Thursday 5 April 2018

Tragedi Puisi Sukmawati

Gus Nur Ngaji Ilmu Hidup

seandainya saya kritik sikap ketua MUI. Hemm... Apa kata dunia ? Bisa - bisa terjadi kiamat sughro, anak jalanan kok ngritik ketua MUI, dasar manusia gak tahu adab, anjing kurap kok neko-neko ngritik Ulama, ooh dasar ustadz abal-abal, dasar - dasar - dasar - dasar. Apalagi bagi kaum-kaum Ashobiah alias fanatik buta... Hmm pasti mereka bagaikan ulat belatung yang nemu bangkai..

Tapi entahlah, hati kecilku tetap berontak dan risih mengamati gerak gerik Ulama ketua MUI ini, akal dan adabku berusaha berkhusnudzon, tapi tetap saja sulit... 

saya agak sulit untuk menggambarkan dimensi ini, menurut saya, sebagai ulama yang menjadi rujukan jutaan ummat, seharusnya faham, mana acara yang wajib didatangi dan mana tamu yang wajib ditemui. Sebaliknya harus faham juga, mana acara yang tidak boleh didatangi dan mana tamu yang tidak boleh ditemui, demi ketentraman ukhuwah itu sendiri.

Saya jadi teringat kata orang tua dulu. Nak sabarlah menghadapi orang tua, sebab kalau orang sudah sangat sepuh, itu karakternya cenderung kembali ke karakter anak-anak lagi, yang terkadang suka di alem, di gunggung, diperhatikan, mudah tersanjung, dan sebagainya... 

Tragedi puisi Sukmawati, menyulut hampir mayoritas ummat islam. Lagi-lagi saya sama sekali "TIDAK KAGET", kalau dari kaum yang dekat dengan penguasa, siapapun dia, baik aktivisnya. Menterinya. Dosenya. Pegiat Media Sosialnya. Polisinya. Ulama atau Ustadznya. Mereka kompak meremehkan tragedi puisi ini, bahkan cenderung membela dan melindungi ibu Sukmawati.

BAgaimana kalau seandainya yang membaca puisi itu adalah orang islam seperti : saya, ustadz FElix, Alumni 212, Ust Bachtiar Nashir. Ust Abdul Shomad. Apalagi kalau yang membaca puisi itu Habib Rizieq... Pasti, seluruh awak media akan dikerahkan, pasti pletonan pasukan dikerahkan, dan pasti. Nyanyian Setya Novanto tentang Puan Maharani dan Pramono, akan musnah ditelan banjir bandangnya-nya Nabi Nuh. Ya Allah segera turunkan keputusan dan keadilan-Mu

1 comment:

Kasamago said...

Terlihat seperti operasi Intelejen.. dalang dan wayang tahu akan akibat yang ditimbulkannya.. dan tetap melakukan karena dilindungi kekuasaan