Sunday 29 December 2019

Pangkalan AS Diserang di Tengah Situasi Politik Irak yang Makin Genting

Indonesian Free Press -- Seorang tentara AS tewas setelah pangkalan militer AS di Irak diserang pejuang Irak dengan roket. Demikian seperti dilansir Press TV Kamis (27 Desember). Sementara itu situasi politik di Irak semakin genting setelah Presiden Barham Salih mengajukan pengunduran diri setelah menolak kandidat PM yang diajukan parlemen.

Mengutip keterangan Reuters, laporan menyebutkan serangan roket terjadi di dekat kota Kirkuk hari Jumat (28 Desember). Beberapa tentara AS lainnya dan juga tentara Irak yang berada di pangkalan juga mengalami luka-luka.

Otoritas keamanan Irak akan meminpin penyidikan atas insiden ini, demikian keterangan militer koalisi pimpinan AS di Irak. Belum ada pihak yang mengaku bertanggungjawab atas serangan ini.


Sebelumnya pada hari yang sama militer Irak mengatakan terjadinya serangan roket terhadap pangkalan militer K1, juga di dekat Kirkuk, dimana pasukan AS dan Irak tinggal untuk memerangi terorisme di wilayah itu. Namun tidak ada laporan tentang jumlah korban dalam serangan ini.

Menurut Press TV dalam enam bulan terakhir ini terjadi setidaknya 10 kali serangan roket terhadap pangkalan-pangkalan militer AS di Irak. Terakhir sebelum serangan-serangan tersebut di atas, pada tanggal 9 Desember, serangan roket menghantam pangkalan militer AS di dekat Baghdad International Airport. Sejumlah tentara Irak dan AS terluka.

AS telah menarik diri dari Irak pada tahun 2010 setelah menginvasi negara Arab ini tahun 2003. Namun serangan ISIS ke Irak tahun 2014 memberi dalih bagi AS untuk kembali mengirim pasukan ke Irak. Saat ini terdapat sekitar 5.000 tentara AS di Irak.


Situasi politik yang semakin genting

Sementara itu situasi politik Irak semakin genting setelah Presiden Barham Salih pada hari Jumat (28 Desember) mengajukan pengunduran diri ke Parlemen setelah menolak calon Perdana Menteri yang diajukan blok politik mayoritas di parlemen.

Seperti laporan Press TV, demonstran menutup aliran listrik ke kilang migas di selatan Irak, Sabtu. Demonstran merangsek ke pangkalan migas di Nassiriya dan memaksa pekerja untuk memutuskan aliran listrik ke pangkalan itu. Para demonstran berteriak-teriak, "tidak ada tanah air tidak ada minyak."

Kilang yang ditutup itu memiliki kapasitas produksi hingga 90.000 barrels minyak mentah per-hari.

Ini adalah pertama kalinya demonstran menutup total sebuah kilang minyak setelah sebelumnya mereka pernah beberapa kali memblokade kilang minyak dan pelabuhan. Minggu lalu demonstran memblokade jalan masuk ke pelabuhan utama di Provinsi Basra setelah memblokade jalan utama ke kompleks perminyakan di Basra dan melarang pekerja untuk bekerja.

Pada hari Kamis Presiden Barham Salih mengajukan pengunduran diri ke parlemen setelah menolak untuk melantik kandidat Perdana Menteri Assad al-Eidani yang diajukan blok mayoritas parlemen dukungan Iran (blok Perlawanan). Salih berdalih Eidani ditolak oleh para demonstran sehingga pengangkatannya hanya memperpanjang aksi-aksi demonstrasi. Namun hal itu memancing kemarahan kubu Perlawanan dengan menuduh Salih sebagai pengkhianat dan pengecut yang menyerah pada tekanan AS.

Assad al-Eidani menjadi kandidat PM setelah PM sebelumnya, Adel Abdul-Mahdi mundur menyusul desakan ulama terkemuka Irak Grand Ayatollah Ali al-Sistani. Sistani bersama Muqtada al Sadr adalah dua figur ulama penting di balik aksi-aksi demonstrasi yang selain menuntut reformasi ekonomi juga menginginkan perubahan sistem politik dengan menjauhkan diri dari pengaruh Iran dan AS.

Namun aksi-aksi seringkali berubah menjadi aksi anarkis selain menyerang hingga membunuh aparat keamanan, mereka juga menyerang orang-orang yang dianggap pro-Iran dan membakar kantor milisi pro-Iran hingga konsulat Iran. Pada awal bulan ini demonstran membunuh seorang remaja dengan keji. Setelah menyeret remaja itu dari rumahnya, demonstran memotong tenggorokan remaja itu dan kemudian menggantungnya di tiang lampu jalanan di Baghdad.

Di sisi lain, demonstran yang dikawal milisi pro-MUqtada al Sadr dan Ayatollah Sistani, juga harus menghadapi serangan dari anggota milisi pro-Iran, selain aparat keamanan Irak. Bulan ini diduga kelompok milisi pro-Iran menembaki demonstran di Baghdad, menewaskan setidaknya 25 orang.(ca)

No comments: