Friday, 17 February 2012

TIDAK ADA TITIK BALIK, QUO VADIS SYRIA?


Keterangan gambar: ribuan warga Syria menyambut kedatangan menlu Rusia Sergey Lavrov belum lama ini sebagai bentuk penghormatan atas dukungan Rusia terhadap Syria.


Perang habis-habisan tampaknya takkan lagi terelakkan di Syria setelah sejauh ini zionisme internasional habis-habisan berupaya menumbangkan regim Bashar al Assad dengan berbagai cara. Dan media massa "zionist ass sucker" pun semakin nyaring menabuhkan genderang perangnya.

Hari ini (Rabu, 15/2) situs CNN News menulis tentang pembunuh bayaran pemerintah yang membelot ke kubu pemberontak dengan mengaku telah membunuh 70 demonstran, 1 di antaranya dengan menggorok leher. Sementara BBC menulis tentang parnyataan aktifis oposisi yang menyatakan bahwa kondisi tidak mungkin lagi bisa membaik kecuali "perang habis-habisan". Meski seringkali menayangkan berita-berita sampah, seperti memotret demonstran pro-pemerintah namun menyebutnya sebagai demonstran anti-pemerintah, CNN masih memiliki sedikit rasa malu dengan manyatakan bahwa "pernyataan narasumbernya belum bisa dikonfirmasi kebenarannya". Namun kalau setiap hari dibombardir dengan berita-berita bohong, masyarakat awam-pun akan tertipu juga.

Sebelum mencoba menganalisis apa yang akan terjadi di Syria bila upaya-upaya perdamaian menemui jalan buntu, saya ingin mengingatkan kembali bahwa demi menghindari kerusuhan yang semakin memburuk, pemerintah Syria sejak tahun lalu telah menyetujui untuk melakukan reformasi yang lebih dari cukup untuk memuaskan keinginan rakyatnya (bukan anarkis dan teroris yang dikirim oleh zionis internasional) seperti pemberian amnesti bagi para tahanan politik, penerapan pers bebas, penetapan UU pemilu dan parpol dll. Selain itu selama ini rakyat Syria relatif telah menikmati kondisi sosial politik ekonomi yang cukup baik, jauh lebih baik dari kondisi di Amerika maupun Eropa yang saat ini tengah menghadapi ancaman krisis ekonomi dan sosial serius. Sebagai contohnya seluruh penduduk Syria mendapatkan jaminan penuh di bidang sosial, kesehatan dan pendidikan. Dan selama 30 tahun lebih rakyat Syria yang multi-etnis dan agama mengalami kondisi sosial politik yang stabil. Serta satu hal lagi, pemerintah Syria tidak memiliki sepersen pun hutang kepada negara dan lembaga keuangan asing.

"Dosa" Syria hanya dua, selain menjadi batu sandungan dominasi sistem ekonomi global ribawi yahudi, Syria secara politik menjadi batu sandungan zionisme untuk menciptakan dominasi mutlak Israel atas kawasan Timur Tengah. Syria bersekutu dengan musuh Israel, Iran, serta mendukung kelompok-kelompok anti-Israel seperti HAMAS, JIHAD ISLAM dan HIZBOLLAH. Dan Syria adalah negara Arab terakhir yang pasukannya terlibat dalam pertempuran melawan Israel di Lebanon antara tahun 1981-1983.

Sebagaimana pengakuan wartawan senior Inggris Robert Fisk yang intens mengamati krisis politik Syria, Bashar al Assad tidak akan jatuh, setidaknya dalam waktu dekat ini, karena ia masih mendapatkan dukungan negara-negara tetangga dekatnya: Lebanon, Irak, dan Iran. Saya (blogger) setuju dengan pendapat tersebut dengan 1 kondisi, Bashar mampu bertahan dari semua upaya pembunuhan terhadap dirinya.

Namun baik Bashar bertahan maupun terbunuh, perang saudara yang melibatkan kekuatan-kekuatan internasional anti dan pro-Bashar akan berlangsung. Kondisinya akan benar-benar kacau balau sebagaimana perang sipil Lebanon tahun 1970-an hingga 1990-an, bahkan lebih parah lagi karena perang saudara di Syria akan melibatkan lebih banyak kekuatan asing. Bisa dibayangkan jika teroris-teroris Al Qaida dan salafi-wahabi bersama-sama intel-intel dan pasukan reguler yang menyamar dari Israel, negara-negara barat, Turki, Saudi dan Arab Teluk menyusup melalui Turki dan Lebanon, mereka harus berhadapan dengan gerilyawan Hizbollah, Hamas, Jihad Islam, Tentara Mahdi Irak, milisi Kristen Lebanon dan Syria, intel dan tentara reguler Iran, Lebanon, Irak serta milisi-milisi bersenjata dan tentara reguler Syria. Itu semua belum termasuk penasihat militer dan intel Rusia dan Cina yang akan berpihak kepada Syria. Tentu luar biasa kacau dan menghancurkan.

Namun sebelum itu benar-benar terjadi ingin saya ingatkan dalam tulisan ini bahwa Israel, Amerika dan NATO telah kalah melawan Hizbollah, gerilyawan Irak dan Taliban meski mereka memiliki keunggulan militer yang absolut. Dalam hal ini yang berperan besar adalah semangat juang Hizbollah, gerilyawan Irak dan Taliban yang tinggi karena berada di pihak yang "mempertahankan tanah air".

"Amerika punya jam, kami punyak waktu," kata seorang komandan pasukan Taliban suatu ketika, yang kini terbukti dengan rencana hengkangnya tentara Amerika dan NATO dari Afghanistan tanpa hasil.

Apalagi dengan Saudi dan negara-negara Arab Teluk yang tidak pernah benar-benar berperang melawan musuh dan selama ini menggantungkan keamanan mereka pada Amerika hingga mereka berani melanggar wasiat Rosulullah untuk mengusir orang-orang kafir dan musrik dari Jazirah Arab.

Adapun dalam kasus Syria, tidak ada fihak yang unggul secara militer. Sebaliknya Syria dan pendukung-pendukungnya memiliki semangat moril yang lebih besar karena berada di pihak yang "mempertahankan tanah air". Lalu apa yang diharapkan Israel, Amerika dan sekutu-sekutunya dalam petualangannya di Syria?

No comments: