Wednesday, 22 February 2012

APA KABAR KASUS PENCURIAN PULSA?


Pencurian adalah tindak kriminal murni yang tidak memerlukan adanya pengaduan untuk diproses hukum. Demikain juga halnya dengan kasus pencurian pulsa yang marak beberapa waktu lalu. (Blogger sendiri pernah menjadi korbannya dan telah memposting masalah ini di blog ini beberapa). Pelaku kasus pencurian pulsa ini sudah sangat-sangat jelas: operator telepon seluler yang bekerjasama dengan content provider. Motif, modus, saksi dan barang bukti juga sudah sangat-sangat jelas terlebih dengan adanya laporan-laporan masyarakat yang menjadi korban tindak kejahatan ini. Namun sudah beberapa bulan kasus ini tidak pernah jelas ujungnya.

Saya sudah menduga dari awal bahwa kasus ini bakal mengendap begitu saja karena kasus ini menyangkut perusahaan-perusahaan raksasa telekomunikasi yang dimiliki para konglomerat lokal dan asing. Mereka tentu tidak ingin kasus ini disidik karena bakal mengancam "keamanan" bisnis mereka. Dan karena aparat hukum dan birokrat Indonesia dikuasai para koruptor, tentu saja aspirasi mereka dengan mudah "dikabulkan".

Padahal kerugian yang dialami masyarakat akibat kasus pencurian itu begitu besar. Melibatkan sebagian besar operator telepon seluler dan menimpa sebagian besar pelanggan telepon seluler. Inilah bentuk "kreatifitas" kapitalis yahudi pemilik saham operator-operator telepon seluler ini dalam mencari "uang tambahan". Anda pasti tidak tahu adanya agen-agen Mossad yang berada di balik bisnis telepon seluler ini, khususnya di tanah air.

Saya pernah memposting artikel tentang kondisi sosial-politik-ekonomi Indonesia yang akan semakin semrawut paska terpilihnya SBY sebagai presiden Indonesia tahun 2009 lalu berdasarkan "tanda" yang diberikan SBY kala mengucapkan pidato kemenangannya. Alih-alih menggunakan bahawa Indonesia, ia memilih berbahasa Inggris. Artinya adalah ia akan lebih memperhatikan kepentingan asing yang mengendalikannya selama ini daripada rakyat Indonesia sendiri.

Para liberal idiot yang tidak percaya "teori konspirasi", punya penjelasan lain?

Berikut adalah berita yang saya copas-kan dari rakyatmerdekaonline.com:


Kasus Pencurian Pulsa Semakin Tidak Jelas

Belum Ada Tersangka, Pelapor Cabut Laporan
Sabtu, 04 Februari 2012 , 10:24:00 WIB


RMOL. Kasus pencurian pulsa yang diduga merugikan masyarakat luas, semakin tak jelas juntrungannya. Bareskrim Polri tak berani tetapkan tersangka, sementara salah seorang pelapor, Feri Kuntoro menarik laporannya.

Kuasa hukum Feri, Didit Wi­ja­yanto beralasan, kliennya mencabut laporan karena ada niat baik perusahaan content provider, PT Colibri Network (CN) yang semula diduga mencuri pulsa Feri. Menurut Didit, Feri maupun PT CN sama-sama mengaku khilaf dan bermufakat mencabut lapo­ran masing-masing.

Kendati begitu, Didit mem­bantah bahwa kliennya menerima imbalan besar dari PT Colibri, sehingga mau mencabut laporan tersebut. “Tidak semua upaya perdamaian harus dengan uang,” ke­litnya, saat dihubungi, kemarin.

Didit pun beralasan, laporan kliennya itu laporan perdata. Menurutnya, pencabutan laporan per­data itu dilatari kelelahan kliennya menghadapi kasus tersebut. Feri, katanya, ingin proses perkara ini cepat selesai.

Didit bercerita, upaya damai ber­awal saat pihak PT CN mengajak Feri untuk bertemu. Pertemuan sedianya dilaksanakan di sebuah kafe di Jakarta Selatan. Akan tetapi, lanjutnya, Feri menolak. Feri meminta perwakilan PT CN bertemu di rumahnya saja.

Dalam pertemuan itu, menurut Didit, pihak Colibri meminta maaf dan sepakat saling mencabut laporan. Atas dasar itu, pada Jumat (27/1), Feri mencabut laporan di Bareskrim Polri dan PT Colibri mencabut laporan pencemaran nama baik di Polres Jakarta Selatan.

“Kami memaafkan dan mencabut tuntutan perdata di Mabes Polri. Mereka juga mencabut laporannya terhadap Feri di Polres Jakarta Selatan,” katanya.

Perdamaian tersebut diamini kuasa hukum PT Colibri Network, John K Azis. Menurut dia, dasar perdamaian dilatari kekhilafan kedua pihak. Dia juga menyangkal memberikan uang kepada Feri untuk mencabut laporan tersebut. “Tidak ada itu,” akunya.

Kendati Feri sudah mencabut laporan yang diklaim pengacaranya sebagai laporan perdata, Kabagpenum Polri Kombes Boy Rafli Amar mengaku, kepolisian tetap menindaklanjuti kasus pencurian pulsa ini secara pidana. “Prosesnya tetap lanjut,” kata bekas Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya ini, kemarin.

Soalnya, menurut Boy, kasus pencurian pulsa tidak masuk kategori delik aduan. Dengan sendirinya, pencabutan laporan, ti­dak bisa menggugurkan proses hukum pada kasus tersebut. Apalagi, yang melaporkan kasus ini bukan hanya Feri. “Tapi, ada atau tidak ada laporan, polisi bisa menindaklanjuti perkara yang diduga merugikan masyarakat ini,” kata dia.

Hal senada dikemukakan David Tobing, bekas kuasa hukum Feri. Menurut David, tindak pi­dana dalam kasus ini tidak gugur akibat pencabutan laporan tersebut. “Ini bukan delik aduan, sehingga prosesnya tidak bisa dihentikan begitu saja,” tandasnya.

David mengaku tidak diberi tahu sama sekali saat Feri berupaya mencabut laporan tersebut. Soalnya, surat kuasa pendampingan hukumnya sudah dicabut Feri pada awal Januari lalu. Sejak saat itu, dia tidak lagi mendampingi Feri.

Namun, David menyatakan tetap mendorong kepolisian mengusut skandal ini sampai tuntas. Soalnya, dia juga merasa menjadi korban permainan mafia pulsa. “Apalagi, masih banyak masyarakat yang menjadi korban dan tetap ingin kasus ini diusut sampai tuntas,” katanya, kemarin.

Hal senada disampaikan korban sekaligus pelapor lain kasus pencurian pulsa konsumen, yakni Hendri Kurniawan. Dia mengatakan tidak akan mencabut laporannya. “Saya akan maju terus,” tegasnya.

Hendri pun menyayangkan sikap Feri. Tapi, dia mengaku tidak bisa berbuat banyak lantaran hal itu adalah hak Feri. “Saya kecewa dengan Pak Ferry. Saya setengah tidak percaya, karena dari awal dia mendorong saya,” kata pria yang sempat dikeroyok sejumlah orang tak dikenal setelah melaporkan kasus pencurian pulsa ke kepolisian.

Dia pun berharap, kepolisian dapat menuntaskan kasus ini tanpa pandang bulu. Dalam pe­na­nganan kasus ini, polisi sedikitnya sudah memeriksa 30 saksi. Jajaran Cyber Crime juga tengah mengembangkan perkara ter­se­but. Namun, hingga kemarin, Bareskrim Polri tak kunjung menetapkan tersangka kasus yang diduga merugikan masyarakat se­cara luas ini.


REKA ULANG

Dari Grapari Telkomsel Hingga Polda Metro Jaya

Kasus pencurian pulsa antara lain dilaporkan konsumen bernama Feri Kuntoro. Dia mengadu ke Markas Polda Metro Jaya pada 4 Oktober 2011.

Feri merasa dirugikan karena harus membayar tagihan pasca bayar hingga ratusan ribu rupiah setelah registrasi undian berhadiah melalui SMS premium ke nomor 9133. Registrasi itu diduga menjerat Feri. Dia sering menerima SMS berupa informasi seputar artis dan nada dering. Setiap kali menerima SMS dari nomor itu, pulsa Feri terpotong tanpa persetujuan.

Feri mengaku telah berusaha menghentikan layanan SMS dengan mengetik unreg dan mengirimkannya ke nomor tersebut. Namun, usahanya itu selalu gagal dan ia hanya mendapat jawaban “Maaf, sistem sedang bermasalah, silakan ulangi lagi”.

Lantaran terus-menerus mendapatkan jawaban senada, Feri kemudian mengadukan masalah ini ke Grapari Telkomsel di Gambir, Jakarta Pusat. Namun, kata dia, jawaban petugas di sana kurang memuaskan. Akhirnya, Feri melaporkan kasus tersebut ke Markas Polda Metro Jaya. Kasus tersebut kemudian diambil alih Mabes Polri.

Belakangan, Feri menyatakan keberatan atas tudingan pihak PT Colibri Networks, bahwa dirinya mencari keuntungan dalam perkara tersebut. Feri justru merasa banyak dirugikan dalam kasus ini. “Kalau dibilang saya cari keuntungan ekonomi, apa yang saya dapat. Apa untungnya buat saya,” katanya pada 12 Januari lalu.

Feri mengaku justru dirinya sedang susah. “Gaji saya berapa sih. Saya ini hanya karyawan swasta,” lanjutnya.

Feri juga membantah pernyataan Direktur Utama PT Colibri Networks, HB Nafing yang mengaku mencoba bermusyawarah dengannya. Menurut Feri, dia tidak pernah diklarifikasi pihak Colibri sejak kasus itu mencuat.

“Saya tidak pernah dihubungi, lewat pengacara maupun lewat saya pribadi. Bagaimana mau musyawarah? Mereka tidak pernah ko­munikasi dengan saya,” tegasnya.

Feri pun menyatakan tidak pernah mengetahui bahwa 9133 yang ia laporkan ke polisi adalah produk Colibri. Ia mengaku baru mengetahui Colibri setelah ada serangan balik terhadapnya.

“Saya keberatan dengan tudingan itu. Karena tudingan itu tidak benar, dan tidak pernah ada musyawarah dengan saya. Saya tidak tahu itu punya Colibri. Malah setelah saya lapor, justru dilaporkan balik,” kata pengguna nomor Telkomsel ini.

Nyatanya, Feri kini sudah berdamai dengan pihak yang dulu dilaporkannya.

Sedangkan General Manager Corporate Communication Telkomsel Ricardo Indra menghormati penanganan kasus ini di kepolisian.


TAK BOLEH LUKAI RASA KEADILAN MASYARAKAT

Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Fakta Anhar Na­sution berpendapat, perdamaian dalam sengketa perkara merupa­kan hal yang lumrah. Akan tetapi, katanya, upaya perdamaian mesti disikapi secara cermat.

“Jangan sampai kesepakatan perdamaian menciderai rasa keadilan masyarakat. Jangan dijadikan kesempatan untuk mendapat keuntungan diantara kedua belah pihak,” kata bekas anggota Komisi III DPR ini, kemarin.

Pertimbangan hukum, menurut Anhar, hendaknya menjadi hal utama sebelum terjadi perdamaian. Selain tidak boleh melukai rasa keadilan masyarakat, perdamaian tidak semata-mata bisa menggugurkan perkara pidana yang sudah bergulir. Soalnya, kasus pencurian pulsa tidak masuk kategori delik aduan.

Lantaran itu, lanjut dia, polisi maupun penegak hukum lain bisa terus memproses perkara ter­sebut meski laporannya sudah dicabut pihak pelapor atau korban. “Aparat hukum tetap bisa masuk ke proses penyelidikan dan penyidikan tanpa ada laporan,” ujarnya.

Dengan begitu, kata Anhar, penegak hukum wajib menyelesaikan dugaan tindak pidana dalam perkara ini. Apalagi, masyarakat luas diduga menjadi korban per /0kara tersebut. “Jika dihitung angka kerugian per individunya, memang kecil. Tapi kalau dihitung secara akumulatif, tentu angka kerugian masyarakat menjadi sangat fantastis,” tegasnya.

Lantaran itu, dia meminta proses perdamaian antara kedua pihak yang berseteru dalam perkara ini, menjadi perhatian Panitia Kerja (Panja) Pencurian Pulsa di DPR. Soalnya, selain ditangani kepolisian, kasus ini juga disorot DPR.

“Bagaimana nasib rekomendasi Panja jika setelah perdamaian ini, kasus tersebut menjadi mandeg. Tentu, apa-apa yang diupayakan selama ini menjadi sia-sia,” tuturnya.


Perdamaian Bukan Berarti Kasus Selesai

Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir menyatakan, pencabutan laporan bukan barang baru dalam proses hukum di Indonesia.

Selama dianggap memenuhi azas keadilan dan konstitusi, menurut dia, upaya perdamaian sah-sah saja. “Upaya perda­maian atau pencabutan laporan itu tidak bisa dikatakan salah,” ujar anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini.

Tapi, Nudirman mengingatkan, proses damai hendaknya tidak dilatari ancaman pihak tertentu kepada pihak lainnya. Melainkan, kesepakatan pihak-pihak yang berseteru saja.

Kendati begitu, kata dia, pencabutan laporan dalam kasus pen­curian pulsa tidak bisa langsung diartikan bahwa kasus ini sudah selesai.

Nudirman juga berpandangan, kepolisian tidak bisa me­nutup perkara pencurian pulsa, karena selain masih ada pelapor lain, kasus tersebut tidak termasuk kategori delik aduan. “Proses atau pengusutan kasus ini semestinya tetap berjalan,” tandas politisi berlatar belakang pengacara ini.

Dia pun meminta kepolisian mem­percepat pengusutan kasus tersebut. Kendala-kendala dalam pengusutan kasus ini, seperti yang disampaikan pihak kepolisian kepada Komisi III DPR, hendaknya dicarikan solusi bersama.

Nudirman berharap, koordinasi Polri dan Panja di Komisi I DPR menjadi modal untuk me­ngusut perkara tersebut sampai tuntas. Sebagai mitra kerja, dia pun meminta kepolisian mampu menjawab keinginan masyarakat agar menuntaskan kasus ini. [Harian Rakyat Merdeka]

No comments: