Monday, 25 October 2010

Frankfurt School dan Penghancuran Tatanan Sosial


Keterangan gambar: Masyarakat liberal idaman Frankfurt Schoool
Courtesy of Incogman.net



Pada masa-masa awal Revolusi Bolshevik yang berhasil mengantarkan kaum komunis yahudi menguasai Rusia sekaligus menghancurkan kerajaan Kristen-kulit putih yang tersisa di Eropa, para idiolog komunis percaya, revolusi serupa bakal merembet ke seluruh Eropa bahkan dunia. Namun yang terjadi ternyata tidak demikian halnya. Orang-orang kristen Eropa masih bertahan. Di Jerman, Italia, dan negara-negara Eropa Timur bahkan sentimen anti yahudi dan kesadaran bahwa komunisme adalah konspirasi yahudi menguasai dunia, semakin tinggi. Bahkan di Rusia sendiri orang-orang kristen kulit putih melakukan konsolidasi dan melakukan gerakan kontra revolusi yang berujung pada perang sipil yang menelan nyawa jutaan rakyat Rusia. Tanpa dukungan kaum yahudi internasional, termasuk orang-orang kulit putih "useful idiot" yang terhalusinasi dengan faham komunisme, gerakan kontra revolusi tersebut hampir dipastikan mengalahkan kaum komunis dan mengembalikan tsar ke kursi kekuasaan.

Oleh karena itu maka para idiolog komunis yahudi berfikir untuk membahas masalah tersebut. Pada akhir tahun 1922 Lenin dan Trotsky, dua orang gembong komunisme Rusia, mengundang anggota-anggota Communist International (Comintern) untuk mengatasi masalah tersebut dalam pertemuan yang diadakan di Marx-Engels Institute di Moscow. Tujuan pertemuan tersebut adalah untuk menciptakan sebuah konsep baru idiologi komunisme yang mampu memberikan hasil nyata bagi terlaksananya revolusi kultural komunisme. Di antara peserta yang hadir adalah Georg Lukacs (seorang bangsawan Hungarian, putra seorang bankir yahudi) yang mengusulkan ide "Revolution and Eros" atau penggunaan insting seksual manusia untuk menghancurkan tatanan sosial. Peserta lainnya di antaranya adalah Willi Munzenberg yang mengusulkan penggunaan kaum intelektual untuk menghancurkan budaya barat.

Pada akhir pertemuan semua peserta sepakat bahwa tanpa kehancuran nilai-nilai sosial dan moral masyarakat, komunisme tidak mungkin bisa menang. Untuk itu sebuah program penghancuran nilai-nilai sosial dan moral harus dibuat. Namun sayang Lenin, sang pemimpin tertinggi komunisme internasional keburu meninggal tahun 1924. Pengganti Lenin, Stalin, adalah orang yang berseberangan pandangan politiknya dengan regim Lenin dan menumpas para pendukung Lenin.

Pada bulan Juni 1940, Munzenberg yang melarikan di Perancis dibunuh oleh inteligen Stalin dan mayatnya digantung di atas pohon, menyusul Leon Trotsky yang lebih dahulu mati dibunuh agen Stalin di Mexico. Namun Lukacs berhasil menyelamatkan diri di Jerman untuk kemudian membangun lembaga pendidikan yang bisa mewujudkan rencana yang telah dibuat bersama Lenin tahun 1922. Lembaga pendidikan penghancur nilai-nilai sosial dan moral itu kemudian dikenal sebagai Frankfurt School.

Sekolah ini awalnya menginduk pada Fakultas Sosial University of Frankfurt yang didirikan oleh Felix Weil (1898-1975) pada tahun 1923. Weil, yahudi kelahiran Argentina adalah seorang idiologis komunis yang ahli di bidang ilmu sosial. Saat Hitler berkuasa, para idiolog komunis itu melarikan diri ke Amerika dan bergabung dengan beberapa universitas elit Amerika seperti Princeton, Brandeis, California at Berkeley dan Columbia. Meski Frankfurt School, sebagai lembaga think-thank komunis telah "tutup", namun semangatnya masih hidup dan menginspirasi idiolog dan pengikut komunis di Amerika.

Pada tahun 1960-an, salah seorang tokohnya, Herbert Marcuse dikenal sebagai pendiri aliran komunisme baru (New Left) yang dikecam oleh gereja Vatican karena mengkampanyekan seks bebas dan homoseksualisme. Tokoh-tokoh lainnya termasuk Max Horkheimer, Theodor Adorno, Erich Fromm, Leo Lowenthal, dan Jurgen Habermas.

