Thursday 26 April 2018

Israel dan AS Gerah dengan Rencana Pengiriman S-300 ke Suriah

Indonesian Free Press -- Israel dan pendukung utamanya, Amerika, disebut-sebut tengah galau berat dengan rencana pengiriman sistem pertahanan udara S-300 Rusia ke Suriah. Mengantisipasi hal itu komandan CENTCOM (pasukan Amerika di Timur Tengah dan Asis Selatan) dikabarkan telah mengunjungi Israel untuk mendinginkan kegalauan itu.

Seperti dilaporkan Zero Hedge, Selasa (24 April), sehari sebelumnya (23 April) komandan CENTCOM Jendral Joseph Votel melakukan kunjungan diam-diam ke Israel untuk membicarakan rencana pengiriman S-300 ke Suriah. Laporan itu menyebutkan bahwa kunjungan itu adalah kunjungan pertama kali panglima CENTCOM ke Israel.

“Panglima American Central Command (CENTCOM) tiba untuk pertama kalinya ke Israel dan bertemu dengan sejumlah pejabat keamanan senior, termasuk kepala staff gabungan (Israel),” tulis laporan itu mengutip media Israel Kann News.

Tidak bisa dibantah bahwa jika benar S-300 dikirim ke Suriah dan dioperasikan sepenuhnya oleh Suriah (Rusia memiliki S-300 dan S-400 di Suriah) namun dioperasikan sepenuhnya oleh Rusia tanpa campur tangan Suriah) maka hal ini menjadi 'pengubah keseimbangan' yang merugikan Israel. Israel tidak lagi bisa leluasa melakukan serangan-serangan ke Suriah seperti selama ini sering dilakukan. Bahkan, konon pesawat Israel yang baru tinggal landas dari pangkalannya pun bisa ditembak jatuh oleh S-300 Suriah yang dirancang untuk bisa menghadapi rudal-rudal ballistik yang terbang dengan kecepatan 11.000 km per-jam.

Dan Israel patut cemas, karena dengan sistem pertahanan yang lebih sederhana saja Suriah mampu menetralisir serangan rudal besar-besaran Amerika, Inggris dan Perancis, 14 April lalu.

Dalam pertemuan-pertemuan antara PM Israel Netanyahu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin selalu disebutkan tentang penolakan Israel atas pengiriman S-300 ke Suriah dan hal inilah yang membuat pengiriman senjata ini terhambat, meski wacananya sudah ada sejak Rusia melibatkan diri di Suriah. Israel menyebut hal ini sebagai 'garis merah' yang tidak boleh dilalui.

Pada hari Senin (23 April) media Israel Channel 10 melaporkan hal yang sama dengan Times of Israel dan Reuters tentang rencana pengiriman S-300 tersebut dengan mengutip laporan media Rusia Kommersant. Dalam laporan itu disebutkan bahwa 'pengiriman S-300 mungkin akan dilakukan segera untuk menjaga keamanan Damaskus dan fasilitas-fasilitas militer Suriah dari serangan Israel dan Amerika.' Lebih jauh disebutkan bahwa pengiriman itu akan dilakukan cuma-cuma sebagai bentuk komitmen Rusia kepada Suriah.

"Pengiriman bisa dilakukan dengan sangat cepat," tulis laporan itu.

Menurut sumber militer Rusia, bagian-bagian dari S-300 akan segera dikirim dengan pesawat kargo ataupun kapal pengangkut. Selanjutnya, sembari memberikan pelatihan kepada personil-personil militer Suriah, senjata ini akan dioperasikan oleh Rusia dengan komando diberikan oleh pihak Suriah dan Rusia.

Pengiriman ini diharapkan akan membuat Israel dan Amerika mengekang diri untuk tidak menyerang Suriah lagi.

S-300 memiliki jangkauan hingga 200 km, efektif menjangkau wilayah Lebanon yang sering menjadi wilayah serangan Israel ke Suriah, atau bahkan menjangkau wilayah-wilayah Israel sendiri.

Sementara itu tentang efektifitas serangan rudal Amerika dan koalisinya ke Suriah tanggal 14 April lalu, masih menjadi perdebatan dengan media-media Barat menyuarakan pejabat-pejabatnya yang menyebut serangan itu merupakan 'keberhasilan besar'. Sementara media-media Rusia dan media-media independen menyebut serangan itu sebagai 'kegagalan besar'. Militer Rusia menyebut bahwa 71 dari 103 rudal yang ditembakkan berhasil ditembak jatuh oleh Suriah.

Media nasional terpecah dalam kasus ini. Detik.com misalnya, mendukung klaim Barat, namun Tempo mendukung klaim Rusia. Lembaga pengamat Suriah, SOHR yang selama ini dikenal pro-Barat, justru mendukung klaim Rusia tersebut dengan menyebutkan bahwa 'jumlah rudal yang ditembak jatuh melebihi 65'.(ca)

No comments: