiksi. Beberapa tokoh nyata seperti misalnya Thomas Alfa Edison hanya mendapat porsi minimum sementara tokoh fiksi justru mendapat porsi besar.

Nilai-nilai "trendi" dan "minoritas" seperti "sejarah wanita", "sejarah kulit hitam", "sejarah lingkungan hidup", kini mendapat porsi berlebihan sehingga para murid tidak memahami sejarah secara kronologis. Mereka tidak memahami masa lalu bangsa mereka, apa yang telah dilakukan orang-orang sebagai bangsa, bagaimana mencintai bangsanya, melawan musuh dlsb. Semuanya berkat sistem pendidikan yang menghabiskan triliunan dolar pajak selama beberapa dekade terakhir.

Namun ternyata tidak hanya pelajara sejarah yang membuat para pendidik Amerika cemas, pelajaran sains juga tidak kalah "jeblok"-nya. Pada saat NAEP mengeluarkan laporannya, media raksasa New York Times juga melaporkan hasil uji kemampuan para murid sekolah negara bagian New York pada mata pelajaran matematika dan bahasa Inggris yang menjadi dasar penilaian seorang murid untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi.

Dari uji kemampuan tersebut diketahui para murid tingkat IX pada tahun 2006 hanya 37% yang layak untuk melanjutkan ke "college". Di kota New York sendiri angkanya bahkan lebih rendah lagi, yaitu hanya 21%, di Yonkers 14,5%, Rochester County 6%. Dan meski pemerintahan di bawah kendali yahudi berupaya menjadikan Amerika negara multi-etnis sekaligus melemahkan orang-orang kulit putih sebagai kekuatan pengimbang dominasi yahudi, kesenjangan kemampuan akademik berdasarkan ras tetap terjadi. Sebanyak 51% anak kulit putih dan 56% persen anak keturunan Asia yang duduk di tingkat IX pada tahun 2006 memiliki kemampuan untuk melanjutkan ke "college", sementara untuk anak-anak kulit hitam dan hispanik angkanya hanya 13% dan 15%.

Pada tahun 1960 hanya terdapat 18 juta warga kulit hitam dan beberapa juta warga hispanik (keturunan Latin) di antara 160 juta penduduk Amerika. Angka itu kini berubah tajam. Diperkirakan pada tahun 2050 mendatang jumlah penduduk kulit putih dan hispanik mencapai 200 juta atau sama dengan penduduk kulit putih.


* Di Amerika dan juga negara-negara jajahan yahudi (zionist occupied goverments) barat lainnya, terdapat semangat untuk menyeragamkan nilai-nilai sosial-politik-ekonomi-sejarah dengan apa yang disebut dengan istilah "politically correct". Secara efektif "politically correct", sebagaimana "anti-semit" telah menjadi senjata untuk membungkam pandangan kritis tentang hal-hal yang terkait dengan yahudi dan zionisme serta agenda-agenda mereka seperti "liberalisme", "demokrasi", "gender binding", "transexual", "pro-homoseksual", "one world goverment", "global warming --- kini diubah menjadi istilah perubahan cuaca setelah terbukti bahwa bumi tidak mengalami pemanasan) dll. Di Amerika bahkan kitab Injil Perjanjian Baru dianggap sebagai "anti semit" dan percayalah, tidak lama lagi bakal dilarang untuk dibaca sebagaimana acara doa bersama dilarang di sekolah-sekolah publik.


Ref:
"The Dumbing Down of America"; Patrick Buchanan – Creators Syndicate June 21, 2011; dalam thetruhseeker.co.uk; 22 Juni 2011.

No comments: