Indonesian Free Press -- Konflik terbuka antara Rusia dan Turki semakin mendekati kenyataan setelah Rusia gagal menghentikan Turki melakukan pemboman terhadap wilayah Suriah dengan resolusi Dewan Keamanan PBB. Rusia mengerahkan pesawat-pesawat tempur ke dekat perbatasan Turki, sementara Turki mengumumkan langkah-langkah keamanan baru.
Rusia, hari Sabtu kemarin (20 Februari) mengumumkan pengiriman pesawat-pesawat tempur dan helikopter pengangkut ke pangkalan Rusia di Armenia, dekat perbatasan Turki. Langkah ini dilakukan setelah terjadi eskalasi ketegangan di Suriah paska gagalnya DK PBB menyetujui draft resolusi tentang keamanan Suriah yang diusulkan Rusia.
Di antara pesawat-pesawat tersebut adalah pesawat tempur Mikoyan MiG-29 dan pembom modern MiG-29S, serta helikopter Mil Mi-8MT.
Terletak di Erebuni di luar ibukota Armenia, Yerevan, pangkalan militer Rusia itu memiliki sembilan pesawat MiG-29 yang mampu membawa bom-bom seberat 4.000 kilogram. Dengan tangki bahan bakar tambahan yang lebih besar pesawat-pesawat ini mampu menjangkau wilayah-wilayah yang jauh.
Yerevan sendiri terletak hanya 40 kilometer dari perbatasan Turki. Sementara Armenia memiliki sejarah hubungan yang buruk dengan Turki, setelah pada masa pra Perang Dunia I regim zionis Turki yang dipimpin Kemal Attaturk membantai ribuan warga Kristen Armenia.
Pengumuman itu muncul sehari setelah draft resolusi yang diusulkan Rusian tentang keamanan dan kedaulatan Suriah, ditolak oleh delegasi Amerika dan sekutu-sekutunya di Dewan Keamanan PBB. Dalam draft tersebut dicantumkan perintah penghentian pemboman oleh Turki terhadap Suriah.
Jubir pemerintah Rusia Dmitry Peskov, hari Sabtu, menyatakan kekecewaan Rusia atas penolakan tersebut, dan menyatakan tindakan Turki membomi wilayah Suriah sebagai 'tidak bisa diterima'.
Peskov mengatakan, paska penolakan tersebut, Presiden Vladimir Putin langsung menggelar rapat intensif tentang situasi keamanan di Suriah, terkait dengan serangan-serangan Turki.
"Kami akan terus membantu angkatan bersenjata Suriah memerangi para teroris dan organisasi-organisasi teroris," kata Peskov.
"Keterlibatan Rusia adalah untuk menjaga stabilitas dan menjaga integritas teritorial Suriah dan kawasan," tambah Peskov.
Dalam seminggu terakhir, Turki gencar melancarkan serangan artileri ke posisi-posisi militer Suriah dan para pejuang Kurdi-Suriah, yang telah berhasil mengusir para pemberontak teroris dari wilayah Latakia di Suriah utara. Meski Turki mengklaim serangan itu dilakukan untuk mencegah para teroris memasuki Turki, para pengamat menyebutkan bahwa motif Turki adalah melindungi para pemberontak teroris dan mencegah jatuhnya wilayah perbatasan ke tangan pasukan Suriah dan para milisi Kurdi, sehingga Turki gagal membentuk wilayah 'pengaman' yang dikuasai sekutunya, para pemberontak teroris Suriah.
Turki Persiapkan Eskalasi Lanjutan
Sementara itu, terkait dengan perkembangan terakhir di Suriah serta adanya serangan bom terhadap konvoi militer di Ankara yang menewaskan 28 orang, Presiden Turki Tayyep Erdogan dan Perdana Menteri Ahmet Davutoglu menggelar rapat intensif dengan para pejabat keamanan Turki. Paska rapat tersebut Turki pun mengumumkan sejumlah langkah keamanan.
Seperti dilaporkan oleh Press TV, Sabtu, Ahmet Davutoglu mengatakan Turki akan melakukan sejumlah langkah keamanan baru sehubugan dengan serangan bom di Ankara.
"Kami akan membuat beberapa perubahan terkait dengan kebijakan keamanan," kata Davutoglu, seraya menambahkan bahwa jumlah aparat keamanan akan ditingkatkan dan kehadiran mereka akan lebih banyak terlihat.
Davutoglu menolak klaim kelompok TAK (Kurdistan Freedom Hawks) sebagai pelaku aksi serangan pada hari Rabu (17 Februari), dan menegaskan tuduhan kepada dua kelompok Kurdi lainnya, People’s Protection Units (YPG) dan Democratic Union Party (PYD).
YPG, organisasi Kurdi Suriah, telah menolak tuduhan tersebut dan balik menuduh Turki merancang serangan itu sendiri untuk memperkeruh situasi di Suriah. YPG dan PYD adalah sekutu organisasi Kurdi Turki, PKK, yang dicap sebagai kelompok teroris oleh Turki.
Dalam pernyataannya yang keras terkait dengan perkembangan terakhir, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, mengatakan bahwa negaranya berhak melakukan operasi-operasi keamanan atau militer di dalam negeri dan juga di luar negeri untuk melawan ancaman terorisme. Meski tidak menunjuk langsung, Erdogan menunjuk Suriah dan Irak sebagai wilayah beroperasinya kelompok-kelompok perjuangan Kurdi.
“Turki akan menggunakan haknya untuk melakukan tindakan tindakan lebih keras dari serangan-serangan yang dilakukan terhadap Turki, dan untuk melawan semua ancaman teror, termasuk yang dilakukan PYD dan Daesh (ISIS) khususnya,” kata Erdogan di Istanbul.
Erdogan juga menunjuk pada Rusia. "Tidak ada yang boleh menghalang-halangi Turki menggunakan hakanya untuk mempertahankan diri dari serangan teror di negeri ini. Siapapun yang menghalang-halangi kami, kami akan anggap sebagai teroris juga dan bertindak keras kepadanya."
NATO Enggan Terlibat Konflik Turki dengan Rusia
Turki tentu mengandalkan sekutu-sekutu NATO-nya untuk menghadapi Rusia karena Turki sendiri tidak memiliki kekuatan yang mencukupi dibandingkan Rusia. Namun NATO tampak enggan untuk terlibat konflik dengan Rusia demi membela Turki.
Sejumlah pemimpin negara-negara NATO dan pejabat NATO mengungkapkan keengganannya menanggung resiko besar berperang melawan Rusia, dan mengkhawatirkan langkah Turki memancing kericuhan dengan Rusia.
"NATO tidak bisa membiarkan diri untuk ditarik ke dalam ketegangan militer dengan Rusia karena ketegangan Turki dengan Rusia," kata Menlu Luxemburg Jean Asselborn kepada media Jerman Der Spiegel, baru-baru ini.
Ia menyebut bahwa Article 5 pendirian NATO menyebutkan kewajiban NATO untuk membantu negara anggotanya yang terlibat perang. Namun hal itu hanya berlaku jika negara itu yang diserang oleh pihak lain. Dan dalam hal konflik Turki-Rusia, Turki lah yang lebih dahulu menyerang Rusia dengan menembak jatuh pesawat SU-24 Rusia bulan November 2015 lalu.
Der Spiegel juga mengutip keterangan seorang diplomat Jerman yang mengatakan, “Kita tidak akan membayar ongkos perang yang dimulai oleh Turki.”
Pemimpin NATO juga menyatakan keengganannya untuk terlibat konflik terbuka dengan Rusia. Ketika Turki menembak pesawat Rusia, Pemimpin NATO Jens Stoltenberg mengatakan, "Kita harus menghindari situasi-situasi seperti ini, insiden-insiden yang tidak bisa dikendalikan."
"Saya rasa saya telah mengungkapkan dengan sangat jelas bahwa kita harus tenang dan menghentikan ketegangan. Ini situasi yang serius," katanya kala itu.(ca)
1 comment:
Ankara membuat liang kubur nya sendiri.. Pion yg hendak menjadi Raja
www.kasamago.com
Post a Comment