Wednesday 12 September 2012

ERDOGAN JERUMUSKAN TURKI KE JURANG

Apa yang terjadi di Pakistan saat ini tidak pernah dibayangkan oleh para pemimpin negeri itu kala memutuskan untuk melibatkan diri dalam "petualangan Amerika" di Afghanistan dengan membentuk kelompok-kelompok milisi "mujahidin" anti Uni Sovyet. Kelompok-kelompok milisi itu kemudian berevolusi menjadi Al Qaida, Taliban dan gerombolan teroris lainnya mengobok-obok Pakistan, dan bersama Amerika menjadikan Pakistan negeri medan perang yang penuh dengan kubangan darah dan tumpukan mayat, hingga tak sempat lagi rakyat Pakistan merasakan pembangunan, perdamaian dan kemakmuran.

Hal yang sama persis bakal dialami Turki, negara Islam satu-satunya yang menjadi anggota Uni Eropa dan saat ini tengah mengalami kedamaian dan kemakmuran, jika tidak menghentikan aksinya melibatkan diri dalam petualangan Amerika dan zionis internasional di Syria.

Bertolak belakang dengan gambaran di media-media massa, oposisi Syria telah menjelma menjadi gerombolan bandit teroris yang membantai rakyat Syria tanpa pandang bulu dan belas kasihan. Demikian kotornya gerakan oposisi itu hingga salah seorang tokoh pendiri Syrian National Council (organisasi payung yang membawahi semua kelompok oposisi Syria), Bassma Qodmani, mengundurkan diri sebagai eksekutif organisasi ini. Sebagaimana Pakistan mendukung kelompok-kelompok milisi Afghanistan, demikian juga sekarang Turki mendukung kelompok-kelompok oposisi Syria dan menebarkan peperangan di negeri tetangganya itu, dan karenanya Turki harus kehilangan masa depannya yang cemerlang.

Adalah Recep Erdogan, perdana menteri dari Partai Keadilan (se-mazhab dengan PKS di Indonesia dan Ikhwanul Muslimin di negara-negara Arab) yang telah menjerumuskan masa depan Turki. Dua tahun lalu ketika Isreal menyerang kapal Turki Mavi Marmara di perairan internasional dan menewaskan 9 warga Turki, Erdogan diam membisu. Ia baru berteriak lantang setelah setahun lebih gagal menuntut Israel untuk sekedar meminta ma'af. Ia pun bersumpah akan memimpin langsung konvoi laut kapal-kapal bantuan kemanusiaan ke Gaza. Namun setelah Israel berjanji akan menenggelamkan kapal beserta Erdogan di dalamnya, ia beringsut pergi dan tidak pernah lagi menyinggung-nyinggung sumpahnya itu.
Kemudian tahun 2011 lalu terjadilah kerusuhan di Syria, negeri yang baru saja mempererat hubungan dengan Turki dan pemimpinnya, Bashar al Assad, dipeluk erat oleh Erdogan. Dan tanpa alasan jelas, tiba-tiba saja Erdogan mengutuki Bashar al Assad sebagai pemimpin yang kejam terhadap rakyatnya sendiri. Tidak hanya itu, Erdogan, bersama-sama dengan Amerika, negara-negara Eropa serta Saudi dan Qatar, aktif menggalang kekuatan untuk menggulingkan Bashar hingga karenanya Syria harus mengalami kerusuhan-kerusuhan dan peperangan bersenjata yang menewaskan ribuan warganya.

Baru-baru ini dalam pertemuan internal Partai Keadilan, Erdogan menyebut dengan tegas bahwa "pemerintah Syria telah menjadi pemerintahan teroris." Pada saat yang sama sebanyak 400 pemimpin pemberontak Syria bertemu di Hatay, Turki, membicarakan strategi untuk meneror Syria dan menggulingkan Bashar.

Hal di atas bagai bola pantul yang menghantam kepala Erdogan sendiri. Menuduh orang lain sebagai terorisme sembari melakukan aksi terorisme sendiri. Dan dalam banyak hal bola-bola pantul selalu menimpa kepala Erdogan, menghancurkan integritasnya sebagai seorang pemimpin.

Sudah menjadi pengetahuan luas bahwa kelompok-kelompok oposisi Syria adalah para teroris. Demikian kotor "image" mereka hingga selain membuat Bassma Qodmani harus hengkang, mereka sendiri mulai berfikir untuk ganti nama dan berkamuflase. Nama Free Syrian Army yang selama ini disandang mereka konon akan diganti dengan Syria National Army. Dan Erdogan telah menyediakan bagi mereka tidak saja senjata, namun juga ransum dan basis.

