Friday 22 March 2013

PERTUNJUKAN DI SIPRUS

Lord Acton seringkali dikutip pernyataannya tentang kekuasaan yang cenderung korup. Namun pernyataannya yang lebih penting seolah disembunyikan oleh "kekuatan gelap". Pernyataan itu adalah:

"Masalah yang telah melanda selama berabad-abad dan yang akan harus dipecahkan cepat atau lambat adalah: rakyat melawan perbankan."

Saya baru saja membaca satu artikel sangat menarik yang ditulis oleh Anthony Migchels di blog henrymakow.com tentang krisis keuangan yang melanda Siprus saat ini. Migchels adalah seorang pejuang "mata uang bebas bunga" yang mendirikan Gelre, mata uang alternatif yang bebas bunga yang berlaku di beberapa bagian di Belanda. Ia aktif menuliskan pandangan-pandangannya di blognya Real Currencies. Judul artikel tersebut adalah "High Noon in Nicosia: Banker Vs Depositor".

Migchels mencoba menganalisis motif di balik krisis keuangan di Siprus ini. Ia membantah analisis yang menyebutkan bahwa krisis di Siprus dirancang untuk menghancurkan ekonomi Rusia yang merupakan investor tertinggi di Syprus dengan nilai investasi mencapai $90 miliar dan sebanyak 40.000 warga Rusia tinggal di Siprus. Analisis ini muncul karena sampai saat ini Rusia masih menjadi penghalang utama bagi agenda penghancuran Syria oleh "para penguasa dunia kegelapan" atau "para penguasa global belakang layar" (atau "imperium" jika memakai istilah Dina Sulaiman dari blog Kajian Timur Tengah).

Migchels cenderung menganggap bahwa apa yang terjadi di Siprus merupakan "uji coba" dari upaya penghancuran mata-mata uang "tradisional" milik negara-negara untuk digantikan dengan mata uang global milik "para penguasa global" yang kandidatnya adalah Euro.

PENYATUAN FISKAL


Menurut Migchels pelaku utama krisis Siprus adalah "Money Power" (Migchels dan sebagian orang lainnya mempunyai istilah sendiri untuk para penguasa global) yang memiliki agenda konsolidasi kekuasaan Uni Eropa, dalam hal ini kekuasaan uang berupa penyatuan fiskal. Selama beberapa dekade terakhir banyak sekali kekuasaan yang telah disentralisasikan di Brussels (ibukota Uni Eropa). Sekitar separoh dari produk undang-undang yang dihasilkan di seluruh Eropa berasal dari parlemen Uni Eropa di Brussels. Namun kekuatan politik yang sebenarnya masih terkutat antara administratur Uni Eropa dan para pemimpim politik yang masih memegang kekuatan fiskal di negara masing-masing. Tujuan "penguasa belakang layar" atas Uni Eropa adalah penyerahan kedaulatan fiskal negara-negara anggotanya. Bagaimana caranya, hal itu tidak penting karena ada banyak cara bisa dilakukan.

Salah satu cara itu adalah melalui European Stability Mechanism (ESM), sebuah lembaga yang dibiayai oleh negara-negara Eropa, dan dijalankan oleh para menteri keuangan Uni Eropa tanpa melalui mekanisme pengawasan yang demokratis. Pekerjaan ESM adalah mem-"bailout" bank-bank sebanyak mungkin, bahkan sebelum muncul krisis. ESM didukung oleh aturan yang mewajibkan negara-negara anggota Uni Eropa untuk menjalankan perintahnya dalam waktu hanya 7 hari. Dengan "bailout" secara efektif negara-negara anggota semakin dalam terjerat dalam hutang dan semakin kehilangan independensinya dan pada saat yang sama semakin banyak sumber-sumber ekonomi domestik yang terkuras keluar. Cara lain adalah melalui "pencetakan uang" Euro yang benar-benar telah membuat independesi negara anggota hilang kandas.



KONKLUSI

Dalam waktu tidak lama lagi tampaknya kita akan menyaksikan hal-hal besar yang tidak terbayangkan orang-orang awam. Permainan kotor "para penguasa global belakang layar" semakin banyak terbongkar. Rakyat Islandia telah memberontak, memenjarakan para bankir dan kini telah membentuk konstitusi dan pemerintahan baru yang bebas dari sistem keuangan global yang menjerat mereka. Setelah melihat ancaman kemarahan rakyat, parlemen Siprus pun akhirnya menolak rencana pemerintah memberikan bailout terhadap perbankan dengan menggunakan dana simpanan masyarakat.

Baru-baru ini para polisi Spanyol turun ke jalan-jalan untuk meminta ma'af kepada rakyat atas aksi brutal mereka menanggapi demonstrasi rakyat. Polisi Jerman juga turun ke jalan-jalan dan berbalik punggung menjadi pengawal aksi demonstrasi, menentang perintah memberangus aksi demo.

Namun sebaliknya pemerintah Amerika justru memperkuat diri mempersiapkan karusuhan yang bakal terjadi. Setelah menerapkan UU Patriot yang memberi kewenangan sensor dan mata-mata terhadap rakyat sendiri, pemerintah dan DPR membentuk Department of Homeland Security yang baru-baru ini telah melengkapi diri dengan ribuan panser, senjata serbu dan miliaran butir peluru. Puluhan kamp tahanan rahasia juga telah dibangun oleh pemerintah Amerika, diduga kuat untuk menampung para perusuh yang tertangkap yang tidak mungkin lagi tertampung di pejara-penjara yang ada. Aksi-aksi penembakan massal yang terjadi di Amerika akhir-akhir ini juga diduga kuat sebagai konspirasi pemerintah untuk mencabut hak kepemilikan senjata api oleh warga Amerika, sehingga diharapkan tidak ada lagi perlawanan berarti oleh rakyat Amerika terhadap penguasanya yang korup.


1 comment:

Unknown said...

Hebat..! Hebat..hebat..! Sehebat apapun dan sekuat apapun kalian berusaha..kalian telah hancur..dan sistem kalian sudah tamat dan akan digantikan dengan sistem yg benar2 murni dan adil..seluruh dunia telah bangkit melawan mu wahai setan besar, yg sebenarnya engkau kecil dihadapan "manusia"