Monday 25 January 2016

Studi Akademis Buktikan Kerusuhan Maut Maidan 2014 Direncanakan

Indonesian Free Press -- Regim Presiden SBY berulangkali mengatakan bahwa tidak ada pemerintah yang sengaja menyengsarakan rakyatnya sendiri. Blok ini dengan keras membantah pernyataan ini. Sepanjang sejarah dunia dipenuhi dengan pemerintahan yang khianat terhadap rakyatnya dan menjadi alat kepentingan asing.

SBY sendiri mengatakan hal itu adalah sebagai upaya pembelaan diri, setelah dicap sebagai regim pembohong oleh sejumlah tokoh agama kita.

Pada bulan Oktober 2015 lalu terbongkar kasus korupsi dana publik yang disimpan di tiga perbankan Moldova, oleh regim penguasa. Rakyat pun melakukan protes keras sehingga memaksa pemerintah mundur. Namun, minggu lalu, Wakil Ketua Partai Demokrat, Pavel Filip, tokoh pro-Uni Eropa yang partainya terlibat dalam tindakan korupsi itu, justru dipilih parlemen untuk menjadi perdana menteri. Maka aksi-aksi kerusuhan pun kembali terjadi.

Itu adalah contoh lain dari pemerintahan sebuah negara yang menjadi agen kepentingan asing dengan melakukan pengkhianatan terhadap rakyat.

Contoh lainnya adalah regim Ukraina yang saat ini tengah berkuasa setelah menumbangkan pemerintahan Viktor Yanukovich bulan Februari 2014. Dengan dukungan Uni Eropa dan Amerika, regim ini melancarkan kudeta melalui sebuah operasi 'bendera palsu' pembantaian Lapangan Maidan. Dalam peristiwa ini disebut-sebut bahwa regim Viktor Yanukovich melakukan pembantaian terhadap demonstran di Lapangan Maidan dengan menggunakan sekelompok penembak jitu (sniper). Namun bukti-bukti menunjukkan bahwa penembak-penembak jitu ini ternyata dibayar oleh regim yang saat ini berkuasa.

Situs Voltairenet.org pada 17 Januari lalu memberikan laporan tentang hal ini dengan mengutip laporan yang dibuat Ivan Katchanovski, seorang profesor politik di University of Ottawa, yang melakukan peneletian mengenai peristiwa ini.

Laporan yang dipersentasikan di hadapan peserta American Association of Political Sciences di San Francisco, bulan September 2015 lalu itu adalah hasil penelitian akademis pertama tentang tragedi itu. Dengan menggunakan 'teori pilihan rasional' dan 'teori rasionalitas instrumental' terhadap sejumlah tokoh yang terlibat dalam tragedi itu, baik dari kubu pemerintahan Yanukovich maupun dari kubu oposisi yang kini berkuasa.


Ivan Katchanovski mengajar studi politik di University of Ottawa. Ia juga menjadi 'pengajar tamu' di Harvard University, State University of New York at Potsdam, University of Toronto, dan di Kluge Center at the Library of Congress.

Laporan ini menganalisis sejumlah besar bahan kajian dari berbagai sumber: sekitar 1.500 video dan rekaman-rekaman dari internet dan televisi dari berbagai negara, 'newsletters' dan media-media sosial dari ratusan jurnalis yang meliput peristiwa pembantian, sekitar 5.000 foto dan hampir 30 gigabytes rekaman percakapan antara para penembak jitu dan komandan mereka dari unit Alfa-Dinas Keamanan Ukraine dan pasukan keamanan Departemen Dalam Negeri. Bahan-bahan terakhir adalah dokumen persidangan atas peristiwa tersebut.

Tentu saja penelitian ini juga mencakup bahan-bahan lain seperti pernyataan para saksi mata, pernyataan para komandan pasukan keamanan yang terlibat dalam kerusuhan, pernyataan para pejabat, serta uji ballistik dan uji laboratorium senjata dan pergerakan peluru-peluru yang telah mengakibatkan tewasnya puluhan orang.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa aksi penembakan massal hanya menewaskan hampir 50 orang itu adalah sebuah operasi inteligen 'bendera palsu' yang dilakukan dengan tujuan untuk mendorong kerusuhan lebih luas sehingga menjatuhkan pemerintahan Viktor Yanukovich.(ca)

1 comment:

kasamago.com said...

Dan russia sgr brtindk cpat dg mbgmbil kmbli crimea.
Operasi false flag perlu dcounter dg lngkh asimetris yg cerdik

-kasamago.com