Pemerintah Syria sebagai pemerintahan yang sah berulangkali mengklaim sebagai korban konspirasi negara-negara asing yang bekerjasama dengan kelompok-kelompok teroris seperti Al Qaida. Klaim itu sepenuhnya benar. Itulah sebabnya Erdogan, sebagai pendukung pemberontak, turut bertanggungjawab atas jatuhnya ribuan korban sipil dan militer di Syria. Ia, sebagaimana George W. Bush dan Tony Blair yang bertanggungjawab atas kejahatan perang di Afghanistan dan Irak, layak diadili di pengadilan HAM internasional. Dan tuduhannya terhadap Bashar al Assad sebagai pemimpin teroris selayaknya dialamatkan pada dirinya sendiri.

Namun bola pantul ke kepala Erdogan juga datang dari banyak arah lainnya. Kemunafikan dan pengkhianatannya atas Syria membuat popularitas dirinya dan partai-nya merosot. Partai Buruh dan partai-partai oposisi lainnya secara lantang menuduhnya telah melakukan tindakan terorisme atas Syria. Selain itu, ribuan pengungsi Syria yang berada di Turki telah menggerus sumber-sumber ekonomi Turki. Tidak heran jika pemerintahan Turki sendiri mulai dilanda kepanikan. Keluhan berulangkali menlu Ahmet Davutoglu terhadap sekutu-sekutunya dalam konspirasi Syria yang mengabaikan beban ekonomi yang dialami Turki telah menunjukkan bahwa Erdogan dan kabinetnya mulai khawatir bahwa sekutu-sekutunya sengaja membebankan semuanya pada Turki.

Namun pukulan paling keras datang dari orang-orang Kurdi. Selama berpuluh tahun Turki terlibat dalam pertikaian dengan kelompok-kelompok bersenjata yang memperjuangkan kemerdekaan warga Kurdi. Sejak tahun 1970-an konflik antara Turki dan pemberontak Kurdi telah menewaskan tidak kurang dari 40.000 jiwa. Secara sistematis pemerintah Turki melakukan tindakan-tindakan terror terhadap warga Kurdi terutama di wilayah perbatasan Turki-Syria dan Turki-Irak tempat komunitas Kurdi banyak tinggal. Hal inilah yang menjadi salah satu hambatan mengapa Turki begitu lama gagal menjadi anggota Uni Eropa. Dan Krisis Syria membuat konflik antara Turki dengan pemberontak Kurdi meningkat tajam akhir-akhir ini. Turki yang hendak mengamankan wilayah perbatasannya dengan Syria dengan memperkuat kehadiran militernya, harus berhadapan dengan pemberontak yang menguasai wilayah itu setelah tentara Syria berkonsentrasi menghadapi para pemberontak di Damaskus, Aleppo dan Homs. Ribuan milisi pemberontak Kurdi dikabarkan telah membanjiri perbatasan Turki-Syria untuk mengantisipasi gerakan militer Turki. Tidak hanya itu, pemberontak pun kini meningkatkan aksi terror-nya di wilayah Turki. Aksi terakhir terjadi Selasa (11/9) dimana sebuah serangan bom terjadi di sebuah kantor polisi di Istanbul menewaskan seorang personil polisi dan melukai 7 orang lainnya. Sebagaimana Pakistan, Turki tengah menuju ke negara "kacau" alias negara "gagal".

Sikap Erdogan atas Syria juga membuka sejarah lama yang selama ini pemerintah Turki berusaha keras untuk menutup-nutupinya, yaitu aksi pembantaian terhadap etnis-etnis asing oleh pemerintah Turki sepanjang sejarah. Tidak hanya orang-orang Kurdi, di masa lalu Turki juga pernah membantai orang-orang Armenia, Assyria dan Yunani. Pembantaian terbaru, yaitu terhadap orang-orang Armenia pada masa pemerintahan Kemal Attaturk menewaskan jutaan orang.

Sungguh ironis bahwa sebelum krisis Syria, Erdogan adalah tokoh yang dihormati khususnya di kawasan Timur Tengah. Berulangkali ia terlibat aktif sebagai broker perdamaian dalam krisis-krisis politik yang terjadi di kawasan itu, termasuk krisis terkait Iran dan Palestina. Namun kini kehormatan itu hampir dipastikan telah lenyap begitu saja.




No comments: