Saturday 14 January 2017

Takut Balasan Rusia, Agen MI6 Menghilang

Indonesian Free Press -- Inilah yang saya sukai dari dunia jurnalisme Eropa daripada Amerika. Meski secara mainstream tetap membela kepentingan zionis, namun dalam berbagai kasus tertentu mereka masih memiliki sikap independen.

Contohnya adalah Robert Fisk, jurnalis senior yang sering menulis tentang konflik di Suriah di media mainstream 'kanan' The Independent. Ia tetap pembela kepentingan neo-liberalisme/zionisme dan menganggap Bashar al Assad dan aparatnya sebagai 'pembunuh', namun ia juga pengecam tajam pemerintah Inggris dan Amerika dan selalu menulis tentang Hillary Clinton dengan nada ejekan, 'La Clinton'.

Kasus terakhir yang kebetulan saya temukan, karena saya memang tidak pernah secara khusus mengamati media-media Eropa, adalah laporan di Daily Mail, 12 Januari lalu berjudul 'Agent Named as Being Behind the Trump “Dirty Dossier”' yang ditulis wartawan Martin Robinson dan Sam Greenhill.

Laporan ini tentang agen badan inteligen Inggris M16, Christopher Steele (52 tahun), yang menghilangkan diri setelah ketahuan menjadi sumber 'fitnah' terhadap presiden terpilih Amerika Donald Trump dan pemerintah Rusia. Ini dilakukannya karena ketakutan terhadap tindakan balasan Rusia kepadanya.

"Christopher Steele, 52, disebut sebagai 'sosialis yang terkonfirmasi', sepertinya telah meninggalkan rumahnya seharga £1,5 juta di Surrey dalam ketakutan kemarin dan mengatakan kepada para tetangganya: ‘Tolong jaga kucing-kucing saya.’," tulis Daily Mail dalam laporannya.

"Steele, ayah dari tiga orang anak dari seorang janda, mungkin telah terbang ke luar negeri setelah secara sensasional terbongkar sebagai sumber informasi palsu tentang Donald Trump yang dituduh melakukan prostitusi di sebuah istana kepresidenan Rusia. Beberapa jam setelah ia menghilang, Kedubes Rusia di London mengirim pesan misterius (Twitt): ‘Kisah Christopher Steele: staff MI6 tidak pernah pensiun: berkicau melawan Rusia dan Presiden Amerika," tambah laporan itu.

Lebih jauh, Daily Mail melaporkan bahwa Steele adalah mantan Ketua Cambridge Union, klub debat di kampus Cambridge University yang prestisius pada tahun 1986, sebelum bergabung dengan MI6 dan ditugaskan di Moscow. Di klub kampus tersebut berkawan dengan Boris Johnson yang kini menjadi Menlu Inggris. Daily Mail bahkan menyebutkan bahwa Steele mendapatkan keuntungan besar dalam kasus korupsi FIFA yang melibatkan ketuanya Sepp Blatter tahun lalu.

"MailOnline bisa menginformasikan saat ini bahwa mantan mahasiswa Girton College (bagian dari Cambridge University) ini mendapatkan lebih dari £1 juta (sekitar Rp 15 miliar) setelah bekerjasama dengan FBI membongkar kasus korupsi FIFA. Ia menjalankan Orbis Business Intelligence Ltd bersama sesama mantan agen MI6 Christopher Burrows, yang mendapatkan keuntungan £401.000 di tahun 2015 dan £621.000 tahun 2016. Bisnis mereka meroket setelah Steele menjual informasi kepada FBI tentang korupsi FIFA," tulis Daily Mail lagi.

Kita tentu tidak akan bisa mendapatkan laporan seperti ini di medi-media massa utama Amerika seperti USA Today, New York Times dan Washington Post. Sama seperti kita tidak akan mendapatkan laporan tentang korupsi Ahok di Metro TV. Menariknya adalah media-media Israel jauh lebih independen lagi daripada media-media massa Eropa. Mereka kini tengah meributkan korupsi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Tapi Sapi Marif dan para kecebong serta Ahoker tentu tidak mengerti hal-hal seperti ini.(ca)

3 comments:

Kasamago said...

Hati nurani msh ad disegelintir media mainstream yg dikuasai elit politik?

Sebuah kasus, karir politik yg bgtu memikat publik tk akn trlpas dr grand design dbliknya

Unknown said...
This comment has been removed by the author.
Unknown said...

Alhamdulillah...umat islam punya QS Al hujurat 6 dan 13...menangkal berita hoax dan sara