Pada dasarnya para idiolog Frankfurt School percaya bahwa selama orang-orang masih memiliki harapan terhadap "takdir Ilahi" yang bisa memecahkan masalah sosial yang dihadapi, maka masyarakat tidak akan bisa menjadi masyarakat komunis. Yang harus dilakukan agar revolusi komunisme bisa berjalan adalah menghancurkan nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai sosial sedemikian rupa sehingga masyarakat menjadi putus asa. Dalam kondisi yang tepat, keputus-asaan masyarakat akan menyebar luas dan memberi tempat bagi komunisme untuk berkembang.

Untuk itu para idiolog merekomendasikan hal-hal sbb:

1. Menciptakan ketegangan antar ras.
2. Menciptakan kebingungan sosial melalui perubahan nilai-nilai dan isu-isu sosial yang tanpa henti.
3. Mengajarkan seks dan homoseksualitas kepada anak-anak.
4. Menghancurkan otoritas guru dan sekolah.
5. Mendorong imigran massal untuk menghilangkan identitas bangsa.
6. Mendorong penyebarluasakan minuman keras.
7. Membuat sepi gereja-gereja dari jamaahnya.
8. Menciptakan sistem hukum yang tidak membela korban kejahatan.
9. Menciptakan rasa ketergantungan yang tinggi terhadap negara.
10. Mengontrol dan membuat media massa sebagai corong pembodohan.
11. Mendorong kehancuran ikatan kekeluargaan.

Dari rekomendasi-rekomendasi itu salah satunya adalah lahirnya teori psikoanalisis-nya Sigmund Freud yang menjustifikasi seks sebagai motif dasar pembentuk kepribadian manusia sehingga mendorong berkembangnya seks bebas dan hedonisme di kalangan masyarakat terutama kalangan muda. Dari rekomendasi itu pula lahir gerakan-gerakan sosial yang mempertentangkan hubungan radisional laki-laki dan wanita (bias gender), orang tua-anak, suami-istri, dan guru-murid. Kini kita tahu mengapa dahulu kita sering melihat film-film layar lebar dan televisi didominasi oleh masalah keluarga antara anak dan orang tua dan orang tua selalu menjadi pihak yang disalahkan.

Para idiolog komunis dalam Frankfurt School percaya adanya dua revolusi: politik dan kultural. Revolusi kultural melakukan penghancuran dari dalam. Bentuk-bentuk pembangkangan ditandai oleh kelemah-lembutan. Dan mereka melihat peluang masa depan untuk mewujudkan ambisinya dengan memusatkan perhatian pada keluarga, pendidikan, media, seks dan budaya populer.

Kita kini bisa melihat skenario dan konspirasi Frankfurt School itu tengah berlangsung di tengah-tengah kita.



Catatan:

Pembunuh psikopat homoseks Ryan kembali membuat berita dengan kabar rencana pernikahannya dengan seorang anak pengusaha asal Singapura. Perlu dicatat bahwa pemberitaan yang massif tentang Ryan oleh media massa nasional menunjukkan bekerjanya konspirasi Frankfurt School, yaitu mengkampanyekan homoseksual dan seks bebas. Saya mencatat media-media yang paling santer memberitakan kasus Ryan dan mengkampenyekan pornoaksi melalui figur Inul Daratista adalah Group Trans TV, dan TV One. Meski saya sudah mengetahui "sebagian" pemilik saham kedua group media itu dan "sebagian" petinggi redaksinya, salah seorang petinggi redaksi Trans TV bahkan teman saya di asrama mahasiswa dan senior saya se kampus, saya masih belum tahu siapa di belakang media-media massa itu yang menggerakkan kampanye pornoaksi dan homoseksualitas itu.

Catatan lain adalah ada "kepentingan di balik layar" yang menggerakkan Ryan sehingga bisa menjadi perhatian media massa. Bagaimana mungkin Ryan bisa mengadakan pesta ulang tahun di dalam penjara, membuat album lagu dan menulis buku, dan diwawancarai media massa pengusung pornografi dan homoseksualitas dari Amerika. Dan terakhir dan yang paling mengejutkan adalah kabar rencana pernikahan pernikahan Ryan dengan anak pengusaha asal Singapura. Kalau kabar ini benar, dipastikan keluarga pengusaha itu adalah keturunan yahudi. Ingat, Singapura adalah basis yahudi di wilayah Asia Tenggara. Perdana Menteri pertama Singapura bahkan seorang yahudi asal Irak. Selain itu bagi keluarga yahudi, menjadikan putri-nya pelacur demi kepentingan yahudi, bukan hal aneh. Ingat Monica Lewinsky? Wanita yahudi penjerat Presiden Bill Clinton itu bahkan diperintahkan ibunya, seorang penulis, untuk menjerat seorang penyanyi tenor terkenal hanya agar sang ibu bisa mendapatkan bahan untuk menulis sebuah artikel tentang sang penyanyi tenor tersebut.

1 comment:

ANNAS said...

Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu